MY SWEETIES BOY ~ 06

1924 Kata
Gue bermimpi. Dalam mimpi, gue bersekolah di SMA De Hugo dengan kostum asli gue alias gue versi Bianca. Dan so pasti, teman-teman sekolah gue semakin terpesona pada gue! So hot. Padahal mimpi gue sangat kacau. Gue seakan menjadi artis, lalu menjadi cheerleaders. Tapi intinya, dimanapun gue beradad ... penggemar gue berjubel! Mimpi yang aneh! Apa gue masih terbawa mimpi? hingga gue merasa setiap orang sedang menatap gue intens. Gue jadi jengah. Apa lagi nih? Ada sesuatu yang aneh pada gue? Celana dalam buatan Mama plus silikon kelamin sudah gue pasang dengan baik. Kain yang membebat d**a juga sudah terpasang dengan rapi. Apalagi, nih? Si Ahlun memberi kode pada gue, tapi gue tak mengerti apa maksudnya. Lalu dia menunjuk punggung gue. Apaan, sih? Punggung gue tidak berlubang, kan? Ya iyalah, gue bukan sundelbolong! Brat! Mendadak si Abang mengambil selembar kertas yang ditempel di punggung gue. Kertas bertuliskan, PIBI'S w***e Gue langsung syok! k*****t, siapa yang iseng banget menulis begini?! Kalau ketauan Pibi, gue bisa ditendang ke kutub utara! "Lo gak berasa ada yang nempelin ini ke punggung elo, Boy?" tanya si Abang. Gue menggeleng sambil berusaha mengingat-ingat. BRAT!! Mendadak Pibi merebut kertas itu dari tangan Abang. Mampus! Gue mengamati wajah Pibi yang sedang membaca tulisan laknat itu. "Swear Pibi! Itu bukan kerjaan gue! Gak tau tuh siapa yang iseng nempelin kertas itu ke punggung gue!" kata gue membela diri. Pibi tersenyum sinis. "Tapi cocok! Sikap lo kayak p*****r!" Shit, dia mulai lagi! "Gue bukan p*****r lo!" bentak gue spontan. Tapi saat melihat tatapan iblisnya, gue jadi agak gemetar. "Maaf Pibi, gue gak ada maksud bentak lo. " Pibi menatap gue tajam. "Jadi lo lebih suka jadi p*****r dia?" cerca Pibi sambil menunjuk Abang. Abang mengepalkan tangannya, sepertinya dia sedang berusaha menahan emosinya. "Gue bukan p*****r siapa~siapa. Apalagi dia ini Abang gue!" Pibi mendengus kasar. "Abang! Abang! Jijik gue dengarnya." "Urusan apa sama kamu?" Abang mulai menggertak. Aduh, gue jadi khawatir. Takut mereka berantem "Urusan gue juga, dia jongos gue, dia dibilang p*****r gue kan? Kalau lo apanya dia?" Baru saja gue mau ngomong 'dia abang gue' , eh si Abang menjawab dengan tegas, "Dia pacar gue, tunangan gue." GUBRAK!! Gue langsung terjatuh ke lantai. Gue mendongak dan menatap Abang seakan tak percaya telinga gue masih normal. "Gue gak percaya! Gue gak mau percaya!" teriak Pibi gusar. Abang memandang dengan dingin. "Terserah lo percaya atau enggak." Abang mengulurkan tangan ke gue. Dia membantu gue berdiri, kemudian menggandeng gue meninggalkan tempat ini. Dari balik punggung, gue merasa tatapan tajam Pibi yang seakan ingin mencincang gue! *** Sengaja gue masuk ke kamar saat larut malam, biar tak sempat bertemu dengan Pibi dalam keadaan sadar. Semoga saja dia sudah tidur! Tapi, mengapa dia tidak ada? Biarlah, mending gue bergegas tidur. Tanpa sikat gigi dan mencuci muka, gue memanjat naik ke ranjang gue yang berada di tingkat atas. Ups! Hampir gue terjatuh karena terlalu tergesa