Back to reality 4

2964 Kata
Tubuh Kayana serasa dilempar keluar dari dalam cermin, gadis itu mundur beberapa langkah seraya memegangi kepalanya yang berputar-putar pusing. Tak butuh waktu lama, cairan keluar dari mulut Kayana, gadis itu memuntahkan isi perutnya. "Sial! Gue nggak pernah suka sama perjalanan itu!" Kayana memang suka menjelajah, tapi dia tidak suka saat berada di dalam cermin. Dia tidak suka suasana berputar-putar yang ada didalamnya. Gadis itu menatap sekelilingnya yang gelap, ah, pasti sudah malam lagi. Dan bukan nggak mungkin kalau Kinara pasti akan mencarinya lagi. Kayana harus segera keluar dari gudang ini. Merapikan sejenak penampilannya yang kusut, dia meraba pipinya yang terasa berdenyut. Ini pasti bekas tamparan Chelsea tadi siang, Kayana tak punya waktu untuk berganti pakaian, oleh karena itu dia memutuskan untuk langsung pulang. Ah, gadis itu lupa. Tadi kedua orang tuanya, kan, dipanggil ke sekolah. Apa yang terjadi setelah itu? Berjalan terseok-seok, Kayana menyusuri koridor yang tampak sepi. Jam berapa sekarang? Kayana menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Mati. "Ah, dasar!" Kayana melepaskan benda itu dan melemparnya ke sembarang arah. Sebuah cahaya menyorot ke wajahnya, Kayana menghentikan langkah. "Neng, Kayana?" (^_^)(^_^) Kinara hanya diam saja saat mendengar Jovan misuh-misuh sedari tadi disampingnya. Yah, seperti yang sudah terjadi kemarin, Kayana tidak pulang sehingga kedua orang tua mereka meminta kepada Kinara untuk mencari dimana Kayana berada. Dan gadis itu hanya bisa mengandalkan Jovan sebagai teman untuk mencari Kayana. Alhasil, Kinara harus rela kupingnya panas karena ucapan-ucapan yang Jovan lontarkan. “Ini terakhir kali gue anterin lo ke sekolah angker itu ya, Nar. Gue nggak mau berpapasan sama penunggu disana" celetuk Jovan setelah cowok itu menghentikan mobilnya saat lampu menyala merah. "Lo kira gue nggak capek apa, malem tuh waktunya gue istirahat setelah seharian di kampus. Jadi cewek nggak pengertian banget sih, pantesan jomblo" "Eh!" sela Kinara tak terima. "Asal lo tau aja, gue nggak jomblo. Lo aja kali yang jomblo!" "Gue emang jomblo, mau apa lo?!" "Apa?!" Mereka berdua saling melotot satu sama lain, tapi tak lama Jovan kembali memusatkan perhatiannya pada jalanan di depan karena lampu kembali menyala hijau. "Lagian sodara lo ngapain sih malem-malem suka banget di sekolahan? Gue curiga dia mau belok ke aliran sesat" "Sembarangan kalo ngomong!" tukas Kinara tak terima. Meski pemikiran gila itu pernah mampir di otaknya. "Tapi, gue juga penasaran sih sama apa yang dia lakukan malem-malem gini disekolahan" Kinara menghentikan ucapannya sejenak, dia memposisikan tubuhnya menghadap ke arah Jovan. "Gue boleh cerita nggak sih sama lo?" "Hm" Kinara tersenyum tipis, "Jadi, tadi siang ada kejadian dimana gue sama Danu nyamperin Kayana ke sekolahnya. Kita berdua nekat bolos cuma demi Kayana yang saat itu lagi bully sama Chelsea. Lo tau kan, Jo, kalo Kayana itu juga menyebalkan? Tapi gue nggak habis pikir, kenapa pas dia di bully sama Chelsea, dia diem aja. Kayak, kalau