Bab 7. Keras Kepala

1057 Kata
“Ah, kamu sudah bangun? Sean, kenapa tidak memberitahu mama?” ujar mama Sean yang baru saja masuk ke dalam ruangan tersebut dengan sosok lelaki berjas yang tampak sangat berwibawa. Siapa lagi kalau bukan papa Sean.   “Baru,” balas Sean cuek. Namun, tentu saja ia tidak berbohong bukan?  “Ah begitu, halo… namamu Yuri bukan?” tanya mama Sean pada Yuri yang menatapnya dengan dahi mengernyit bingung.   “Bibi siapa? Kenapa bisa mengetahui nama Yuri?” tanya balik Yuri yang bingung. Sebenarnya, siapa perempuan yang kini tengah berada di hadapannya?—Pikir Yuri.   “Ah, bibi adalah orang yang telah kamu selamatkan tadi pada waktu menyebrang. Apa Yuri tidak ingat?” Jawab dan tanya balik mama Sean pada Yuri.   “Ah Yuri mengingatnya,” jawab Yuri yang baru teringat akan wanita yang telah ia selamatkan tadi.   “Terima kasih banyak ya sudah menolong istri saya dan mengorbankan dirimu sendiri seperti ini,” ujar papa Sean dengan senyum simpul miliknya.   “Iya paman. Ngomong-ngomong kenapa Nii-chan ada di sini?” tanya Yuri menatap Sean heran.   “Nii-chan?” tanya balik mama Sean mengernyitkan dahinya.   “A-ah maksudku kak Sean,” koreksi Yuri dengan kikuk. Mama Sean terkekeh saat mendengar koreksi Yuri. Bukannya ia tidak mengetahui artinya, hanya saja panggilan ‘Nii-chan’ adalah yang paling akrab dan dekat. Bisa dibilang seperti kita memanggil saudara kandung kita sendiri.   “Ah, bukankah tadi Yuri sempat mendengar? Kak Sean merupakan putra tunggal bibi,” ujar mama Sean yang membuat Yuri sedikit tersentak.   “Oh?! Kak Sean ternyata anak dari bibi ini ya?” tanya Yuri memastikan pada Sean.   “Hm,” balas Sean tidak peduli.   “Kalau Yuri sendiri, mama sama papanya mana? Bibi ingin meminta maaf atas apa yang telah bibi perbuat terhadapmu,” tanya mama Sean pada Yuri.   “Kalau Okaasan dan Otousan, Yuri tidak mengetahuinya bibi. Sudah lama aku tidak melihat mereka. Keberadaannya pun masih tidak diketahui oleh Yuri,” jawab Yuri tersenyum sedih saat mengatakannya.   “Maksud Yuri?” tanya mama Sean yang belum paham.   “Ah, begini tante. Dahulu Yuri sebenarnya tinggal di negara Jepang. Namun karena suatu hal, Yuri harus dikirim ke sini bersama dengan nenek,” jawab Yuri memperjelas namun masih tetap tidak dimengerti oleh mama Sean.   “Jadi Yuri dikirim oleh mama dan papa kemari untuk tinggal bersama dengan nenek ya?” tanya mama Sean mengoreksi.   “Yuri tidak dikirim oleh Okaasan dan Otousan bibi. Yuri dikirim oleh kerabat Yuri di sana,” jawab Yuri dengan cengiran kecil yang terhias di wajah cantik itu.   “Mengapa tidak mama dan papa Yuri yang mengirim?”   “Karena mereka berdua tengah dibunuh oleh mereka. Jadi, kerabat Yuri langsung mengirim Yuri ke rumah nenek. Kerabat Yuri juga sudah dibunuh waktu di bandara saat itu. Jadi, hanya Yuri yang bisa sampai ke negara ini,” jawab Yuri yang membuat ketiganya tercengang. Mereka tidak menyangka bahwa Yuri ternyata telah melewati cobaan yang begitu berat seperti itu.   “A-ah, itu artinya sekarang Yuri masih tinggal bersama nenek bukan? Rumah Yuri dimana? Apa bibi bisa menemui dan menjemput nenek Yuri untuk datang kemari?” tanya mama Sean agak kikuk. Pasalnya, ia merasa tidak enak hati karena telah menanyakan hal-hal seperti itu pada Yuri.   “Nenek Yuri tidak ada di rumah, melainkan berasa di suatu tempat. Bibi tidak bisa menjemputnya, namun bibi bisa berbicara dengannya. Bibir sungguh ingin menemui nenek?” jawab dan tanya Yuri yang sungguh membuat mama Sean benar-benar dibuat bingung saat ini.   “B-baiklah kalau begitu dimana alamatnya berada? Paman dan bibi akan ke sana sekarang juga.”   “Yuri tidak mengingatnya, namun Yuri bisa memberitahukan jalannya nanti,” jawab Yuri yang sontak membuat mama Sean menggelengkan kepalanya pertanda tidak setuju.   “Jangan, Yuri di sini saja bersama kaka Sean. Biarkan paman dan bibi saja yang ke sana.”   “Tapi bibi, Yuri benar-benar tidak mengetahui nama jalan bahkan alamatnya. Yuri hanya bisa mengingat jika Yuri melihat jalannya.”   “Akan tetapi kondisi Yuri masih sangat buruk. Bibi tidak ingin Yuri mejadi semakin sakit nantinya,” Ujar mama Sean yang tidak ingin kondisi Yuri semakin melemah.   “Lantas bagaimana bibi? Yuri tidak dapat mengingat, lagipula Yuri sudah lama tidak mengunjungi nenek,” balas Yuri dengan raut wajah sedih.   “B-baiklah kalau begitu bibi akan beritahu dokter terlebih dahulu untuk meminta izin agar Yuri dapat keluar dari rumah sakit,” ujar mama Sean pada akhirnya yang membuat Yuri sontak tersenyum sumringah.   “Terima kasih banyak bibi,” balas Yuri yang langsung menundukkan kepalanya guna menyampaikan rasa terima kasihnya.   “Sama-sama, kalau begitu kamu tunggu di sini sebentar bersama kak Sean ya… paman dan bibi akan mengurusnya terlebih dahulu.”   “Baik bibi,” balas Yuri yang masih bertahan dengan senyum sumringah miliknya.   Setelah itu, mama dan papa Sean pun berlalu keluar ruangan guna mencari dokter yang bertanggung jawab atas Yuri untuk meminta izin agar Yuri dapat keluar dari rumah sakit untuk sementara.   “Nii-Chan mengapa diam saja?” tanya Yuri pada Sean yang kini menatapnya dengan tajam.   “Keras kepala,” ujar Sean dengan mata memincing yang membuat Yuri menjadi sedikit kikuk.   “M-maafkan Yuri Nii-Chan, Yuri tidak akan seperti itu lagi,” balas Yuri dengan kepala yang kembali ia tundukkan.   “….” Sean tidak menanggapi apapun. Ia, hanya terus diam menatap Yuri dengan sorot matanya yang selalu seperti itu.   5 menit kemudian...   Keduanya tampak hening, masih tak membuka suara lebih dulu. Akhirnya, Yuri yang tak enak hati pun lantas mendongak guna menatap Sean yang kebetulan juga tengah menatap dirinya dengan lekat.   “Nii-Chan, mengapa tidak berbicara?” tanya Yuri hati-hati.   “Apa?” tanya Sean balik yang membuat dahi Yuri sontak mengerutkan dahinya bingung.   “Nii-Chan, Yuri sedang bertanya. Akan tetapi kenapa Nii-Chan balik bertanya pada Yuri?”   “Hm.”   “Aku tidak mengerti. Apa Nii-Chan bisa berbicara lebih dari satu atau dua kata?” tanya Yuri yang terkadang tidak mengerti perihal ucapan Sean yang terbilang sangatlah singkat.   “Hm.”   “B-baiklah kalau begitu apa Nii-Chan menjawab pertanyaan Yuri yang tadi?”   “Apa?” tanya Sean dengan menaikkan sebelah alisnya.   “Nii-Chan mengapa diam saja? Apa Nii-Chan masih marah pada Yuri? Bisakah Yuri meminta maaf?”   “Tidak,” Jawab Sean yang membuat raut wajah Yuri berubah seketika.   “Nii-Chan memang benar-benar sulit untuk berbicara lebih dari satu atau dua kata ya? Hm, baiklah kalau begitu....” Yuri kembali menunduk. Entah, namun tidak ada gairah dalam dirinya saat ini. Rasanya Yuri benar-benar ingin cepat menemui sang nenek untuk berbagi cerita.   Cklek...!   Pintu ruangan terbuka, menampakkan sosok mama dan papa Sean yang baru saja kembali. Mama Sean, tampak menampilkan senyum manisnya untuk Yuri yang tentu juga membalasnya.   “Maaf ya Yuri, bibi dan paman harus menunggu dokternya selesai praktek tadi, jadi agak lama. Tidak masalah kan?” tanya mama Sean dengan raut wajah sedihnya.   “Tidak apa-apa bibi, Yuri senang karena bisa berbincang sejenak dengan kak Sean,” jawab Yuri dengan senyum yang senantiasa terpatri di kedua sudut bibirnya.   “Benarkah dia berbincang dengan Yuri?” tanya mama Sean dengan kaget. Ya, tentu saja wanita paruh baya tersebut mengetahui watak sang anak yang sangat pendiam dan juga irit bicara.  ~~ Bersambung ~~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN