Lila menghubungiku untuk segera kembali karena Tania akan melahirkan, Rifat ikut serta kembali dengan alasan ada yang mau dibicarakan dengan Lila dan Pak Beni. Kami langsung ke rumah sakit dimana sudah ada keluarga Tania namun aku tidak melihat papa, menurut Tina papa ada di dalam menemani Tania melahirkan aku hanya mengangguk paham
"Aku ke kantor kalau gitu" pamit Rifat yang hanya aku bisa jawab dengan mengangguk
Rifat menghampiri Devan hanya untuk sekedar menyapa dan berpamitan, sepeninggal Rifat aku duduk disebelah Devan yang langsung memelukku erat yang aku terima dengan senang hati.
"Papa di dalam" ucap Devan dan aku mengangguk "semoga lancar semuanya" aku mengamini dalam hati “kita bakal punya adik lagi sesuai keinginan mama dan semoga mama bahagia disana” aku mengangguk “adik kita bahkan lebih muda dari Rere dan Nisa seharusnya aku menambah anak biar bisa menyaingi papa” kami tertawa pelan mendengarkan perkataan Devan.
Tidak berapa lama pintu ruangan dibuka dan menampilkan papa yang tersenyum, kami berdua langsung menghampirinya dan dipeluk dengan erat seketika kami membalas pelukan papa menyampaikan perasaan kami walaupun tanpa Tari berada disini.
"Cowok" bisik papa pada kami lalu menciumi wajahku bertubi-tubi "cowok dan mereka berdua selamat juga sehat tanpa kekurangan apapun" papa menatap ke keluarga Tania setelah melepaskan pelukan pada kami berdua.
Mereka memeluk papa bergantian sebagai ucapan selamat, aku menatap wajah bahagia yang selalu hadir ketika Tania ada diantara kami. Prediksi mama tidak salah dimana papa akan sangat bahagia jika bersama orang yang dicintai lalu bagaimana denganku akankah mendapatkan pria yang mencintaiku seperti papa dan Devan. Tawaran Rifat sendiri belum aku jawab karena kami baru bersama selama di Bandung dan kebutuhan semata, Bima sendiri sudah memiliki istri rasanya aku seperti perusak rumah tangga orang dan aku tidak tahu bagaimana perasaan Bima padaku.
Tidak berapa lama Tania sudah dipindahkan ke ruangan VIP yang sudah disiapkan oleh pihak rumah sakit dan papa karena ingin privasi dan keluarga bisa nyaman dan tentu saja Tania serta sang putra. Aku menatap adik baru kami bersama Tari dan Tina yang sangat mirip papa dan Devan semoga kelakuannya tidak seperti aku, rasanya aku juga ingin memiliki anak dengan segera tapi jelas tidak mungkin karena pria mana yang tulus belum aku temukan.
“Namanya siapa, pa?” tanya Tari
“Lucas Wijaya” kami mencibir nama itu “kan benar harus ada nama papa” dengan wajah sombongnya.
“Masa cuman gitu aja gak kreatif” olok Tari membuat kami tersenyum “coba kalau ada mama pasti lebih kreatif”
Tania tersenyum menatap kami dan papa hanya cemberut, hebatnya Tania tidak merasa cemburu jika kami menyebut nama mama bahkan Tania tidak keberatan tinggal di rumah papa dan mama dulu menurut Tania agar dia bisa merasakan bagaimana sayangnya mama sama kita semua dan bisa setidaknya minim seperti mama. Kami bahkan merasa Tania sebagai sahabat baru yang bisa memahami kami bahkan tidak jarang membela kami depan papa dan Devan.
"Bagaimana perkembangan disana?" tanya Devan ketika kami kembali kantor setelah dari rumah sakit dan sekarang berada diruangannya bersama Lila
"Ya seperti yang Rifat laporkan tiap hari kurang lebih seperti itu" jawabku malas "lagian aku kan cuman mengawasi yang menangani semua Rifat"
“Alasan” sindir Lila namun aku tidak peduli seakan tidak mendengar perkataannya.
"Mas Bima besok sudah mulai masuk kembali disini dan setelahnya akan ketempat kalian tanpa kamu" ucap Devan
"Berdua sama Rifat?" tanyaku memastikan
Devan mengangguk "tapi gak lama karena disini juga butuh bantuannya" aku menatap Lila yang sibuk menulis "dan kami kekurangan tenaga yang bisa dipercaya jadi ini adalah langkah awal Rifat masuk dalam lingkungan kita"
"Maksudnya?" tanyaku bingung
"Rifat akan membantu tugas Mas Bima dan Lila" jawab Devan "Rifat ikut sama kamu bagian dari tes kita bagaimana dia dapat menilai sesuatu disana"
"Tapi kan harus pakai penilaian juga" ucapku mencoba menghalangi rencana Devan bukan tidak mau Rifat berada dalam satu lantai namun aku takut Rifat akan berbuat yang aneh di depan mereka
"Semua hasil tes sudah sesuai bahkan kamu ikut tanda tangan" ucap Lila sambil menyerahkan berkas terdapat tanda tangan kami "Rifat nantinya akan masuk tim kamu jadi Rifat adalah orang kepercayaanmu"
"Kenapa baru bilang sekarang? setidaknya aku adaptasi dulu dan mengenal lebih jauh" aku berusaha menolak dengan halus
"Beberapa minggu di Bandung masih kurang?" Devan menatapku tanda tanya
"Bukan gitu tapi aku jadi gak tahu kinerjanya" bantahku
"Dengan sikapmu seperti ini justru aku bisa menilai bagaimana kinerjamu" ucap Devan tajam "hentikan semua sikap gilamu selama ini" aku menatap Devan bingung "tetapkan dimana hatimu berada"
"Aneh" gumamku dan Devan memicingkan mata "perkataanmu itu aneh" aku menatap Devan sambil menggelengkan kepala
"Perlu bukti?" seketika aku menatap Lila tajam "bukan Lila yang memberikannya tapi orang lain" aku melotot dan tahu apa yang dimaksud "kami sangat menyayangimu jadi hentikan kegilaanmu ini"
Devan menyuruhku keluar dan membaca laporan yang dibawa Rifat, sehebat apa senior Tari ini sampai bisa membuat Devan langsung menawari suatu posisi yang menurutku sangat jauh dengan kepribadiannya. Aku semakin penasaran seperti apa Rifat sampai seorang Devan harus mengadakan tes untuk membantu Lila dan Bima, walaupun aku tahu jika Rifat sangat hebat di ranjang hampir sama seperti Bima hanya saja pernyataannya membuatku berpikir banyak maksud dan tujuannya.
"Kamu pulang?" aku menatap Devan lalu mengangguk "baguslah kita nanti makan malam bersama" aku mengangguk saja
Makan malam yang dimaksud Devan adalah makan malam keluarga dimana terdapat Lila beserta suami dan juga Bima bersama keluarganya, seketika aku kehilangan mood melihat keberadaan Bima. Bima menatapku sekilas secara hati-hati namun aku berusaha tidak mempedulikan namun beberapa kali sang istri mencoba mengajakku berbicara dan Billy dengan manjanya mencari perhatianku.
Tania tidak membutuhkan waaktu lama di rumah sakit karena persalinan normal dan meminta untuk segera pulang yang disetujui dokter dengan berbagai pengawasan yang tentu saja disetujui papa. Pemandangan di rumah ketika sampai adalah ramai dengan hadirnya keluarga melihat baby boy. Bima ikut serta namun sang istri Mili memilih pulang karena Billy besok harus ujian dan segera pulang, Bima mengikuti Devan masuk kedalam kamar papa dan Tania
"Papi, bawa Lucas dulu" ucap Tania sambil menyerahkan Lucas
Kehadiran Lucas memberikan warna baru di keluarga kami bahkan Rere dan Nisa bisa menjadi dewasa jika berhadapan dengan Lucas seakan mereka mendapatkan mainan baru, beberapa kali mereka berdua menggoda Lucas namun selalu mengikuti kemana Lucas berada ya bayi usia belum 24 jam ini menjadi perhatian banyak orang.
"Hai baby" bisik Bima dengan memelukku dari belakang "miss you" mencium tengkuk leherku
Aku sedang berada diatas tiba-tiba Bima datang menghampiriku dengan memelukku dari belakang, diputarnya tubuhku hingga berhadapan dengannya. Dalam sekejap aku bisa merasakan bibirnya bersentuhan dengan bibirku, ciuman sangat pelan dan perlahan dari ciuman ini aku bisa merasakan kerinduan yang sangat
"Kita bertemu di apartemen" ucap Bima setelah melepaskan ciuman "aku tunggu, baby" mencium pipiku dan pergi meninggalkanku
Aku menatap punggung Bima lalu memegang jantungku detak yang aku rasakan biasa saja jadi mungkinkah aku hanya ingin menjadi jalangnya bukan orang yang mencintai dan dicintai, aku segera ijin keluar bertemu dengan sahabatku bohongku kepada mereka. Devan tidak memperhatikanku jika tahu maka tidak diijinkan keluar karena aku baru saja sampai rumah namun ijin keluar kembali.
Aku melangkah kearah tempat tinggal dimana terdapat orang yang mengisi kekosongan hatiku selama beberapa hari ini dan aku tidak tahu apakah keputusan ini tepat atau tidak hanya saja aku ingin memastikan semuanya.
"Via, ada apa disini?" tanyanya ketika membuka pintu
Seketika aku memeluk membuat badannya hampir jatuh namun dengan cepat menahan diri dan membalas pelukanku, pelukan yang sangat nyaman dan rasanya aku ingin memeluknya selamanya tapi aku tidak yakin dengan perasaan ini.