Riska mengepalkan kedua tangannya. “Ran!” geramnya.
“Kenapa lo perlakuin gue kayak gini!” serunya kesal.
Riska tak menyangka, kalau Randy hanya ingin mempermainkannya. Ia pikir, Randy akan kembali masuk dalam perangkapnya dan mau melakukan apa yang dimintanya.
Tapi ternyata, Randy justru mendorong tubuhnya dan keluar dari dari kolam renang.
“Karena lo udah kelewatan. Gue tau lo lagi butuh orang buat muasin nafsu lo itu. Tapi kenapa harus gue, hah!”
Riska melangkah mendekat, lalu mengusap pipi Randy dengan lembut.
“Karena gue cinta ama lo, Ran. Gue serius ama ucapan gue. Gue hanya mau lo,” ucapnya dengan tersenyum manis.
Randy menepis tangan Riska.
“Lebih baik lo sekarang pergi dari rumah gue, sebelum lo malu nanti.”
Randy mencoba untuk menahan sesuatu yang sudah bangun sejak tadi.
Sial! Gue harus segera menidurkannya lagi! semua ini gara-gara lo, Ris!
Seandainya dirinya tak bisa menguasai dirinya saat ini, mungkin saat ini di tempat itu hanya akan terdengar desahan kenikmatan dari mulut mereka berdua.
Tapi Randy masih mempunyai akal sehat, karena saat ini dirinya berada di rumahnya, dan kapanpun asisten rumah tangganya bisa masuk ke tempat itu.
Randy tak ingin sampai menodai mata wanita paruh baya yang sudah mengabdikan hidupnya untuk keluarganya selama ini.
Randy membulatkan kedua matanya saat melihat Bi Surti yang tengah berjalan menuju ke arahnya.
Sial! Kenapa Bibi harus kesini di waktu yang tidak tepat!
Randy lalu mengambil jubah mandinya dan menutup tubuh Riska.
Bi Surti terkejut saat melihat majikannya dan kekasihnya sama-sama basah kuyup.
“Maafkan Bibi, Den. Bibi gak tau kalau ....”
“Gak apa, Bi. Lagian kita sudah selesai berenang kok. Ada apa Bibi kesini?” tanya Randy sambil melilitkan handuk ke pinggangnya.
“Di depan ada Non Rayana, Den. Non Rayana ingin bertemu dengan Den Randy.”
Randy mengernyitkan dahinya.
“Kenapa dia masih kekeh juga! Kenapa Bibi gak mengusirnya?”
“Maafkan Bibi, Den. Ini perintah Nyonya. Jadi Bibi tidak mungkin mengusir Non Rayana.”
Randy menghela nafas.
“Bibik boleh pergi. Aku akan temui dia nanti.”
“Baik, Den. Kalau begitu Bibi permisi,” ucap wanita paruh baya itu lalu melangkah pergi.
“Siapa Rayana? Apa dia pacar baru lo?” tanya Riska sambil mencengkram lengan Randy.
Randy menghempaskan tangannya, hingga cengkraman tangan Riska terlepas.
“Bukan urusan lo! Lebih baik lo segera pakai baju lo dan pergi dari sini!”
Randy lalu melangkah pergi meninggalkan Riska.
Rayana? Gue jadi ingin tau siapa dia.
Riska lalu mengambil semua pakaiannya dan mengikuti langkah Randy.
Randy mengernyitkan dahinya, saat melihat Riska yang terus mengekor di belakangnya.
“Lo mau kemana, hah! Lo gak mungkin mau ikut gue ke kamar gue kan?”
“Gue emang mau ikut lo ke kamar? Gak mungkin kan gue pulang dengan penampilan kayak gini? Lagian pakaian dalam gue basah semua. Gue mau pinjam baju lo.”
Riska lalu menaiki tangga menuju kamar Randy.
Sial! Kenapa hari ini gue sial banget sih!
Randy menaiki tangga, mengikuti langkah Riska.
Riska membuka pintu kamar Randy. “Kamar lo masih sama ya? gak ada yang berubah.”
Randy hanya diam. Ia melangkah menuju lemari pakaiannya. Ia lalu mengambil kaos warna hitam dari dalam lemari.
“Setelah lo ganti baju, gue harap lo segera pergi dari rumah gue,” ucapnya sambil melempar kaos hitam yang ada di tangannya ke arah Riska.