saat memanjat keatas. Untung aja ada satu tangan yang terulur dari atas menangkap lengan gue . "Thanks, bro," kata gue spontan. Kemudian gue menyadari sesuatu. Itu tangan terulur dari atas, berarti orang itu ada di ranjang gue! Tengah gue asik bengong, tangan itu menarik tubuh gue keatas hingga gue mendarat di kasur dengan kasar. "Pibi!! Ngapain lo disini?!" teriak gue gusar. Pibi segera menindih dan membekap mulut gue dengan kencang. "Diem, lo! Pengin mancing orang datang kemari? Gue perkosa lo, sekalian!" Wajah gue memucat mendengar ucapannya. Apa~apaan sih dia? Katanya benci cowok m**o, terus mengapa dia mengancam mau memperkosa gue dan mengatakan gue pelacurnya?! Pibi melepaskan tangannya dari mulut gue. Dia menatap gue yang sejak tadi ditindihnya dengan pandangan yang sulit gue mengerti. Apa dia masih marah gegara tulisan itu? "Pibi, gue sumpah! Kertas itu bukan gue yang bikin. Gue gak ada niatan untuk fitnah lo!" Pibi tersenyum sinis. "Gue tau." "Kalau lo udah tau kenapa lo marah ama gue? Terus siapa yang laknat fitnah gue kayak gitu?! Biar gue kebiri tuh anak!" Gue memasang aksi marah akut sampai pakai acara meniru ancaman kebiri yang sering dikeluarin cowok pshyco ini. Lho, mengapa muka Pibi berubah masam? Dan mengapa pula dia memegang pusakanya dengan penuh protektif? "Awas lo kalau berani!" kata Pibi ketus. "Berani apa?" tanya gue bingung. "Ngebiri gue!" "Lah ngapain gue ngebiri el... Ohmaigod! Lo yang bikin tulisan itu? Elo?!!" pekik gue kaget. Pibi diam saja, tapi tak membantahnya. Dengan kesal gue mendesah dan meniup poni gue. Pibi sontak memperhatikan gue dengan intens. "Kenapa lo ngelakuin itu, Pibi? Gue jadi gagal paham ama elo!" "Gue tau ‘What The Hell’ itu mau ngerebut lo dari gue. Dia pengin sekamar sama elo kan?! Gue gak akan biarin itu! Elo, gue jadiin p*****r gue biar gak bisa kabur dari sini!" WHAT THE HELL? Abang Helga kah yang dimaksud? Lalu dia tau darimana rencana Abang yang ingin membebaskan gue dari jeratan tirannya? "Jadi elo yang minta Pak Kuncung supaya menolak permintaan Abang!!" "Benar," sahut Pibi tanpa sungkan. Gue menghela napas panjang untuk menyembunyikan kejengkelan gue. "Mengapa lo tak melepas gue, Pibi? Lo benci gue, kan?" Sesaat Pibi terdiam seakan bingung akan menjawab apa. Akhirnya dia menjawab dengan ketus, “karena lo itu jongos gue! Sekarang tambah, lo itu p*****r gue." "Gue gak ngerti! Lo benci gue bahkan lo tega ngebully gue. Tapi kenapa lo memperlakukan gue seperti ini?" Pibi memandang gue galau. Lalu dari posisi menindih gue, dia beringsut membaringkan tubuhnya disebelah gue. Sambil melihat platfon kamar, dia menjawab, “Gue gak akan ngebully lo lagi asal lo nurut ama gue. Juga, tak boleh berpaling dari gue!" Idih, mengajak baikan ceritanya? Tengsin amat sih menjadi orang! "Kita baikan, ya?" tanya gue menegaskan. "Bawel! Gak usah dibahas lagi!" rajuknya kesal. Gue terkekeh geli melihat responnya. Ternyata dibalik sikap kejamnya, Pibi punya sisi manis juga. "Jongos!" "Aye, Tuan Besar Pibi!" sahut gue kocak. "Peluk gue.." "Hah?! Lo gak serius, kan? Lo beneran mau tidur