seandainya Chelsea mau bunuh Kayana, dia pasrah-pasrah aja gitu" "Hmm, menarik juga. Mungkin Kayana punya alasan kenapa dia nggak bales setiap perbuatan Chelsea, bukan karena takut, mungkin karena,.. entahlah" Gadis itu mengangguk, mungkin saja memang benar begitu. Tapi apa alasannya? Nara melanjutkan sesi ceritanya yang belum selesai. "Nah, gue kan nggak terima kalo Chelsea bully Kayana, gitu-gitu dia saudara gue, dan akhirnya gue berantem sama Chelsea. Dan parahnya, Chelsea itu saudara Danu, tapi gue nggak peduli, toh Danu nggak marah pas gue hajar saudaranya" “Lo yakin Danu beneran nggak marah?" Kinara terdiam beberapa saat, kenapa dia jadi ragu sekarang? Tapi, bukankah Danu sendiri bilang kalau dia tidak akan marah meski Kinara memukul Chelsea? "Ya.. gue yakin aja sih." "Tapi kok gue nggak ya?" "Kalo itu mah urusan lo, Jo." Jovan terkekeh. "Yaudah lanjut" "Tadi juga orang tua kita dipanggil ke sekolah Kayana, tapi pas mereka sampai sana si Kayana nya nggak ada. Bahkan mereka udah cari Kayana dimanapun tapi tetep nihil. Gue yakin Kayana masih ada di sekolah, dia nggak mungkin bolos" “Nara, Nara, lo itu terlalu naif. Biar gue kasih tau, menurut gue Kayana itu diam tapi menghanyutkan, sementara elo bar-bar tapi sebenernya polos" "Gue nggak bar-bar ya!" "Iya deh, percaya.." Jovan akhirnya mengalah daripada ribut sekarang. Mobil cowok itu berbelok di perempatan. "Lagian kenapa nggak kedua orang tua lo aja sih yang cari Kayana, kenapa harus gue??" Jovan menoleh ke samping, dia menatap Kinara yang justru malah diam. Gadis itu menatap kosong ke arah Jovan membuat cowok itu jadi khawatir sendiri. Jovan melirik kaca spion tengahnya, di belakang tidak ada siapapun. Maksudnya, roh-roh halus, jadi, kenapa Nara tiba-tiba terdiam seperti ini? “AAAAAA!!!!” "Woi!! Gila ya lo?!!" Pekik Jovan, dia kaget saat Kinara tiba-tiba berteriak nyaring di dalam mobil. Hampir saja Jovan membanting stirnya menabrak trotoar karena gerakan refleks nya. Jovan menepikan mobilnya, berhenti sesaat. "Maksud lo apa sih teriak nggak jelas kayak gitu?!" Kinara menatap Jovan dengan sorot mata berkaca-kaca. "Gue khawatir sama Kayana, Jovan. Perasaan gue mendadak nggak enak, gue takut dia kenapa-kenapa. Lo nggak bakal paham ikatan antar saudara!" Jovan terdiam mendengar ucapan Kinara, ikatan antar saudara ya.. hm, Jovan lemah kalau menyangkut soal saudara-saudaraan. Cowok itu mengusap wajah kasar, jantungnya berdetak lebih cepat sekarang. "Yaudah nggak pake teriak-teriak juga, Nar. Sebentar lagi kita sampe" "Sori" Kendaraan roda empat milik Jovan kembali melaju, kali ini dia memang sengaja membawa mobil karena tidak ingin mengulang kesalahan dengan membawa motor dan berujung meminjam kendaraan satpam sekolah. "Oh iya, bukan nya apa-apa, gue lebih tua dari lo, setidaknya lo panggil gue kak kek" “Kakek?” beo Kinara polos. “b**o!” Mereka tak melanjutkan pembicaraan, atau lebih tepatnya perdebatan karena mobil yang Jovan kemudikan sudah sampai di depan sekolahan Kayana. Kedua remaja itu langsung turun dan menghampiri penjaga sekolah, siapa lagi kalau bukan Pak Suraya. Kinara