Mila melangkah menuju ruang makan, ia melihat asisten rumah tangganya yang tengah menyiapkan makanan di atas meja.
“Bi. Apa kemarin Rayana datang kesini untuk memberikan les privat kepada Randy?”
Wanita paruh baya yang bernama Bi Surti itu menganggukkan kepalanya.
“Apa Rayana berhasil membujuk Randy untuk ikut les privat dengannya?”
“Tidak, Nyonya. Den Randy malah meminta Bibi untuk mengusir Non Rayana dan memintanya untuk tidak datang lagi ke rumah ini. Maafkan saya, Nyonya,” ucap Bik Surti sambil membungkukkan tubuhnya.
Mila menghela nafas.
“Ini bukan salah Bibik. Saya yang salah, karena sudah gagal mendidik Randy menjadi anak yang baik. Sekarang dimana anak itu? kenapa sampai jam segini belum turun juga.”
Mila menarik salah satu kursi meja makan, lalu mendudukinya. Ia lalu mengambil nasi goreng dan dimasukkan ke dalam piring kosong yang ada di depannya.
Randy yang tengah melangkah menuju ruang makan, melihat mamanya yang sudah duduk di ruang makan itu.
“Pagi, Ma,” sapanya lalu menarik salah satu kursi yang ada di depan mamanya.
Mila menghentikan gerak tangannya. Ia lalu menatap Randy yang tengah mengambil nasi goreng.
“Ran, kenapa kamu menolak les privat yang Rayana tawarkan?”
Randy menelan makanan yang baru saja dikunyahnya.
“Aku gak butuh les privat, Ma. Les privat itu hanya untuk anak SD,” ucapnya lalu kembali memasukkan satu suap nasi goreng ke dalam mulutnya.
“Ran, Mama melakukan semua ini demi kebaikan kamu. Jadi Mama minta kamu mau les privat sama Rayana.”
Randy meletakkan sendok dan garpu yang ada di tangannya. Ia lalu mengambil segelas air putih lalu meneguknya.
Randy lalu beranjak dari duduknya.
“Aku berangkat dulu, Ma,” pamitnya lalu melangkah mendekat.
Randy lalu mencium punggung tangan mamanya.
“Ran, Mama gak mau tau. Kamu harus les privat sama Rayana. Mama gak mau sampai kamu tinggal kelas lagi tahun ini.”
Randy hanya diam.
“Aku berangkat,” ucapnya lalu melangkah keluar dari ruangan itu.
Mila menghela nafas.
“Ran, Mama melakukan semua ini hanya untuk kebaikan kamu. Mama tau, Mama selama ini gak ada waktu buat kamu. Tapi Mama melakukan semua ini untuk masa depan kamu. Mama ingin kamu tak kekurangan satu apapun, Sayang. Mama harap kamu mau memaafkan Mama.”
Bi Surti yang mendengar ucapan sang majikan merasa kasihan melihat majikannya itu.
Ia tau, kalau selama ini majikannya selalu pulang malam, bahkan sampai pernah tidak pulang, semua itu majikannya lakukan hanya untuk memberikan kehidupan yang layak untuk anak semata wayangnya.
Tapi, Mila tak tau, kalau bagi Randy, waktu dan kasih sayang dari sang mama lebih penting dari apapun.
Randy mengambil helm lalu memakainya. Ia lalu naik ke atas motor sport yang selalu menemani hari-harinya. Motor yang biasa dinaikinya sudah seperti teman baginya.
“Ok, kita berangkat sekarang sobat,” ucap Randy lalu mulai menstarter motornya dan mulai melajukannya keluar dari garasi.
Randy membawa motornya dengan kecepatan sedang. Ia tak ingin terburu-buru berangkat ke sekolah. Di depan ada lampu merah, hingga membuat Randy harus menghentikan laju motornya.
Randy mengernyitkan dahinya, saat melihat sosok yang dikenalnya.
“Bukannya itu si guru privat? Lagi ngapain dia disini?”
Rayana, Ran. Namanya Rayana. Astaga!
“Bukan urusan gue juga sih dia mau ngapain.”
Randy lalu kembali melajukan motornya saat lampu berubah warna hijau. Ia tak peduli dengan apa yang Rayana lakukan di tempat itu.
Sesampainya di parkiran sekolah, Randy bertemu dengan Riska, sang mantan kekasih.
Riska baru saja keluar dari mobilnya.
“Ran! Tunggu!” teriak Riska lalu bergegas mengejar Randy.
Randy menghela nafas panjang.
“Ada apa lagi? diantara kita sudah gak ada urusan lagi.”
“Ran, please. Kita kembali kayak dulu lagi ya? gue janji, gue gak akan bikin lo marah lagi,” pinta Riska sambil merangkul lengan Randy.
Randy melepaskan rangkulan tangan Riska.
“Sorry, Ris. Gue lagi gak mood buat pacaran. Lebih baik lo cari cowok lain yang bisa muasin lo,” ucapnya lalu melangkah pergi.
Tapi Riska tetap mengejar Randy.
“Ran, gue bisa kasih apa yang lo minta. Jadi please, maafin gue ya.”
Randy melihat Rio dan Satria, ia lalu memanggil kedua sahabatnya itu.
Rio dan Satria yang mendengar teriakan Randy, langsung menghentikan langkah mereka.
“Io, ngapain Randy jalan sama Riska? Mereka balikan lagi?” tanya Satria saat melihat Riska yang terus mepet sahabatnya itu.
Rio mengedikkan kedua bahunya.
“Mana gue tau.”
“Kalian balikan lagi?” tanya Satria saat Randy dan Riska sudah ada di depannya.
“Lo mau sama Riska, Sat? bukannya lo suka ama bongkahannya? Kalau lo mau ambil aja,” ucap Randy lalu melangkah pergi sambil merangkul bahu Rio.
Riska mengepalkan tangannya.
“Liat aja, Ran. Gue akan pastikan lo kembali sama gue!” teriaknya keras.
Satria hanya geleng kepala.
“Ris, memangnya buat lo gak ada cowok lain selain Randy? Randy udah nolak lo, tapi lo masih aja ngejar-ngejar dia.”
Riska mengangkat tangan kanannya, mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Satria.
“Itu bukan urusan lo! Lebih baik lo urus diri lo sendiri!” kesalnya lalu melangkah pergi.
“Dasar! Cantik-cantik kok murahan!” Satria lalu melihat kedua sahabatnya yang sudah jauh didepan.
“Woy! Tungguin gue dong! Sialan! Gue malah ditinggal!” umpat Satria lalu berlari mengejar kedua sahabatnya.
Rio, Randy, dan Satria memilih untuk nongkrong di kantin sekolah.
“Buk, teh hangat satu dong,” ucap Satria kepada Ibu pemilik kantin.
“Siap, Mas. Tunggu sebentar ya,” ucap Ibu pemilik kantin.
Rio menatap Randy yang tengah asik memakan tahu bakso yang ada di tangannya.
“Riska kenapa? dia minta balikan lagi sama lo?”
"Hem”
“Kenapa lo gak terima aja? lagian lo gak rugi juga. Justru lo bisa dapat kepuasan dari dia. Gue denger dari sahabat Riska, dia sampai sekarang masih mengharapkan lo. Dia juga menolak Si Tian demi lo.”
“Ini Mas teh hangatnya,” ucap gadis cantik sambil meletakkan segelas teh hangat di atas meja.
Satria dan Rio melihat ke arah gadis cantik itu.
“Lo pegawai baru disini? Gue baru pertama kali liat lo disini?” tanya Satria penasaran.
“Iya, Mas. Saya bantu-bantu Ibu disini. Kalau begitu saya permisi,” ucap gadis cantik itu lalu melangkah pergi.
“Cantik juga itu cewek.” Satria lalu mengambil segelas teh hangat yang ada di atas meja, lalu mulai menyeruputnya secara perlahan.
“Tumben lo pesen teh hangat? lo gak lagi sakitkan?” tanya Randy saat melihat Satria tengah menyeruput teh hangat itu.
“Kepala gue agak pusing, semalam gue gak bisa tidur nyenyak.”
“Nyokap lo kambuh lagi?” Rio mengambil tahu bakso lalu mulai memakannya.
“Hem.”
“Sat, sorry kalau kata-kata gue ini menyinggung perasaan lo. Tapi, bukannya lebih baik nyokap lo ... lo masukkan ke rumah sakit? siapa tau nyokap lo bisa sembuh,” ucap Rio dengan mulut penuh.
Satria menghela nafas.
“Gue gak tega. Apalagi nyokap gue gak setiap hari juga kambuhnya.”
“Tapi akhir-akhir ini sering kambuhkan? Nyokap lo bahkan hampir nyakitin lo.”
“Tapi gue gak punya duit buat ngebayar biaya rumah sakit. Bagaimanapun semua itu gak mungkin gratis ‘kan?”
“Gue bisa bantu lo,” ucap Randy lalu mengambil teh hangat milik Satria lalu meminumnya.
“Woy! Minuman gue lo embat juga!” Satria melihat Randy menghabiskan minumannya sampai tandas.
“Ran, lo serius dengan ucapan lo itu? lo mau bantu Satria untuk biaya rumah sakit nyokapnya?” tanya Rio sambil menatap Randy.
“Gue gak janji sih, tapi gue coba minta sama nyokap gue. Kalian kan tau duit nyokap gue banyak. Gue juga gak mungkin menghabiskan itu duit sendiri,” ucap Randy lalu beranjak dari duduknya dan melangkah pergi.
Rio dan Satria saling menatap satu sama lain.
“Anak sultan mah bebas,” ucap Rio lalu beranjak dari duduknya dan mengejar Randy.
“Buk! Kasbon dulu ya! nanti pulang sekolah saya bayar!” teriak Satria lalu beranjak dari duduknya dan bergegas mengejar kedua sahabatnya.
Sepulang sekolah, Randy langsung pulang ke rumahnya. Ia ingin menghabiskan waktunya di rumah saja.
“Bi, nanti makan siang aku tolong diantar ke kolam renang ya.”
“Siap, Den.”
Randy lalu melangkah menuju kolam renang. Hari ini ia ingin berenang. Sudah lama dirinya tak lagi menekuni hoby nya itu.
Padahal dulu dirinya bermimpi ingin menjadi atlet renang. Tapi, setelah beranjak dewasa, ia seakan sudah lupa dengan mimpinya itu.
Randy melepas jubah mandinya, lalu meletakkan di atas kursi panjang yang ada di dekat kolam renang. Ia lalu menceburkan dirinya ke dalam kolam renang dan mulai berenang.
Bi Surti yang ingin mengantarkan makan siang untuk Randy, mengurungkan niatnya saat mendengar suara bel berbunyi.
Bi Surti kembali meletakkan nampan yang dibawanya ke atas meja. Ia lalu melangkah keluar dari ruang makan, dan berjalan menuju pintu utama.
Bi Surti membuka pintu itu.
“Hai, Bi. Apa Randy nya ada di rumah?” tanya gadis cantik yang tak lain adalah Riska.
Bik Surti mengenal Riska, karena selama ini Riska selalu datang ke rumah itu untuk menemui anak majikannya.
“Ada, Non. Den Randy sedang ada di kolam renang. Mari silahkan masuk,” ucap Bi Surti lalu menyingkir dari depan pintu.
“Makasih, Bi. Kalau begitu biar aku langsung menemui Randy di belakang,” ucap Riska lalu melangkah masuk ke dalam rumah.
Bi Surti menutup pintu itu kembali, lalu melangkah menuju ruang makan untuk mengambil makan siang Randy yang tadi hendak diantarnya.
Riska melihat Randy yang tengah berenang kesana kemari. Ia lalu melangkah menuju kolam renang.
“Hai, Ran,” sapanya lalu mendudukkan tubuhnya di kursi panjang yang ada di dekat kolam renang.
Randy berpegangan pada tepi kolam.
“Ngapain lo ke rumah gue!” serunya tak suka.
Bi Surti melangkah mendekat.
“Den, ini makan siang Den Randy,” ucapnya lalu meletakkan nampan itu ke atas meja.
“Terima kasih, Bi. Bibi boleh pergi sekarang,” ucap Riska dengan menepiskan senyumannya.
Bi Surti menganggukkan kepalanya.
“Kalau begitu Bibik permisi,” pamitnya lalu melangkah pergi.
Randy keluar dari kolam renang, ia lalu mengambil jubah mandinya dan memakainya kembali.