disini? Sempit, ah! Udah gitu, ntar kalau ranjang ambruk gimana.." Mendadak Pibi menjitak kepala gue. "Brisik banget sih, elo! Suka~suka gue mau tidur dimana! Lo itu jongos gue, bukan majikan gue. Lo enggak berhak nentuin gue mau tidur dimana!" Masa gue mesti mengalah? Dan harus merelakan ranjang gue dijajah si Batu ini?! "Ya udah deh, gue pindah ranjang bawah." Baru gue bergerak bangun, si Pibi sudah menarik gue hingga gue jatuh menimpa tubuhnya. "Lo jadi selimut hidup gue. Peluk gue, Jongos!" Haiyaa! Aneh-aneh aja permintaan si pshyco ini! Dengan terpaksa gue memeluknya, sesaat gue rasakan tubuhnya jadi kaku. Sepertinya dia tak pernah dipeluk orang. Masa ortunya tak pernah memeluknya? Kasihan dia. Gue sama Mama saja sering sekali berpelukan mesra. Entah karena iba atau apa, gue memeluknya dengan sepenuh hati. Bahkan gue mengelus lengannya supaya dia rileks. Tubuh Pibi jadi tak kaku lagi, dia mulai bersikap nyantai. Lama kelamaan gue jadi mengantuk, gue menguap lebar. "Boy.." "Hmmm?" "Lo jorok ya. Lo belum sikat gigi dan cuci muka, kan?" Spontan gue menutup mulut gegara hinaan itu. Pibi melihat gue dengan pandangan geli. Lalu dia menowel dagu gue. "Sikat gigi sono! Trus balik sini, gue butuh selimut hidup gue." Secepat kilat gue bangun dan turun dari kasur gue. "Hati~hati! Lo mau bikin selimut hidup gue rusak?!" omelnya nyinyir. Selimut hidup? Gue kah yang dimaksud? Ah, gue betul~betul gagal paham pemikiran Pibi! *** "Boy!!" panggil Culun. Gue memperlambat jalan gue sehingga dia bisa mensejajarkan diri dengan langkah gue. "Lo mau kemana?" "Bersih~ bersih taman Pibi." "Ow, lo balik jadi jongosnya?" "Yoi! Gue gak ngerti apa gue mesti bahagia atau sedih gara~gara ini!" "Setidaknya dia gak ngebully lo lagi," kata Ahlun sambil nyengir. "Lo tau anak~anak pada heboh ngomongin elo?" "Haizzzz, kenapa lagi gue?" gerutu gue. "Lo gak sadar diri, apa?! Gegara lo, ada dua cowok yang dulunya anti m**o sekarang justru ngerebutin lo!" Ck, masalah itu lagi! "Kalian salah paham. Pibi begitu gegara dia gak rela kehilangan jongosnya yang berguna ini. Kalau Abang, dia itu Abang angkat gue! Dia begitu untuk ngelindungin gue." "Tapi sikap kalian mesra, gak kayak kakak adik lho," komen Ahlun sambil memandang gue curiga. "Mesra apaan? Dia itu manggil nyokap gue aja Mama. Dulu dia pernah ikutan nyusu ke nyokap gue." "Ow, jadi kalian saudara sesusu?" Gue terkikik mendengar istilah Ahlun. "Saudara sesusu? Yupp, boleh juga istilah lo!" Begitu sampai di taman rahasia Pibi, gue mulai bersih~bersih. Tak banyak yang harus gue kerjakan. Sepertinya sudah ada yang khusus merawat taman ini. Gue hanya perlu menyapu beberapa daun yang jatuh berguguran terus merapikan dan membersihkan ranjang ayunan si Pibi. Selesai sudah tugas gue. Dan lagi~lagi gue tergoda untuk tiduran di ranjang ayun milik Pibi. Ah, tak masalah kali, mumpung Pibi tidak ada. Gue cuma ingin tiduran sebentar. Gue pun naik ke ranjang ayun itu dan merebahkan diri didalamnya. Hmm, nyaman sekali, apalagi ada semilir angin seperti ini. Gue jadi mengantuk. Saat gue nyaris tertidur, gue menyadari