dan Jovan sih lega karena Pak Suraya pasti tau tujuannya datang kemari. Lain halnya dengan penjaga itu, dia mengeluh dalam hati saat tau siapa yang datang. "Malam, Pak" sapa Kinara sopan seraya tersenyum manis. Pak Suraya yang sudah sempat tertidur kini harus terjaga lagi, dia berjalan menghampiri Kinara dan Jovan dengan tatapan tak suka. “Kalian lagi, ada apa?” “Emm, anu, Pak. Itu, Kayana..” “Kalian tunggu disini saja, biar saya yang cari neng Kayana” “Tapi, pak.” Sebelum Kinara berbicara lagi Pak Suraya sudah melenggang pergi, kini tersisa dua manusia yang hobi sekali beradu argumen. Mereka sama-sama terdiam, Jovan melirik sekilas ke arah Kinara. Sebenarnya kalo di lihat-lihat, Kinara itu cantik dan imut apalagi dengan rambut bob nya. Gadis itu berpipi sedikit chubby dan punya dimple di pipi kirinya. Kinara yang sadar saat di lirik oleh Jovan berdehem, mendadak gadis itu salah tingkah. “Ngapain lo lirik-lirik gue kayak gitu?” hardik Kinara, Jovan menggeleng. “Nggak papa, gue cuma mau memastikan kalo di samping lo,..” “Jovan!!” Melihat Kinara yang langsung berlari ke belakang punggungnya membuat Jovan terkekeh. Wajah ketakutan Kinara sepertinya bisa menjadi hiburan untuk Jovan. Kinara menarik kaus abu-abu yang saat ini Jovan kenakan. “b******k ya lo, udah tau gue takut sama yang begituan!” bentak Kinara kesal, gadis itu masih menyembunyikan wajahnya di belakang Jovan. “Salah sendiri penakut” Jovan menarik lengan Kinara. “Gue cuma bercanda tadi, mereka udah masuk kok” Kinara menatap wajah Jovan dengan tatapan sinis. “Awas lo—“ “Itu!!” “Jovan kampreeeettt!!!” Mungkin menjahili Kinara bisa menjadi hobi seorang Jovan Aldebaran sekarang. Cowok itu tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi Nara yang hampir menangis. Jovan berjalan, dia duduk di kursi depan pos satpam. Kinara mengikuti Jovan dibelakang. “Lo mau taruhan sama gue nggak, Jo?” Tatapan tajam Jovan membuat Kinara segera meralat ucapannya, “Maksud gue kak.” “Taruhan apa?” Nara memposisikan dirinya menghadap ke arah Jovan, gadis itu tersenyum jahil. Rasa takutnya tadi sudah menghilang. “Menurut lo, Pak Suraya bisa nemuin Kayana atau enggak?” Jovan menyipitkan mata, cowok itu berlagak mikir. Padahal sebenarnya dia tidak peduli. “Nggak bisa, secara dari cerita lo tadi Kayana udah nggak ada di sekolahan.” “Tapi gue yakin banget Kayana masih ada di sini dan Pak Suraya bisa nemuin dia” “Kalo tebakan gue bener, lo harus traktir gue di mekdi selama seminggu gimana?” tantang Jovan bersemangat, cowok yang punya pikiran realistis itu yakin sekali kalau Kayana sudah tidak ada di sekolahan. Kinara menjabat tangan Jovan dengan mantap. “Oke, gue nggak takut. Tapi kalo gue yang menang, lo harus jadi tukang ojek gue selama seminggu” “Deal” Netra Kinara melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, kenapa Pak Suraya belum juga kembali. Kemana laki-laki penjaga sekolah itu pergi? Kesunyian menyelimuti Jovan dan Kinara, Jovan menepuk-nepuk pipinya saat di hinggapi oleh nyamuk. “Gila, kenapa nyamuk pada suka banget ngisap darah gue sih, seenak itu kali ya darah gue” “Bukan darah lo yang enak, dodol. Tapi emang darah makanan mereka.” “Oh aja” “Kan, nyebelinnya kumat” ucapan Kinara terhenti, gadis itu menahan nafas saat Jovan mendekatkan wajahnya ke wajah Nara secara tiba-tiba. Cowok itu lantas berucap pelan. “Lo tau nggak, Nar, orang nyebelin itu punya potensi besar buat bikin jatuh cinta.” “Gu-gue, gue nggak peduli. Jauh-jauh sana, ish!” Kinara mendorong tubuh Jovan agar cowok itu sedikit menjauh darinya. Lagi-lagi Jovan dibuat tertawa oleh kelakuan Nara. Cowok itu berdiri, dia meregangkan otot-otot nya yang kaku. “Gue ke dalem deh, siapa tau—“ “Nggak!” Nara spontan memegang lengan Jovan, gadis itu menatap penuh harap agar Jovan tidak meninggalkanya sendirian di pos satpam. “Dasar penakut!” Akhirnya karena Jovan tidak tega, dia mengurungkan niat untuk menyusul pak Suraya. Nara bisa bernafas lega sekarang. Lagipula, kenapa Pak Suraya begitu lama? “Gue punya cerita, Nar” “Kalo cerita horor, mendingan lo urungkan. Gue nggak mau denger” “Ck. Bukan, sedikit cerita tentang kehidupan gue” Apaan nih? Kenapa tiba-tiba Jovan jadi ingin bercerita tentang masalah hidupnya kepada Nara? “Gue punya kakak, tapi dia pergi karena ulah gue. Gue sering banget bikin dia diposisi yang salah di mata kedua orang tua gue dan pada akhirnya dia milih buat pergi. Mungkin itulah alasan kenapa sekarang gue tinggal sendiri di sini dan pergi dari rumah karena gue ngerasa nggak adil sama kakak gue. Selain itu, gue juga tertekan di rumah, banyak aturan dari bokap, gue males” “Apa motivasi lo sampe mau curhat kayak gini sama gue?” Cowok itu hanya mengangkat bahunya singkat. “Gue selalu curhat sama siapapun, gue nggak peduli kalo kesusahan gue bakalan dimanfaatin atau apalah itu. Karena gue ngerasa, dengan cerita sesak yang ada di d**a gue berkurang.” Kinara diam, dia tak tahu harus merespon seperti apa. “Dengan tau hubungan lo sama Kayana, gue makin ngerasa bersalah sama kakak gue” “Lo ngomong apaan sih. Gue sama Kay juga sering berantem kok, tapi bedanya kalo ada apa-apa pasti gue yang di salahin. But, gue nggak pernah masukin ke hati sih” Jovan hanya tersenyum tipis. Kinara berdehem. “Lo, tinggal sendiri di rumah itu?” tanya gadis berambut bob tersebut. Jovan menoleh saat mendapatkan pertanyaan dari Kinara, cowok itu hanya mengangguk singkat. Dia tak menjawab lebih panjang, “Kata nyokap, lo itu orangnya baik dan ramah, tapi kalo menurut gue, lo itu nyebelin.” “Lo tau nggak, Nar” “Apa?” “Gue nggak peduli sama pendapat lo” “b******k, kan.” Ucapan Kinara yang selalu spontan membuat Jovan terhibur, dia tidak akan bosan ketika hanya berdua dengan Kinara meski mereka belum dekat. Suara langkah kaki menyita atensi mereka berdua. Pak Suraya berjalan dengan cepat di ikuti oleh Kayana dibelakangnya. Gadis itu tampak lusuh, bahkan sangat-sangat lusuh. Netra Kayana menatap Kinara, lantas beralih ke Jovan. “Santai dong lo natap nya, gue kesini baik-baik tau” celetuk Jovan saat Kayana menatap cowok itu dengan tajam. “Lo habis semedi dimana sih, Kay?” tanya Kinara. Kayana saling melempar tatapan dengan Pak Suraya. “Lebih baik kalian cepat