Osaka, Japan
Pertandingan bola selesai, beberapa menit kemudian Kayana mendapatkan pesan dari seseorang yang menyuruhnya untuk segera keluar dari stadion menuju tempat parkir, kalian sudah bisa menduga lah ya siapa yang mengirim pesan tersebut.
Segera beranjak meninggalkan tribun, Kayana mempercepat langkah kakinya. Senyum manis tak luntur sedikitpun dari wajah gadis itu, dia senang karena club Khasaki memenangkan pertandingan. Langkah kaki Kayana terhenti saat sampai di parkiran, netra gadis itu menyapu, mencari dimana letak mobil Khasaki.
Tak susah-susah, mobil pemuda itu nampak mencolok dengan warna biru nya, Kayana kembali mengayunkan kakinya.
“Konnichiwa, Khasaki-kun”
Sapa Kayana saat dia memasuki mobil Khasaki, pemuda itu tersenyum tipis. Tangannya bergerak untuk mengusap rambut panjang Kayana.
“Kay-chan”
Sebagai ucapan selamat Kayana langsung memeluk Khasaki, pemuda itu sudah membersihkan dirinya setelah pertandingan tadi. Kini penampilan dia sudah rapi dan tentunya wangi, aman untuk indera penciuman Kayana.
“Selamat atas kemenanganmu, Khasaki-kun” ucap Kayana, dia menenggelamkan kepalanya pada d**a bidang milik Khasaki. Khasaki mempererat pelukannya pada Kayana, gadis yang selama beberapa bulan ini menemani dirinya, berdiri di sampingnya untuk terus mendukungnya.
Kayana adalah kekasih Khasaki. Mereka sudah menjalin hubungan selama 4 bulan, dan selama itu hubungan mereka bisa dikatakan harmonis. Kayana yang selalu mengerti kesibukan Khasaki, begitu pula dengan Khasaki yang selalu menyempatkan diri untuk menemani Kayana meski hanya sebentar.
Hubungan mereka backstreet. Tidak ada yang tau kecuali teman-teman se-club Khasaki dan juga keluarga mereka. Di Jepang, Kayana hanya tinggal sendirian. Dalam ceritanya, keluarga Kayana tengah berada di luar negeri, sementara dia adalah gadis yang susah untuk bergaul dengan siapapun.
Bahkan Kayana bisa menjalin hubungan dengan Khasaki karena kedua orang tua Khasaki yang mempertemukan mereka dan akhirnya mereka menjadi dekat satu sama lain dan akhirnya berpacaran. “Aku pikir kau tidak jadi datang tadi”
“Mana mungkin aku tidak datang saat kau ikut bertanding, Khasaki-kun”
“Mungkin kemenanganku karena ada energi positif yang bersumber dari keberadaanmu, Kay-chan”
“Selalu menggombal, dasar.”
Mereka berdua terkekeh dengan lelucon sederhana itu, Khasaki mulai menjalankan mobilnya menuju rumah. Okaasan tadi menelepon nya, dia mengatakan kalau akan ada pesta makan malam dirumah untuk merayakan kemenangan tim nya hari ini. Tak lupa Okaasan juga meminta Khasaki untuk membawa Kayana sekaligus.
Okaasan adalah Ibu dalam bahasa Jepang.
“Besok akan ada perayaan dengan teman-teman se-club juga pelatih. Apa kau mau ikut pergi denganku, Kay-chan?"
“Perayaan? Dimana tempatnya, Khasaki-kun?”
“Miyakojima”
“Wow! Benarkah?” netra Kayana berbinar, Miyakojima adalah salah satu kota yang ada di Jepang. Miyakojima juga punya pantai yang begitu indah, namanya Yonaha Maehama, dan tempat itulah yang akan menjadi tujuan Khasaki juga teman-temannya. Tidak ada yang bisa menolak keindahan pantai utama di Miyakojima itu. Khasaki mengangguk, “Benar, sensei mengizinkan kita untuk membawa orang lain di luar tim."
“Aku akan ikut, Khasaki-kun!"
Senyum Khasaki mengembang, sebelah tangannya kembali mengusap rambut Kayana dengan sayang. “Baguslah, mari bersenang-senang besok. Aku akan menjemputmu pukul 6 pagi hari"
"Siap!"
Mobil yang dikemudikan oleh Khasaki memasuki pelataran rumahnya yang besar dan mewah. Dia turun lebih dulu, berjalan mengitari mobil untuk membukakan pintu bagi sang tuan puteri. Kayana menerima saja diperlakukan seperti itu, toh sudah kewajiban seorang laki-laki memperlakukan perempuan dengan spesial.
Khasaki menggandeng tangan Kayana, dia melebarkan senyuman. “Ayo”
Mereka berdua memasuki rumah, Kayana sudah sering berkunjung ke rumah Khasaki saat pemuda itu ada di rumah. Biasanya Khasaki lebih sering menghabiskan waktu di tempat latihan kalau tidak ya di apartemennya sendiri. “Khasaki pulang..” ucap pemuda itu memberi salam.
“Oniisan!!” seorang anak laki-laki berbadan gembul berlari ke arah Khasaki, pemuda itu merentangkan tangannya siap untuk memeluk adik laki-lakinya yang berumur 10 tahun. Oniisan adalah panggilan untuk kakak laki-laki.
“Permainanmu sangat keren!” puji dia, Na Eiji. Dia adalah adik satu-satunya yang dimiliki oleh Khasaki.
“Oh ya? Bagian mana yang paling kau suka, Otouto?”
Sementara Otouto adalah panggilan untuk adik laki-laki.
“Saat Oniisan melakukan tendangan penalti, itu sangat keren!” Netra almond Eiji beralih ke arah Kayana, senyumnya kembali mengembang. Dia melepaskan diri dari Khasaki dan bergantian memeluk Kayana. Mereka berdua memang sangat dekat, Eiji suka bermain dengan Kayana. “Gishi, apa Gishi menonton Oniisan bermain bola tadi?”
Gishi adalah panggilan untuk kakak ipar perempuan, mendengar itu Kayana melirik ke arah Khasaki yang pura-pura tak tau. Padahal pemuda itulah yang mengajari Eiji untuk memanggil Kayana dengan sebutan Gishi.
Kayana beralih menatap Eiji lagi, “Tentu saja, kenapa kau tidak pergi menonton?”
“Otosan sedang tidak ada dirumah, Okaasan melarangku untuk pergi. Jadi, aku hanya menonton lewat televisi.”
Otosan adalah panggilan untuk Ayah.
“Sayang sekali..” Kayana mengelus rambut Eiji penuh empati.
Okaasan datang, dan saat mendapati Kayana senyum wanita itu juga turut mengembang. Kehadiran Kayana benar-benar diterima di rumah ini. Dia disayangi oleh semua anggota keluarga Khasaki. “Kay-yome”
Pipi Kayana bersemu, ah, bahkan ibu Khasaki memanggilnya dengan embel-embel Yome atau menantu. “Akhirnya kau datang juga, ayo.” Eiji berpindah ke Khasaki lagi saat Kayana berjalan menghampiri Okaasan.
“Apa Okaasan tidak ingin memberiku ucapan selamat?” tanya Khasaki menyela, wanita itu menoleh lantas terkekeh. “Nanti saja.”
“Ish.” Khasaki mendecih kesal karena Okaasan lebih mementingkan Kayana daripada dia.
“Okaasan sepertinya lebih menyayangi Gishi dari pada Oniisan.”
“Diam.” sentak Okaasan dengan nada mengancam yang justru membuat Eiji terkekeh.
Bocah berusia 10 tahun itu masih saja terkekeh-kekeh. Khasaki berjalan seraya menggandeng tangan adiknya menuju ruang makan. Dia ingin melihat persiapan apa saja yang sudah disiapkan oleh Okaasan. Otosan tengah berada di Korea untuk melakukan kerjasama bisnis ekspor impor nya, jadi malam nanti Otosan tidak akan ikut.
Kayana merasa sangat senang, sisa hari dia habiskan untuk membantu Okaasan menyiapkan pesta makan malam kecil untuk merayakan kemenangan Khasaki. Tidak banyak orang yang datang, hanya ada mereka dan juga Ojisan dan Obasan.
Ojisan itu paman, sementara Obasan itu bibi. Jadi, bisa dibilang yang datang hanya kerabat dekat keluarga Khasaki saja.
Ruang makan terasa sangat hangat, mereka duduk melingkar di atas tatami. Mangkuk-mangkuk kecil berisi nasi terhidang juga dengan lauk-lauk diatas piring yang menggiurkan. Okaasan tau kalau Kayana tidak bisa makan pork karena alergi, alasannya.
Jadi, dengan khusus wanita itu menyiapkan sashimi juga olahan makanan dari seafood lainnya. “Kay-yome harus makan banyak-banyak, kau tidak boleh terlalu kurus” ucap Okaasan. Kayana hanya mengangguk dan tersenyum.
Okaasan menatap Khasaki, “Musuko, selamat atas kemenanganmu. Okaasan bangga sekali denganmu, kerja kerasmu untuk latihan tidak sia-sia.”
“Terima kasih, Okaasan.”
“Ojisan punya kenalan seorang sensei, jika kau ingin Ojisan akan membantumu agar bisa berlatih lebih giat lagi.”
Khasaki mengangguk saja, padahal pelatihnya sendiri sudah lebih dari cukup untuk melatih skill bermain bolanya. Tapi untuk menghargai tawaran sang paman, Khasaki mengangguk saja. “Dengan senang hati Ojisan, tapi untuk beberapa hari kedepan sepertinya aku akan berhenti latihan. Aku ingin istirahat sebentar.”
Obisan mengangguk menyetujui ucapan Khasaki, “Benar, kau harus banyak istirahat. Jangan hiraukan Ojisan, bahkan kalau kau menyetujuinya dia pasti akan terus menekanmu untuk latihan dan latihan”
Suara telepon rumah terdengar menyela percakapan mereka, Okaasan bangkit untuk mengangkatnya. Tak lama Okaasan kembali, “Dari Otosan, dia ingin berbicara denganmu” Khasaki mengangguk, dia bangkit menuju tempat dimana gagang telepon berada.
“Musuko, apa itu kau?”
“Ya, Otosan”
“Selamat untuk kemenanganmu, bagaimanapun kau memang pantas mendapatkan kemenangan itu. Otosan sangat sibuk, tadi hanya sempat menonton sebentar pertandingan mu.”
Khasaki paham, dari dulu Otosan memang seorang yang pekerja keras, hampir mendekati workaholic. Tak mengenal waktu dan lelah. Terus memaksa dirinya untuk bekerja dan menghasilkan uang. Padahal, pendapatan Khasaki bisa dikatakan besar, dan cukup untuk menghidupi mereka semua. Tapi Otosan pernah bilang, jangan mudah untuk berpuas diri.
“Terima kasih, Otosan. Jangan lupa istirahat, dan kapan Otosan akan pulang?”
“Otosan masih ada keperluan, mungkin dua atau tiga hari kedepan Otosan akan pulang.”
“Baiklah, aku dan Eiji juga Okaasan menunggu kepulangan Otosan.”
Sambungan terputus, hanya sebentar tapi Khasaki sudah merasa sangat senang. Semua orang yang dia kasihi sudah mengucapkan selamat untuknya. Khasaki bahagia, terasa ponselnya bergetar. Dia menyipitkan mata saat mendapati sebuah pesan masuk, Khasaki hanya membaca, dia tak membalas.
Langkah kaki pemuda itu kembali ke ruangan, netranya menatap Kayana dengan intens dan seketika itu juga Khasaki tau kalau Kayana bukan dari dunia ini. Seperti yang sudah-sudah, Leher Kayana mengeluarkan sinar biru saat berada di dekat seseorang yang berasal dari dunia yang sama dengannya, Khasaki menatap anggota keluarga yang lain. Mereka tidak bisa melihat, hanya Khasaki yang bisa melihatnya.
Jadi, pesan itu benar rupanya.
“Kay-chan, aku ingin berbicara denganmu setelah ini”
Kayana mengangguk, mereka melanjutkan makan malamnya sampai selesai dengan tenang. Bahkan mereka sempat minum meski tidak banyak karena ada Eiji yang masih kecil dan juga Kayana yang tidak bisa minum.
Kira-kira sekitar pukul delapan malam, Kayana dan Khasaki menuju balkon kamar pemuda itu untuk berbicara. “Aku ingin bertanya sesuatu hal padamu.”
“Apa itu?”
“Apa kau mencintaiku?”
Mendapatkan pertanyaan seperti itu tentu membuat Kayana merasa diragukan, “Tentu saja aku mencintaimu, Khasaki-kun”
“Beberapa hari yang lalu aku melihatmu sedang jalan-jalan dengan Ko Haru, kalian ada hubungan apa?”
Pemuda bernama Ko Haru adalah teman se club Khasaki, dia adalah seorang kiper andalan club. Tidak ada yang bisa mengalahkan Haru dalam menangkap bola, pemuda yang usianya sama dengan Khasaki itu memiliki rambut yang super pendek, hampir mendekati gundul. Tapi tidak gundul kok. Kayana merasa jantungnya berpacu dengan cepat, apa ini? Di amplop itu tidak tertulis apapun tentang Ko Haru.
“Ko Haru? Tidak, tidak. Mungkin kau salah lihat, Khasaki-kun”
Khasaki mengangguk, dia menghela nafas. “Baiklah, anggap saja aku salah lihat”
Perasaan Kayana tidak enak sekarang, bagaimana kalau memang benar dia tengah menjalin hubungan dengan Ko Haru di belakang Khasaki, pasti Khasaki akan sangat kecewa. Kayana tidak ingin mengecewakan pemuda itu. Khasaki dan keluarganya begitu baik dengan Kayana.
“Emm, Kay-chan” panggil Khasaki lagi, dia jadi teringat akan pesan yang tadi di terimanya. “Kau,.. apa kau,.. apa kau mengenal Ye—“
Ucapan Khasaki terpotong saat pintu kamar pemuda itu terbuka, Eiji berlari masuk dan memeluk pinggang Kayana karena tubuhnya yang masih kecil. Dia mendongak dan mengerjap lucu membuat Kayana tak bisa menahan kegemasan bocah berusia 10 tahun itu. “Ada apa Eiji-san?” tanya Kayana dengan lembut.
“Aku ingin menggambar bersama Gishi”
“Gishi harus pulang, Otouto. Besok saja ya?” Khasaki menyela, Kayana memang harus segera pulang dan istirahat. Sudah seharian gadis itu bersamanya, mulai dari menonton pertandingan dan setelah itu menghabiskan waktu dirumahnya. Eiji cemberut, Khasaki dan Kayana tak bisa untuk tidak gemas.
Khasaki menggendong tubuh Eiji dan membawanya ke ranjang di susul Kayana. Di atas ranjang itu Kayana dan Khasaki dengan semangat menggelitik perut Eiji yang langsung menggeliat karena kegelian. Tak urung bocah kecil itu juga tertawa lepas.
Rasa lelah yang Khasaki rasanya perlahan meluap berganti dengan kebahagiaan. Bisa tertawa bersama seperti ini adalah sebuah healing bagi Khasaki. “Oniisan, tolong hentikan! Aku sudah tidak sanggup, ini sangat menggelikan!!” jerit Eiji, Kayana dan Khasaki langsung berhenti. Akhirnya bocah kecil itu bisa bernafas lega.
“Kau turun sekarang atau Oniisan akan menggelitik perutmu lagi” Eiji langsung berdiri dan berlari keluar kamar, Kayana tertawa melihat interaksi antar kakak beradik itu. Dia jadi teringat Kinara, saat kecil dulu Papa Rey selalu menggelitikinya dan Kinara sampai kadang mereka berdua menangis.
Kayana tersentak kaget saat tiba-tiba Khasaki menarik tubuhnya hingga berbaring di ranjang, netra mereka berdua saling bertemu. “Sepertinya hari ini kau begitu bahagia, Kay-chan?”
Kayana mengangguk, “Ya, aku bahagia sekali.”
“Kau tidak ingin memberiku hadiah atas kemenangan tadi?”
“Hadiah? Apa yang kau inginkan?”
Khasaki tampak mikir sejenak, jemarinya menyelipkan rambut Kayana di belakang telinga. Lanjut membelai pipi sehalus sutra milik kekasihnya dan berhenti di bibir ranum Kayana. “Satu ciuman mungkin.”
Mereka berdua terdiam sebentar, tangan Kayana meraih tengkuk Khasaki dan mendekatkan bibir nya hingga menempel pada bibir Khasaki. Entahlah, dulu, Kayana selalu menolak melakukan hal yang seperti itu. Tapi sekarang, kenapa dia tak menolak sedikitpun? Justru dia yang terkesan agresif sekarang.
Ciuman mereka terus berlanjut selama beberapa menit, Khasaki melepaskan ciumannya saat merasa Kayana kehabisan nafas. Bibirnya juga sudah sedikit bengkak, senyum di wajah Khasaki mengembang, tangannya bergerak untuk mengusap bibir Kayana yang basah. “Hadiah yang cukup memuaskan, sekarang ayo, aku akan mengantarkanmu pulang.”
Khasaki merangkul pundak Kayana, dan keluar dari kamar. Okaasan tengah menemani Eiji menggambar. “Okaasan, aku akan pergi mengantar Kay-chan pulang.”
“Oh, baiklah. Kalian hati-hati ya”
Mereka mengangguk dan keluar rumah.