“Lebih baik lo pulang. Gue gak mau berurusan sama lo lagi. Bukannya sekarang seharusnya lo sekarang lebih giat belajar ya? lo sebentar lagi ujian. Memang lo gak takut kalau sampai gak lulus nanti,” ucap Randy lalu mengambil handuk kering untuk mengosok rambutnya yang basah.
Riska beranjak dari duduknya, melangkah mendekati Randy.
“Kenapa? lo peduli sama gue? Gue tau, lo sebenarnya masih cinta kan sama gue?”
Tangan Riska bahkan sudah mulai bergerak mengusap d**a bidang Randy.
“Ran, lo gak kangen sama gue? Padahal gue kangen banget sama lo.”
Riska mendorong tubuh Randy hingga Randy terduduk di kursi panjang itu.
Dengan perlahan, Riska mendorong tubuh Randy hingga bersandar pada sandaran kursi. Ia lalu mendudukkan tubuhnya di samping Randy.
Randy hanya diam, saat tangan Riska mulai bergerilya di tubuhnya.
Riska menyunggingkan senyumannya.
“Sepertinya si banana kangen sama gue.”
Randy memejamkan kedua matanya. Sentuhan tangan Riska membangkitkan sesuatu dalam tubuhnya.
“Ran, gimana kalau gue puasin si banana? Gue yakin, lo gak akan kuat menahan diri,” ucap Riska dengan tangan yang terus berusaha membuat Randy terbuai dengan sentuhan-sentuhan tangannya.
Randy membuka kedua matanya. Ia lalu menyingkirkan tangan Riska dari tubuhnya.
“Jangan buat gue marah! Lebih baik lo pergi dari sini!”
Gak! Gue harus bisa menahan diri. Gue gak mau kembali terjebak oleh jebakan Riska.
“Ok, kalau lo gak mau. Gak masalah buat gue. Tapi, gue ingin tau, gimana cara lo untuk meninabobokan si banana yang sudah terbangun itu?”
“Itu bukan urusan lo!”
Riska tersenyum sinis, ia lalu melihat piring yang penuh dengan makanan yang ada di atas nampan. Ia lalu mengambil piring itu.
“Kalau lo gak mau gue puasin, kalau begitu gimana kalau lo gue suapin? Lo pasti sudah laparkan?”
Riska lalu mengambil satu sendok makanan dan disodorkan di depan mulut Randy.
“Sekarang bukan mulut lo,” pintanya.
Randy mengambil sendok itu dari tangan Riska, begitu juga dengan piring yang Riska bawa.
“Gue bisa makan sendiri!”
Riska melihat Randy mulai memakan makanan itu.
“Makan yang banyak ya, Sayang, biar tenaga lo semakin bertambah,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya.
Randy sudah menghabiskan makan siangnya, ia lalu mengambil orange jus yang ada di atas nampan, lalu meneguknya hingga tinggal separuh.
Randy meletakkan gelas itu ke atas meja, lalu beranjak dari duduknya, melepas jubah mandinya dan kembali masuk ke dalam kolam.
Riska menopang dagunya ke tangan yang di tumpu di atas meja.
‘Gue gak akan menyerah gitu aja, Ran. Gue akan pastikan bisa membuat lo mau melakukan apa yang gue minta,’ gumamnya dalam hati.
Riska lalu mulai membuka kancing bajunya satu persatu dan menanggalkan pakaiannya hingga tinggal menyisakan pakaian dalamnya.
Riska lalu melangkah menuju kolam dan terjun ke dalam kolam.
Randy begitu terkejut saat melihat Riska yang sudah masuk ke dalam kolam.
“Riska! Apa yang lo lakukan, hah!”
Riska berenang mendekati Randy yang berada di ujung kolam. Ia lalu berpegangan pada tepi kolam.
“Gue ingin nemenin lo berenang. Kenapa? emangnya gak boleh ya?”
Randy menelan ludah saat melihat lekuk tubuh Riska.
Sial!
Riska lalu merangkulkan kedua lengannya di leher Randy.
“Lakukanlah, Ran. Gue tau lo menginginkannya,” bisiknya di telinga Randy.
“Lo ....”
Randy menghentikan ucapannya, saat Riska sudah membungkam mulutnya dan mulai memberikan pangutan pada bibirnya.
Kedua tangan Randy yang semula bebas, kini berpegangan di kedua sisi pinggang Riska.
Riska tersenyum, saat merasakan kedua tangan Randy yang sudah berada di tempat yang tepat.
Lo gak akan bisa menahan diri, Ran. Gue tau siapa lo. Gue akan pastikan lo jadi milik gue lagi.
Bi Surti yang tengah menyapu ruang tengah, mendengar suara bel berbunyi. Ia lalu menghentikan pekerjaannya dan langsung melangkah menuju pintu utama.
“Non Rayana!” seru Bi Surti saat melihat Rayana yang tengah berdiri di depan pintu.
“Bibi kenapa terkejut begitu melihat saya?” tanya Rayana bingung.
“Em ... bu—bukan begitu, Non.”
Aduh! Gimana ini. Kalau Den Randy tau Non Rayana kesini lagi, pasti Den Randy akan mengusir Non Rayana seperti kemarin. Apalagi sekarang Den Randy sedang bersama pacarnya.
Rayana menepukkan kedua tangannya, saat melihat Bik Surti yang malah melamun.
“Bi ....” panggilnya.
“Hah! I—iya, Non,” sahut Bi Surti gugup setelah tersadar dari lamunannya.
“Apa Randy sudah pulang? apa saya bisa bertemu dengan Randy?”
“Em ... Den Randy sudah pulang Non. tapi ....”
Rayana mengernyitkan dahinya.
“Tapi kenapa, Bik? Apa Randy sedang tidur siang sekarang?”
“Bu—bukan, Non. Den Randy sedang berenang sekarang. Em ... silahkan masuk dulu, Non.” Bik Surti lalu menyingkir dari pintu.
“Terima kasih, Bik.” Rayana lalu melangkah masuk ke dalam rumah Randy.
“Silahkan duduk, Non.”
Rayana menganggukkan kepalanya, ia lalu mendudukkan tubuhnya di sofa.
“Non Rayana mau minum apa? biar Bibik buatkan.”
Rayana menggelengkan kepalanya. Kedatangannya kesini bukan untuk meminta minum.
Tapi, ia datang kesini karena Mila kembali menghubunginya dan memintanya untuk kembali membujuk Randy agar mau ikut les privatnya.
“Apa Randy sudah selesai berenang, Bik? Apa Bibik bisa panggilkan Randy?”
“Tapi, Non. Bagaimana kalau Den Randy gak mau ketemu sama Non lagi?”
Rayana menepiskan senyumannya.
“Gak apa-apa, Bi. Saya akan tetap disini sampai Randy setuju untuk mengikuti les privat saya.”
Bi Surti tersenyum. Ia lalu menganggukkan kepalanya.
“Kalau begitu Bibik akan panggilkan Den Randy dulu. Non tunggu sebentar disini,” ucapnya lalu melangkah pergi.
Rayana merasakan getaran di saku celananya, ia lalu mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menghubunginya.
Tante Mila?
Rayana lalu menjawab panggilan itu.
“Halo, Tante,” sapanya saat panggilan itu sudah mulai tersambung.
“Na, apa kamu sudah ada di rumah Tante?”
“Iya, Tan. Saya sudah ada di rumah Tante sekarang.”
“Apa Randy ada di rumah?”
“Ada, Tan. Bibik sedang memanggilnya sekarang.”
“Na, maafkan Tante, karena Tante sudah merepotkan kamu. Tolong bujuk Randy lagi agar mau ikut les privat. Tante harap kamu gak akan lelah untuk membujuknya.”
Rayana menganggukkan kepalanya, meskipun Mila tak akan bisa melihatnya.
“Baik, Tan. Saya akan berusaha untuk membujuk Randy.”
“Terima kasih ya, Na. Tante janji, Tante akan tambahin bayaran kamu. Kalau begitu Tante tutup dulu. Tante sudah ditunggu untuk meeting.”
“Baik, Tan.”
Rayana melihat layar ponselnya yang sudah kembali ke menu awal. Dimana di layar itu terdapat foto dirinya saat berlibur ke pantai dulu.
Rayana menghela nafas.
“Demi Ibu. Aku gak akan menyerah begitu saja.”