Riska menangkap kaos hitam yang Randy lempat ke arahnya.
“Lalu pakaian dalam gue gimana? Lo masih menyimpan pakaian dalam yang gue tinggal disini dulu kan?”
“Udah gue buang ke tong sampah. Jangan banyak bicara, lebih baik sekarang lo ganti pakaian lo dan pergi dari rumah gue!”
Randy lalu mengambil pakaian dari dalam lemari dan melangkah menuju kamar mandi. Ia lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Riska melepas jubah mandinya, ia lalu memakai kaos hitam yang Randy berikan padanya.
Gak apalah gak pakai dalaman. Lagian gak kelihatan juga. Nanti gue tinggal pinjam jaket sama Randy untuk menutupi tonjolan gue.
Riska lalu memakai rok seragam yang tadi dipakainya.
Riska melihat ada paper bag yang ada di atas meja. Ia lalu mengambil paper itu, dan ternyata tak ada isinya.
“Mending gue pakai buat tempat pakaian kotor gue.”
Riska lalu memasukkan pakaian kotornya ke dalam paper bag itu.
Randy yang sudah selesai mandi, keluar dari dalam kamar mandi sambil menggosok rambut basahnya dengan handuk kecil yang ada di tangannya.
“Ran, gue boleh pinjam jaket lo gak? Gue gak mungkin keluar dengan penampilan seperti ini. Tonjolan gue tercetak jelas,” ucap Riska sambil menatap bagian atas tubuhnya.
Randy membuka lemari pakaiannya, ia lalu mengambil jaket yang sudah lama tak dipakainya dan melemparnya ke arah Riska.
“Siapa suruh gak pakai dalaman.”
“Gue gak suka pakai pakaian basah. Gak nyaman, lembab. Enakkan gini.”
“Tapi tonjolan lo itu segede kelapa. Emang lo gak risi gitu jalan dengan kedua bongkahan lo yang ikut bergoyang saat lo jalan?”
Riska melangkah mendekati Randy dengan senyuman menggoda.
“Lo mau pegang gak? Mumpung gue masih disini,” godanya.
Randy memutar bola matanya jengah. Ia lalu melempar handuk ke sembarang arah, lalu melangkah keluar dari kamarnya.
Riska mengepalkan kedua tangannya. Hari ini kedua kalinya Randy menolaknya.
Gue pasti akan membuat lo bertekuk lutut di depan gue, Ran. Gue akan pastikan itu!
Riska segera memakai jaket yang tadi Randy berikan padanya. Ia lalu mengambil paper bag yang ada di atas meja, lalu melangkah keluar dari kamar Randy.
Sementara itu Bi Surti meletakkan jus jeruk diatas meja yang ada di depan Rayana.
“Non, silahkan diminum.”
“Terima kasih, Bi. Maaf sudah merepotkan,” ucap Rayana sambil menepiskan senyumannya.
“Sudah tau merepotkan, tapi kenapa lo masih terus datang ke rumah gue,” ucap Randy sambil berjalan menghampiri Bi Surti dan Rayana.
“Bibi permisi Non, Den,” pamit Bi Surti lalu melangkah pergi dari ruangan tamu itu.
Riska melangkah mendekati Randy, lalu menatap ke arah Rayana.
“O ... jadi dia yang namanya Rayana? Ran, bukannya dia wanita yang memergoki kita malam itu?” tanyanya sambil mengernyitkan dahinya.
“Hem ....”
Rayana membulatkan kedua matanya. ‘Astaga! Kenapa wanita ini ada disini juga? Astaga! Kenapa aku bisa lupa, kalau wanita ini pacarnya Randy!' umpatnya dalam hati.
Riska melipat kedua tangannya di depan dadanya.
“Untuk apa lo ke rumah pacar gue? Jangan bilang lo mau memeras pacar gue ya!” tuduhnya.
Randy menarik tangan Riska. Ia tak suka dengan apa yang baru saja Riska ucapkan.
“Jaga ucapan lo! Gue bukan pacar lo lagi! jadi, lebih baik lo pergi dari sini sekarang juga!”
“Ran! Gue kan hanya ....”
“Pergi gue bilang!” teriak Randy yang membuat Rayana maupun Riska terkejut.
Dengan menghentakkan kakinya, Riska melangkah pergi dari ruangan itu.
Rayana tersenyum sinis, ia tak menyangka Randy akan bersikap seperti itu pada Riska.
“Jadi setelah kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan, kamu langsung mencampakkan dia? Kamu langsung putusin dia tanpa rasa bersalah sedikitpun?”
“Itu bukan urusan lo!”
Randy lalu melipat kedua tangannya di depan dadanya.
“Apa kata-kata gue malam itu sama sekali tak bisa lo pahami? Kenapa lo datang ke rumah gue lagi!”
“Kalau Tante Mila gak menghubungi aku dan meminta tolong sama aku, aku juga gak sudi datang kesini lagi!” kesal Rayana.
Randy menyunggingkan senyumannya. “O ... jadi begitu. Jadi karena nyokap gue minta tolong sama lo, lo datang kesini lagi.”
Randy lalu melangkah mendekati Rayana, mendudukkan tubuhnya di samping Rayana, hingga membuat Rayana gugup dan salah tingkah.
“Ke-kenapa kamu malah duduk disini? Masih banyak sofa yang kosong,” ucap Rayana dengan gugup.
“Kenapa? apa lo keberatan kalau gue duduk di samping lo? Kalau gue deketin gini aja lo udah segugup ini. Gimana lo bisa ngajar les privat ke gue?"
"Bukannya kalau lo mau ngajar les privat itu harus deketan kayak gini ya? agar gue bisa paham dengan materi yang lo ajarkan?” Randy bahkan semakin menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan tubuh Rayana.
“Stop!” teriak Rayana sambil mendorong tubuh Randy.
“Jangan macam-macam ya!”
Randy tersenyum sinis. Entah mengapa dirinya suka sekali menggoda Rayana.
“Apa ini sikap lo sama anak-anak didik lo selama ini?”
Rayana beranjak dari duduknya. Ia ingin beralih duduk ke sofa lainnya. Tapi sayang, apa yang Rayana rencanakan tak berjalan mulus, saat Randy menarik tangannya hingga membuatnya kembali terduduk di samping Randy.
“Siapa yang mengizinkan lo pergi dari sini. Hem?”
Randy lalu melepas cengkraman tangannya. Ia lalu melipat kedua tangannya di depan dadanya.
“Ok. Gue akan ikut les privat lo. Tapi dengan satu syarat.”
“Bukannya kemarin kamu sudah janji sama aku, kalau kamu akan mau ikut les privat aku, kalau aku ikut kamu pergi ke rumah teman kamu itu?”
“Em ... iya sih. Tapi itu belum cukup buat gue. Masih ada satu syarat lagi yang harus lo lakukan buat gue.”
Rayana merasakan getaran di saku celananya. Ia lalu mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menghubunginya.
Tante Mila?
Randy mengernyitkan dahinya.
“Siapa yang menghubungi lo? Cowok lo?”
“Mama kamu.”
Randy lalu merebut ponsel Rayana dan langsung menjawab panggilan itu.
“Halo, Ma,” sapanya saat panggilan itu mulai tersambung.
“Balikin ponsel aku, Ran!” teriak Rayana sambil mencoba merebut kembali ponselnya.
Tapi Randy terus menghindar dari Rayana.
“Ran, kenapa kamu yang angkat telepon Mama? dimana Rayana?”
Randy mendorong kening Rayana agar menjauh darinya.
“Dia ada disini, Ma.”
“Berikan ponselnya sama Rayana. Mama ingin bicara dengannya.”
Randy beranjak dari duduknya, lalu berjalan menjauh dari Rayana.
“Kenapa Mama masih maksa dia buat datang kesini lagi? bukannya aku sudah bilang sama Mama, kalau aku gak mau ikut les privat dia?”
“Ran, sekali ini aja, kamu turuti kata-kata Mama. Mama melakukan semua ini untuk kebaikan kamu, Sayang.”
Randy menghela nafas panjang.
“Ok. Aku akan turuti kata-kata Mama. Tapi dengan satu syarat.”
“Apa itu syaratnya?”
“Mama harus bantu sahabat aku ... Satria.”
“Memangnya sahabat kamu kenapa? apa dia butuh tempat tinggal?”
“Uang. Satria ingin memasukan ibunya ke rumah sakit. Tapi karena kendala biaya dia ....”
“Ok. Mama janji, Mama akan bantu teman kamu itu. Tapi kamu juga harus janji untuk mau les privat sama Rayana.”
“Ok. Tapi aku akan ikut les privat setelah ibu Satria masuk rumah sakit.”
“Baiklah. Sekarang kamu berikan ponselnya kepada Rayana. Mama ingin bicara dengannya.”
Randy melangkah mendekati Rayana, lalu memberikan ponsel itu kepada Rayana.
“Nyokap gue pengen ngomong sama lo.”
Rayana mengambil kembali ponselnya dari tangan Randy.
“Halo, Tan,” sapanya.
“Na, Randy sudah setuju untuk ikut les privat sama kamu.”
Rayana menatap Randy.
“Kok bisa, Tan? Randy tadi bilang kalau dia gak mau les privat sama saya?” tanyanya bingung.
“Yang penting sekarang Randy sudah setuju. Tapi dia gak mau memulainya sekarang. Jadi kamu sekarang bisa pulang. Nanti Tante akan hubungi kamu dan memberitahu kamu kapan Randy siap untuk ikut les privat sama kamu.”
Rayana menganggukkan kepalanya. “Baik, Tante. Saya akan tunggu kabar dari Tante.”
“Makasih ya, Na. Kamu sudah bersabar dalam menghadapi sikap keras Randy. Sebenarnya Randy itu anak yang baik. Tapi, setelah papanya meninggal dan Tante sibuk bekerja dan sudah gak punya waktu untuknya lagi, sejak saat itu Randy berubah menjadi anak yang pembangkang dan keras kepala.”
Rayana hanya diam, karena ia tak tau harus bicara apa.
“Maaf, Tante jadi ngelantur kemana-mana. Kalau begitu Tante tutup dulu teleponnya.”
Rayana melihat ponselnya yang kembali ke menu awal. Ia lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas selempangnya.
“Kenapa tiba-tiba kamu berubah pikiran? Kamu gak sedang membohongi mama kamu kan?” tanyanya sambil mengernyitkan dahinya.
“Itu bukan urusan lo. Yang terpenting sekarang gue udah turuti kemauan nyokap gue.”
Randy lalu melipat kedua tangannya di depan dadanya, ia lalu menatap Rayana dengan sorot mata yang tajam.
“Tapi satu syarat yang gue ajukan masih tetap berlaku.”
“Apa syaratnya? Tapi kamu harus janji untuk menepati janji kamu itu.”
“Ok.” Randy lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Rayana, hingga membuat Rayana membulatkan kedua matanya.
Rayana sontak langsung mendorong tubuh Randy hingga membuat Randy jatuh terjengkang.
“Apa yang mau kamu lakukan!”
“b******k!” umpat Randy lalu mencoba untuk berdiri.
Dengan rahang mengeras, Randy mencengkram dagu Rayana.
“Lo berani mendorong gue, hah!” geramnya.
“Kamu yang mulai duluan! A-aku hanya membela diri!”
“Emangnya apa yang lo pikirkan tadi, hah! Apa lo pikir gue mau nyium lo!”
Rayana mencoba untuk menyingkirkan tangan Randy yang tengah mencengkram dagunya.
“Lepas, Ran! Sakit!” pekiknya.
“Apa lo pikir, gue tertarik sama lo, hah! Lo bahkan tak ada apa-apa sama Riska!” geram Randy lalu melepaskan cengkraman tangannya.
Randy lalu menyugar rambutnya ke belakang.
“Lo udah berani mendorong gue sampai jatuh. Sekarang lo harus terima hukuman lo!”
Rayana membulatkan kedua matanya. “Hukuman? A-apa maksud kamu? memangnya apa salah aku? aku tadi hanya berusaha membela diri.”
“Kalau begitu sekarang lo tinggal pilih. Lo terima hukuman lo, atau gue batalin perjanjian gue tadi?” Randy menyunggingkan senyumannya.
Gue yakin, lo gak mungkin biarkan gue batalin perjanjian tadi.
Rayana menggigit bibir bawahnya, itu pun tak luput dari tatapan Randy.
Sial! Kenapa dia begitu menggemaskan saat sedang menggigit bibir bawahnya seperti itu?
Randy menggeleng pelan.
'Ada dengan gue? Apa yang sudah gue pikirkan sebenarnya? Sepertinya gara-gara gadis sialan ini otak gue jadi bermasalah!’ umpatnya dalam hati.