pulang, saya sudah memberitahu neng Kayana kalau mulai besok tidak boleh bermalam di sekolahan lagi” “Maaf, pak” ucap Kayana singkat. Kinara merangkul bahu sang kakak, mereka berjalan keluar sekolah dan masuk ke dalam mobil Jovan. Tak lupa mengucap kata terima kasih untuk penjaga sekolah yang selalu mereka bikin repot. Kayana duduk di belakang sementara Kinara duduk di depan bersama Jovan yang tengah mengemudi. Memang pada dasarnya Kinara sudah sangat kepo tentang apa yang dilakukan oleh Kayana di sekolah, jadi sepanjang perjalanan gadis itu memberondong Kayana dengan berbagai pertanyaan, hanya saja Kayana tidak menjawab satupun pertanyaan yang Nara lontarkan. “Kasihan banget di cuekin sama sodara sendiri” cemooh Jovan membuat Nara langsung memukul bahu cowok itu dengan kesal. “Gila nih orang, mainnya kdrt” “Bodo amat!” Jovan menjulurkan lidahnya, Kinara semakin kesal. Mereka akhirnya berdebat terus menerus, saling mengejek dan mengejek. Interaksi keduanya tak luput dari tatapan Kayana, “Kayaknya lo lebih cocok sama Jovan daripada sama Danu, Nar” Mendengar ucapan Kayana membuat Kinara langsung menoleh dan memberi tatapan tajam ke arah Kayana yang hanya tersenyum tipis. “Gue? sama dia?? Amit-amit!” “Dih, sok cakep lo! Lagian siapa juga yang mau di cocokin sama lo” “Halah, alasan. Palingan sekarang diem-diem lo lagi kegirangan kan?” “Ogah!” Yah, dan pada akhirnya mereka terus bertengkar. Kayana tak menyela perdebatan mereka lagi, gadis itu memilih menyandarkan kepalanya, dia memejamkan mata, mulai mengingat tentang kejadian beberapa saat lalu di Jepang, belum lagi dia juga teringat akan ucapan Pak Suraya. “Sepertinya bapak mulai tau tentang apa yang terjadi dengan neng Kayana, bapak sudah bekerja disini selama 20 tahun. Bapak juga paham betul seluk beluk SMA ini. Jadi, bapak peringatkan sama eneng, jangan main terlalu jauh, bahaya.” Kayana membuka matanya kembali, nafasnya sesak. Haruskah dia mempercayai ucapan Pak Suraya? Ataukah Kayana harus menganggap kalau Pak Suraya hanya sok tau dan mengabaikan perkataan pria itu? Kepala Kayana berdenyut sakit sekarang. (^_^)(^_^) “Kayana, kamu belum bangun? Mama masuk ya?” pintu terbuka, Mama Intan menatap putrinya yang masih bergelung dibawah selimut tebal. Kayana tak bergerak sama sekali. Mama Intan berjalan mendekati putrinya, menggoyangkan tubuh Kayana pelan. “Kayana, bangun sayang..” “Emmhh..” Kayana hanya mengerang. Wajah gadis itu pucat, bibirnya kering, Mama Intan menempelkan punggung tangannya pada jidat Kayana. Panas. “Kamu demam, sayang.” “Kepala Kay pusing, Ma. Dari semalam badan Kayana juga menggigil” keluh Kayana dengan suara lirih dan serak. Mama Intan menghela nafas, ini pasti gara-gara Kayana selalu pulang terlambat. “Yasudah, kamu istirahat saja. Nanti biar Papa yang kasih surat izin ke sekolah ya” “Ma” Kayana menahan lengan sang Mama saat wanita itu hendak beranjak pergi. “Kayana mau sekolah aja, Ma. Udah kelas 12 juga, nggak enak kalo bolos” Mama Intan tersenyum teduh, dia kembali duduk. Mengusap rambut Kayana dengan sayang. “Kayana, kamu bolos kan karena sakit, Mama nggak mau