kehadirin seseorang. Pibi, kah, itu? Gawat!! Gue pura~pura tertidur supaya dia tak menendang gue keluar dari ranjangnya. Eits, mengapa dia malah ikut naik ke ranjang ini? Dia menggeser tubuh gue sehingga dia bisa ikut merebahkan tubuhnya di ranjang ayun ini. Kemudian dia memeluk gue erat. Jantung gue sontak berdetak liar, entah mengapa gue merasa dia melihat wajah gue melulu. Karena penasaran gue membuka mata sedikit untuk mengintip. OMG! Sambil memejamkan mata dan bibir agak dimonyongkan, Pibi mendekati bibir gue! Apa dia berniat mencium gue?! Mana boleh dia mencuri first kisss gue?! "Argghhh!" spontan gue menjerit sambil beranjak bangun. Jleb! Karena gerakan gue, justru bibir kami jadi menempel dengan eratnya! Pibi memandang gue dengan terkejut! Apalagi gue .... Huaaaaaa! Bibir gue sudah tak perawan, dan oknum yang menyebabkan tragedi itu adalah cowok yang gue benci! Saking syoknya, kami diam terpaku dan tak kunjung melepas bibir kami yang masih menempel erat. Gue yang tersadar duluan dan segera mendorong tubuh Pibi. "Kenapa lo mencuri first kiss gue?!" bentak gue marah. Dia terkejut mendengar ucapan gue, kemudian memandang gue aneh. "Apa?! Kan elo yang nyosor duluan." Pibi justru menyalahkan gue. "Gue enggak nyosor! gue berusaha menghindar. Elo yang tadi kayak mau nyium gue, gaya lo seperti ini tadi ...." Gue mempraktekkan gaya Pibi tadi. Gue memejamkan mata, lalu gue memonyongkan bibir gue sambil mendekati bibirnya. Cup. Jiahhhhh!! Kenapa Pibi malah mengecup bibir gue?! Wajah gue membeku seketika. "Tadinya gue cuma mau cium pipi elo, tapi elo sendiri yang inisiatif nyosor gue. Jadilah kita ciuman bibir. Bukan salah gue, kan?" "Gue enggak nyosor! Gue justru mau menghindari elo!" bantah gue. "Menghindar kok malah ngedekat kearah bibir gue, modus ya?!" tuduh Pibi. Iya juga sih, mengapa gue b**o banget melakukan itu? Gue grogi berat, sih! "Lo yang merawani bibir gue Boy, lo mesti tanggung jawab!" tuntut Pibi. "Tanggung jawab??" "Iya. Sekarang selain jadi jongos gue, lo p*****r gue, lo milik gue! Awas kalau lo berani dekat ama cowok lain!" Gue ternganga, apa gue tak salah dengar? "Pibi , lo kan benci cowok m**o? Kenapa lo sekarang seperti ini?" tanya gue bingung. Pibi memandang gue dengan tatapan frustasi. "Dulu gue benci banget cowok m**o! Tapi sejak lo hadir di hidup gue, lo udah bikin perasaan gue berantakan! Dalam waktu singkat, lo ngebikin orientasi seksual gue berbalik arah! Sekarang gue ikutan jadi menjijikkan kayak mereka itu. Sebenarnya gue berat menerima ini, tapi gue juga gak sanggup kehilangan elo, Banci." Yang didepan gue sekarang bukan lagi figur cowok pshyco yang ditakuti orang. Pibi berubah mirip cowok polos yang tengah galau berat mengeluhkan kerisauannya. Gue bingung, sebenarnya gue iba mengetahui perasaannya yang sedang galau akut seperti ini. Tapi tak mungkin, kan, gue membongkar identitas kelamin gue untuk membuktikan bahwa dia tetap cowok normal? Maaf Pibi. Untuk sementara biarlah elo mengira diri lo m**o, menjijikkan, gak normal. Sekali lagi maaf.. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN