"Dari mana kamu?"
Axel, atau Ayahnya Raja itu bertanya kala laki - laki tampan tinggi yang memiliki kulit berwarna putih pucat itu memasuki rumah yang ber-desain eropa.
"Dari rumah teman, Pah."
Jawab Raja, bukannya ia membohongi Ayah angkatnya itu. Namun Raja hanya tidak ingin banyak pertanyaan saja. Axel selalu membatasi pergerakan Raja tanpa alasan. Bahkan untuk sekadar pergi ke kantor.
Raja tidak pernah lupa bagaimana 17 tahun yang lalu Axel menjemputnya dari panti asuhan. Sejak saat itu Axel memberikan aturan, bahwa Raja tidak diperbolehkan mendekat ke arah panti asuhan itu.
Raja hanya boleh pergi ke sekolah dan ikut Ayahnya berkumpul dengan keluarga besarnya.
Axel terlihat sangat mencintainya, namun tidak dengan Lysa, Adik angkatnya dan Rieka, Mamah angkatnya. Mereka terlihat tidak menyukainya. Karen Axel terlihat lebih perhatian padanya, ketimbang pada kedua perempuan itu.
Dan sekarang, Raja sudah dewasa. Ia ditunjuk Axel untuk menjadi pewaris utama perusahaannya. Meski Rieka tidak menyutujuinya, dia ingin Lysa yang kelak menggantikan Axel. Bukan Raja yang hanya sebagai anak yang diangkat dari panti asuhan.
"Papah sudah bilang, jangan pergi ke mana pun kalau enggak ada ijin dari Papah!"
Tegas Axel lagi, menghadirkan anggukan patuh dari Raja. Ia melirik Lysa dan Rieka yang menatapnya sinis. Namun meski kedua perempuan itu sangat membencinya, mereka tidak pernah berani berbuat apa pun. Di rumah besar itu, Axel lah polisinya. Jadi, tidak ada siapa pun yang berani membantah.
"Ya sudah, kamu ke kamar." Perintah Axel, dan Raja pun segera menaiki anak tangga satu-persatu sambil kembali melirik ke arah Lysa, perempuan 20 tahun yang selalu Raja anggap Adiknya sendiri. Raja sangat menyayanginya, namun sayang, Lysa tidak pernah sekalipun memanggilnya dengan panggilan 'Kakak'.
Kembali menatap lurus ke arah tangga, Raja pun melanjutkan langkahnya.
Sesampainya di kamar, Raja menjatuhkan dirinya ke atas Ranjang. Mengingat kembali pertemuannya dengan Ibu kandungnya. Rima adalah perempuan yang telah melahirkannya. Setidaknya itu informasi yang pernah ia baca, beberapa bulan yang lalu.
Raja juga bertanya kenapa sampai Rima menyimpannya di panti itu. Dan Rima pun menceritakan semuanya. Raja merasa sedih, karena Ibunya mengalami hal sepahit itu.
Raja bersumpah akan menemukan siapa Ayah kandungnya, dan bertanya banyak pada laki - laki yang tidak bertanggung jawab itu.
Tapi untuk saat ini, Raja hanya bisa diam untuk sesaat. Bagaimana pun ia tetap bersyukur, karena keluarga Navendra telah membesarkannya dengan segala fasilitas yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Namun ...
Laja ... jangan tinggalin aku. Laja janjikan bakal kembali lagi ....
Gadis yang tujuh belas tahun yang lalu ia tinggalkan di panti asuhan. Gadis kecil berumur 3 tahun yang sampai saat ini tidak pernah ia temukan keberadaannya.
Gadis itu selalu Raja asuh, karena mereka memiliki nasib yang sama. Gadis kecil yang entah siapa namanya itu, memang disembunyikan oleh pihak panti. Dia dijemput oleh seorang laki-laki dewasa ketika Raja seminggu sebelum dijemput oleh keluarga Navendra.
"Andai saja kita ketemu ...."
Raja menatap photo gadis berumur tiga tahun yang tampak usang itu. Ia diam - diam mencurinya di panti, kala pengurus panti sedang tidak ada. Dan saat ini photo itu ia laminating biar tetap awet.
Tok! Tok! Tok!
Sebuah ketukan dari luar, membuatnya mengerjap.
"Iya!"
"Kata Papah makan malam! Lo kenapa sih kalau makan meski dipanggil mulu?"
Raja tersenyum, dia Lysa, gadis itu memang selalu ketus jika berhadapan dengannya.
Turun dari atas ranjang, membuka pintu. "Ok, aku ke sana."
Lysa terlihat meneliti penampilan Raja, membuat Raja menaikan sebelah alisnya penuh tanya. Terlihat kesal tanpa alasan, Lysa berdecak lalu pergi.
Membuat Raja hanya menghembuskan napas lelah. Entah sampai kapan Lysa akan membencinya seperti itu. Tapi yang jelas, Raja tetap menyayanginya.
***
"Papah!"
Ratu memeluk Gara, atau Ayahnya yang baru datang dari Amerika. Gara pun membalas memeluknya erat, "Duh, anak papah tambah cantik aja."
Ratu terkekeh, "Papah lama banget?" Rengeknya, membuat Gara mencium keningnya lembut. "Papah ada oleh-oleh buat kamu, ayok."
Gara mengajak Ratu duduk di kursi, "Mana Dewa?"
Ratu melirik ke atas, "Dia lagi ngelukis. Enggak tau deh, siapa yang dia lukis." Kekeh Ratu diakhir kalimatnya.
Gara tersenyum saja, "Ngelukis cewek kali!"
Tante Anggia dan Om Langit menuruni tangga, "Waduh, orang Amerika baru datang, kirain gak bakal balik."
Ledek Langit, membuat Gara terkekeh dan memeluknya sekilas, kemudian berpindah memeluk Anggia.
"Makasih udah jagain Ratu."
Langit dan Anggia saling melirik, "Kita seneng, ko, Ratu di sini. Jadi ada yang jagain Dewa. Lo tau lah, gimana pendiemnya dia. Kami kadang bingung, dia sukanya diem di kamar terus."
Ungkap Langit lagi, mereka bertiga mengobrol sampai malam. Lalu perlahan masing - masing meninggalkan ruang tamu itu, menuju kamarnya masing-masing.
Sebelum ke kamarnya, Ratu mengintip Dewa, namun sialnya malah tertangkap basah.
"Ngapain lo!" Bentaknya ketus, Ratu terkekeh. Ia pun masuk, "Bokap gue dateng, lo malah asik ngelukis di sini."
Dewa segera menutup kanvasnya dengan kain. "Nanti gue temuin deh, tadi kagok soalnya."
Ratu mengangguk, "Eh, lo jangan bilang Papah, ya. Kalau gue, pernah ...."
Dewa mengusap kepalanya, "Lo tenang aja, gue sama Mamah, dan Papah udah janji bakal jaga rahasia ini. Om Gara gak akan tau kalau lo pernah hamil."
Ratu memeluk Dewa haru, "Duh, adik gue yang ganteng banget," kekehnya, membuat Dewa mengusap kepalanya.
"Mending lo istirahat, gue mau belajar." Ratu mengangguk, ia pun segera ke luar meninggalkan Dewa.
Menarik napas lega, Ratu berjalan ke arah kamarnya. Namun sebelum itu, dia menghentikan langkahnya kala mendengarkan pembicaraan orang dewasa di ruang kamarnya Om Langit.
"Ratu sudah besar, mungkin sudah saatnya kalau kita kasih tahu kebenarannya."
"Gue rasa gak perlu, Ratu enggak akan inget juga."
"Dia bakal sakit hati, kalau mendengar ini dari orang lain, Gar. Lebih baik kita bilang aja ke dia, tentang siapa dia sebenarnya. Lalu lo segera cari pendamping, emang lo masih belum move on dari istri gue?"
"Sialan! Gue udah move on. Cuma gue masih bingung aja. Di usia gue yang udah tua kaya gini, emang bakal ada cewek yang mau?"
"Pasti ada."
"Jadi kapan lo bakal ngasih tau kalau Ratu itu bukan anak lo?"
Apa!
Ratu berjalan semakin mendekat ke arah pintu.
"Kayanya besok aja. Gue bakal bilang, kalau Ratu bukan anak gue. Ini udah lama banget, tapi gue rasa Ratu perlu tahu. Kalau dia anak panti yang gue adopsi! Mudah - mudahan dia enggak marah sama gue."
Ratu mematung dan mengepal eratkan kedua tangannya.
Tidak apa-apa Papah. Ratu udah bahagia, punya seorang Ayah seperti Papah.
Terima kasih Papah.
Ratu segera pergi dengan mengusap airmatanya.