“Ok. Aku akan terima hukuman dari kamu. Sekarang katakan, apa hukuman aku?” tantang Rayana.
Randy tersenyum sinis.
“Boleh juga nyali lo itu. Lo yakin mau terima hukuman dari gue?”
“Hem, sekarang lebih baik kamu katakan sama aku, apa hukuman aku?”
“Em ....” Randy seakan tengah berpikir. Ia akan memberi hukuman yang tak akan pernah Rayana lupakan seumur hidupnya.
Anggap saja ini adalah balas dendam Randy atas perlakukan Rayana tempo hari padanya.
Sepuluh menit telah berlalu, tapi Randy belum juga mengatakan apa hukuman yang akan diberikannya kepada Rayana.
“Butuh waktu berapa lama lagi untuk kamu memikirkan hukuman apa yang akan kamu berikan ke aku, hah!” kesal Rayana yang sejak tadi menunggu mulut Randy terbuka dan mengatakan hukuman yang akan diterimanya.
Randy menarik tangan Rayana dan membawanya keluar dari rumah.
“Kamu mau bawa aku kemana, hah!” seru Rayana sambil mencoba lepas dari genggaman tangan Randy.
“Gak usah cerewet! Lo ikut aja! bukannya lo mau tau hukuman apa yang akan gue berikan sama lo!”
Rayana membulatkan kedua matanya, saat Randy membawanya ke samping rumahnya.
“Mau apa kamu bawa aku kesini? jangan macam-macam ya!” seru Rayana dengan tubuh gemetar.
Randy melangkah maju, sedangkan Rayana terus melangkah mundur, hingga tubuhnya menempel ke dinding dan tak bisa lari kemana-mana lagi.
Randy menempelkan kedua telapak tangannya ke sisi kanan dan kiri Rayana. Mengukung tubuh Rayana hingga tak bisa pergi kemanapun.
“Ran! Apa yang mau kamu lakukan! Lepasin aku, Ran!”
Randy menyunggingkan senyumannya.
“Kenapa lo setakut itu? apa ini pertama kalinya lo berada sedekat ini sama cowok?”
“I-itu bukan urusan kamu. Menyingkir dari hadapan aku sekarang juga!”
“Kalau gue gak mau gimana? Apa yang akan lo lakukan?” tanya Randy dengan tersenyum sinis.
Rayana mencoba untuk mendorong tubuh Randy, tapi ternyata usahanya sia-sia. Tenaganya kalah banyak dengan tenaga Randy.
Randy menatap bibir mungil Rayana yang berwarna merah muda itu. Entah mengapa setelah melihat Rayana menggigit bibir bawahnya tadi, membuat Randy begitu ingin mencicipi rasa manis dari bibir mungil itu.
Rayana melihat kemana arah mata Randy menatapnya. Ia sontak langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
“Ahh! Sial!” umpat Randy lalu menyingkirkan kedua tangannya dan membebaskan Rayana dari kungkungannya.
“Sepertinya otak gue sudah mulai gak bener ini.”
Randy lalu menatap Rayana.
“Lebih baik sekarang lo pergi dari sini, sebelum gue berubah pikiran!” geramnya.
Rayana tentu saja langsung bergegas pergi dari tempat itu dengan jantung yang berdebar dengan sangat kencang.
Astaga! Jangan bilang Randy tadi mau menciumku? Ciuman pertama aku? astaga! Hampir saja aku kehilangan ciuman pertama aku.
Randy tersenyum melihat bagaimana Rayana berlari menjauh darinya.
“Jangan bilang dia sekalipun belum pernah pacaran? Itu berarti kalau tadi gue menciumnya, itu adalah ciuman pertamanya?”
Randy lalu menyunggingkan senyumannya.
“Sepertinya gue punya rencana bagus untuk membalaskan dendam gue ke dia. Lihat saja nanti, gue akan buat hidup lo hancur!”
Randy lalu melangkah pergi dari tempat itu. Tapi, ia menghentikan langkahnya saat kedua matanya melihat sesuatu di atas rumput yang dipijaknya.
“Apa itu?”
Randy lalu membungkukkan tubuhnya untuk mengambil benda itu.
“Gelang? Gelang siapa ini?” tanyanya sambil mengernyitkan dahinya.
Apa ini milik Rayana?