"Saya mau dia dikeluarkan dari Navendra Corp!"
Seorang perempuan dengan berpakaian setelan jas berwarna hitam disebuah ruangan. Dia bicara dengan bersidekap d**a membelakangi seorang laki-laki setengah baya yang saat ini sedang berdiri dengan menunduk.
"Apa yang dia lakukan di Andreas?" ujar si perempuan itu lagi.
"Dia ditugaskan Pak Axel untuk mengerjakan projek baru, bersama karyawan desain yang bernama Ratu," jawab lelaki itu.
"Baik, awasi selalu pergerakannya. Selalu laporkan apa saja yang ia lakukan di sana."
"Baik, Bu,"
Perempuan yang dipanggil Ibu itu mengangguk, "Oh, ya. Saya dengar, kalau anak kamu akan masuk sebuah universitas?"
"Benar sekali Bu?"
Perempua itu berjalan ke arah meja kerjanya, dan mengambil sebuah amplop di dalam lacinya, "Tugas ini tidaklah susah, tapi kamu akan membutuhkan banyak bantuanku agar anakmu bisa masuk ke universitas dengan tenang."
Laki-laki setengah baya itu, perlahan menganggkat tatapannya, "Maksud Ibu?"
"Saya hanya meminta bantuan sedikit, kamu sudah bertahun-tahun kerja di sini sebagai orang kepercayaan Axel." Perempuan itu mendekat dan memberikan amplop itu ketangannya si laki-laki setengah baya itu. "Kamu hanya perlu membatalkan setiap kontrak yang ada hubungannya dengan Raja, buat dia tidak beguna di Navendra. Hingga Axel lambat laun akan mengeluarkannya tanpa hormat seperti sampah. Seperti ia berada di panti asuhan dulu."
Laki-laki itu menunduk dengan helaan napas amat bingung. Membuat perempua itu menatapnya tidak suka.
"Bayangkan sama kamu, sekarang ini biaya masuk ke universitas tidaklah mudah. Anakmu akan tersenyum bahagia, karena tahu ayahnya sekeren kamu. Bisa memberikan segala kebutuhannya. Dan menempatkannya di kampus terbaik, di Indonesia. Bagaimana?"
Laki-laki itu masih terdiam, namun wajahnya menyiratkan bahwa apa yang ditawarkan perempuan itu memanglah sangat menarik.
"Bagaimana?"
Uang adalah segalanya, anaknya harus menjadi orang sukses. Jangan menjadi dirinya yang selalu disuruh - suruh orang lain. Harapannya adalah anaknya, biarlah saat ini ia mengalami pase kehidupan yang tidak menyenangkan. Tapi anaknya kelak, pasti akan menjadi orang sukses melebihi dirinya.
"Baik, Bu. Terima kasih," ia mengangguk dengan patuh, menerima uang itu dengan perasaan tak menentu.
***
"Maafin Papah baru bisa bilang ini, sayang," Gara memeluk sang puteri kesayangannya itu. Gadis yang ia adopsi di panti asuhan tujuh belas tahun yang lalu.
"Kenapa Papa harus minta maaf? Papah gak salah. Papa udah kasih Ratu kehidupan yang layak. Gak ada lagi orang yang sebaik Papah, yang mau ngasih Ratu segalanya. Padahal, Ratu bukan siapa-siapa Papah."
Gara perlahan melepaskan pelukannya, "Kamu anak Papah, jangan pernah kamu ngomong kalau kamu bukan siapa-siapa Papah."
"Iya, Pah. Terima kasih. Tapi Ratu mau lihat di mana panti asuhannya. Ratu mau lihat, siapa aja orang yang udah rawat Ratu waktu kecil?"
Gara mengangguk, tangannya mengusap kepala Ratu dengan lembut,"Sebelum Papa berangkat ke Amerika lagi, kita ke sana ya?"
Ratu mengangguk, "Terima kasih, Pah."
***
Ratu berdiri di depan sebuah bangunan yang bernama 'Yayasan cinta kasih'. Kedua kakinya seolah berat untuk melangkah. Ada rasa perih yang tiba-tiba hadir, ada rasa rindu yang entah pada siapa tercipta.
"Assalamualaikum, Kakak cantik. Mau cari siapa?" seorang anak laki-laki berumur sepuluh tahun menghampiri.
Ratu tersenyum, "Waalaikum salam, saya mau bertemu dengan pemilik panti ini."
Anak itu meraih tangannya Ratu, "Mari saya antar Kakak." Menarik pelan memasuki bangunan sederhana yang terlihat asri itu. Ratu mengikuti dengan menatap bunga-bunga yang tertata rapi di sana.
Sampai ia menemukan sebuah kerumunan anak-anak kecil yang sedang makan dan saling berbagi. Mereka terlihat saling menyayangi satu sama lain. Hingga membuat langkah Ratu terhenti dan menghampiri.
Membuat anak laki-laki berumur sepuluh tahun itu ikut terhenti. Ia membiarkan Ratu mendekat dan duduk bergabung dengan anak-anak itu. Menghadirkan tatapan penuh tanya dari mereka.
"Kakak cantik mau ikut makan bersama kami?" Tanya salah satu diantara mereka. Membuat Ratu menggeleng kecil dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.
"Terus Kakak mau ngapain ke sini? Kakak sudah makan?"
Ratu kembali menggeleng, dalam hati ia kagum pada bagaimana cara pengurus panti itu mendidiknya. Mereka tumbuh menjadi anak-anak yang baik dan saling menyayangi satu sama lain."
Karena Ratu terus saja menggeleng, maka para anak-anak itu pun kembali makan dengan lahap. Hanya ada nasi dan satu tahu disetiap piringnya. Namun mereka terlihat amat bahagia, dan bersyukur.
Apakah Ratu dulu seperti itu? seperti apa Ratu dulu di sana, apakah seperti anak-anak ini yang terlihat kelaparan dan memilukan.
Tanpa terasa, perlahan tangan gadis itu terulur dan mengusap puncak kepalanya salah satu anak yang jaraknya dekat dengannya.
Apakah kamu lapar? siapa orang tuamu?
Rasa sesak yang terasa menyayat, membuat airmatanya perlahan luruh.
Betapa ia sangat bersyukur karena telah dipertemukan dengan Ayahnya. Ia bahkan tidak pernah kekurangan apa pun. Gadis itu terengar tersedu pelan, membuat anak yang jaraknya dekat dengannya menatap penuh tanya.
"Kakak kenapa? Kakak baik-baik aja kan?"
Sadar menjadi perhatian anak-anak itu. Ratu mengusap kedua matanya dengan cepat, perahan bangun dan meninggalkan mereka.
***
"Kak Raja!" Seorang anak laki-laki berumur sepuluh tahun menghampiri Raja diambang pintu sebuah panti asuhan. Ia terlihat semringah dengan kedua matanya yang berbinar bahagia.
Raja membalas pelukan itu, "Kamu apa kabar hem?"
"Angga baik-baik aja Kak, seneng banget bisa ketemu Kakak lagi." Perlahan ia terlihat mengurai pelukannya.
Menatap apa yang dibawa Raja, "Kakak bawa apa? Itu banyak banget,"
Dia memeriksa kantong plastik berukuran besar dengan isinya yang penuh. Raja memang selalu ke sana hampir setiap minggu. Memberikan makanan dan pakaian.
"Wah! Kakak baik sekali, terima kasih."
Raja hanya tersenyum dengan mengusap puncak kepala anak laki-laki itu.
Melihat bagaimana cerianya anak itu, hanya karena sebuah makanan dan pakaian sederhana.
"Kakak tau gak?" Dia mengajak Raja masuk ke dalam dengan barang bawaannya.
"Tadi ada Kakak cantik ke sini," ujarnya.
"Oya, dia mau ngapain ke sini?"
"Angga tidak tahu, tapi dia nangis dan ngobrol sama Bu Dharma."
Raja menghentikan langkahnya, "Dia nangis?"
"Iya Kak, kaya yang sedih gitu,"
Raja sejenak terlihat berpikir, "Ayok, makanannya segera dibuka. Kalau udah dingin gak enak."
Angga mengikuti, dan Raja malah berjalan ke arah luar. Ingin melihat taman yang biasa ia kunjungi dengan gadis kecilnya dulu di sana.
Tidak pernah ia lupakan bagaimana lucunya gadis kecil itu. Kala sedang bermain di taman itu.
Kamu di mana?
Bertanya dalam hati, pada angin yang berhembus. Memejamkan kedua matanya erat, seolah dengan begitu ia bisa bertemu dengan gadisnya itu.
Kala suara tawa kecil seorang anak perempuan yang sepertinya sedang bermain dengan seseorang. Membuat kedua matanya perlahan terbuka.
Ia terdiam, kala melihat seorang perempuan berambut sebahu tengah memeluk anak kecil itu dengan riang.
Mengajak gadis itu bermain ayunan dan mengusap puncak kepalanya dengan lembut sekali.
Seorang perempuan yang membelakanginya.
Perempuan yang tidak pernah ke sana sebelumnya. Namun anehnya membuat kedua bibir laki-laki itu tersenyum.
Ia Perlahan melangkah mendekat, kala gadis itu pun memutar diri, memperlihatkan identitas yang sebenarnya.
Membuat Raja mematung dengan apa yang sedang ia lihat.
Dia ...