terjadi hal yang buruk sama kamu di sekolah.” “Ma, Kayana minta maaf karena kemarin Mama sama Papa udah dipanggil ke sekolah karena Kayana" Wanita yang saat ini memakai daster itu mengangguk. “Mama nggak marah sama Kayana, Kinara udah ceritain semua kronologi kejadiannya sama Mama. Mama lebih percaya sama anak-anak Mama dibanding sama mereka” Senyum Kayana terbit, gadis itu bangun dan memeluk Mama Intan dengan sayang. Jarang sekali ada Ibu yang bisa mengerti anak-anak nya seperti Mama Intan. “Makasih ya, Ma” “Kayana kalo ada apa-apa cerita sama Mama, atau sama Nara. Jangan dipendam sendiri ya, kita bertiga akan selalu ada buat Kayana" “Kalo Kay udah siap, Kay bakalan cerita ke kalian” “Mama tunggu” Mama Intan melepaskan pelukan nya, dia mengusap pipi Kayana dengan sayang. “kamu istirahat ya, nanti Mama antarkan sarapan nya kesini, sekarang Mama mau ngurus Papa sama Nara dulu dibawah” Kayana mengangguk lemah. Ingin sekali Mama Intan marah dan memaki Chelsea lantaran sudah membuat wajah cantik anak gadisnya lebam. untung saja sang suami menahan karena tidak ingin berurusan dengan orang-orang kaya yang sok berkuasa itu. Baiklah, untuk hari ini Kayana tidak akan pergi ke dunia fantasi, dia harus istirahat dan menenangkan pikiran serta batinnya. Kalau disuruh berhenti, jujur Kayana belum bisa. Gadis itu masih ingin bermain-main disana, karena di dunia fantasy, dia bisa mendapatkan kebahagiaan yang tidak bisa dia dapatkan saat berada di realita. Kayana melirik buku diary nya, sudah lama dia tidak menulis disana. Terakhir, dia menulis tentang Yeon Jin, sekarang dia harus menulis tentang Khasaki. Isi diary itu masih menjadi rahasia, berikut alasan tentang kenapa selalu mengalah saat Chelsea terus saja membullynya, suatu saat, kalau Kayana sudah siap, dia akan memberitahukan kepada kalian semua. Kinara masuk dengan se nampan sarapan serta segelas s**u. Kayana yang hendak mengambil buku diary urung, “Butuh sesuatu?” tanya Kinara perhatian, dia menaruh nampan di atas meja belajar Kayana. Kayana menggeleng. “Mama mana?” “Nemenin Papa sarpan Kinara duduk di pinggiran ranjang Kayana, dia menatap saudara kembarnya dengan sendu. “Jangan sakit” “Kenapa? Khawatir ya lo?” Gadis berambut bob itu tidak menjawab, dia justru langsung memeluk Kayana, Kinara terisak. “Gue ngerasa nggak berguna banget jadi adek lo, yang nggak tau kalo kakak nya di bully, gue sering ngerasain sesak tiba-tiba, dan kayaknya rasa itu datang karena ikatan kita” Kayana terdiam mendengar penuturan sang adik. “Kalo lo nggak bisa lawan Chelsea, lo tinggal bilang ke gue. Gue yang bakal lawan dia” “Gue tau perasaan lo, Nar. Dan setelah ini gue nggak bakal lemah lagi, gue bakal ngelawan si Chelsea. Dan juga gue punya alasan kenapa gue selalu diam saat dia bully gue” jawab Kayana seraya membalas pelukan adiknya. Mereka melepaskan pelukan masing-masing, “Hubungan lo sama Danu gimana?” “Baik-baik aja kok” “Dia nggak berubah kan?” Kinara menggeleng, tersenyum tipis. “Kalo gitu gue berangkat dulu, jangan lupa makan sarapan nya” “Thanks”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN