Back to Reality

2346 Kata
-Author Pov- Pukul 17.00 PM, Indonesia. Sentakan hebat baru saja terjadi, tubuh seorang gadis terpental dari sebuah cermin, terdengar bunyi 'bug' sesaat. Rintihan perlahan keluar dari bibir tipis gadis berambut panjang coklat yang lepek. Dia mengeluh pelan, badannya sakit sekali. Di tambah dengan kepalanya yang jadi berputar-putar lantaran dia baru saja melewati dimensi waktu. Kelopak yang awalnya masih terpejam kini perlahan membuka. Mengerjapkan mata beberapa saat dan mencoba membiasakan diri dengan keadaan gelap di sekitarnya. Udara yang berhembus dari jendela ventilasi gudang ditambah dengan kondisi ruangan yang lembab membuat gadis itu menggigil kedinginan. Mencoba bangun dari posisinya saat ini dengan sedikit memaksa, dia rasa tubuhnya remuk dan sakit semua lantaran dia baru saja mengalami pendaratan yang kurang menyenangkan. Dengan susah payah dia berdiri, tangannya berpegangan pada tembok agar tidak tumbang lagi. Gadis itu memejamkan mata seraya mengumpulkan nyawa dan kesadaran sepenuhnya. Setelah yakin dia kembali membuka mata, menatap sekelilingnya, lagi, kepala nya terasa begitu berat dan pusing, gadis itu mencoba mengingat apa yang tengah terjadi padanya. Wajah beserta pakaiannya sangat lusuh, tak butuh waktu lama akhirnya Kayana ingat kalau dia ada di gudang sekolah. Gadis itu sudah kembali ke dunia nyata. "Kok gue disini lagi sih?" tanya gadis itu pada dirinya sendiri. "Bukannya gue masih ada di Korea ya?" Dia mencoba mengingat apa yang sudah terjadi padanya saat di Korea dan kenapa dia bisa tiba-tiba kembali ke dunia nyata. Tak butuh waktu lama akhirnya Kayana ingat, pagi itu selesai mandi Kayana mematut dirinya di depan cermin, tubuhnya masih dibalut oleh handuk kimono. Tapi tiba-tiba saja, muncul gelombang di cerminnya, Kayana mundur karena kaget, tapi tak lama tubuhnya serasa di tarik dengan paksa oleh gelombang tersebut. Setelah itu Kayana tidak ingat apa yang terjadi, tau-tau saja dia sudah ada di sini, gudang sekolah. "Jadi, gue udah kembali ke Indonesia lagi?" Suara Kay terdengar sedikit menyesal, dia lebih bahagia ketika berada di Korea. Ada seseorang yang dia sukai, jujur saja, Kayana tertarik dengan Min Jun karena sikap pemuda itu membuat Kayana nyaman. "Yaudahlah." Berjalan terseok-seok menuju pintu, Kayana harus segera pulang. Baru saja membuka daun kayu tersebut, sebuah suara terdengar dari kejauhan memanggilnya. "Kayana!" Kayana terdiam di tempatnya, menunggu Dewi yang tengah berlari ke arah dia. Dewi adalah teman sekelas Kayana, meski mereka tidak terlalu dekat bukan berarti mereka tidak berteman dengan baik. Dewi sampai didepan Kayana, gadis berambut pendek itu menatap penampilan Kayana dari bawah hingga ke atas, benar-benar buruk. "Ya ampun, Kay. Apa yang sudah terjadi sama lo?" "Bukan apa-apa kok, Wi" jelas sekali Kayana bohong, tapi tidak mungkin juga dia berbicara jujur kepada Dewi soal cermin itu. "Wi, gue boleh minta minum nggak, gue haus" lirih Kayana dengan suara lemah. Dewi mengangguk, mereka berdua duduk di teras depan gudang. Tadi, Dewi yang baru saja menyelesaikan piketnya di UKS dan harus pulang terlambat lantaran hari ini ada obat-obatan yang datang untuk stok. Biasanya sebulan sekali, nah, saat Dewi hendak pulang netranya tak sengaja menatap sosok yang baru saja keluar dari dalam gudang. Mengenali sosok itu adalah Kayana, akhirnya Dewi pun menyapa. Kayana meneguk air minum yang ada di botol milik Dewi dengan rakus, tenggorokan nya sangat kering serta dia mulai merasakan lapar. Kepalanya juga sudah mendingan, tidak se pusing tadi. "Gue khawatir banget sama lo, Kay. Gue kira lo di apa-apain sama Chelsea geng" Yah, bukan hal aneh saat melihat Kayana dibully. Teman-temannya tidak ada yang berani membantu atau mengganggu keinginan Chelsea kalau tidak ingin ditendang dari sekolah ini. Privilege sebagai anak donatur sekolah dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Chelsea dan teman-temannya untuk membully Kayana. Papa Chelsea adalah salah satu donatur terbesar di SMA Bina Jakarta, dan mungkin karena itulah Chelsea semena-mena dengan murid-murid lain. Hanya saja, Papa Chelsea tidak mengetahui kelakukan anak gadisnya, tidak ada yang berani melapor tanpa bukti kalau Chelsea adalah tukang bully. "Ah, nggak kok. Gue nggak papa," Kayana menghentikan ucapannya, dia penasaran akan satu hal. "Gue ngilang berapa hari, Wi?" "Hah?" beo Dewi yang tidak paham akan maksud Kayana, "Lo cuma ngilang sebentar, Kay. Siang sampai sore, nggak sampai berhari-hari kok" Jawaban Dewi menguras otak Kayana, bukankah dia berada di Seoul selama beberapa hari? Tapi kenapa Dewi bilang kalau dia hanya pergi sebentar, apa yang salah disini? "Kay, lo nggak papa kan? Gue mau pulang, lo mau bareng nggak?" Gadis berambut lepek dan berpenampilan kacau itu menggeleng, lantas menyerahkan botol minum Dewi yang sudah kosong karena airnya dia habiskan. "Nggak, lo duluan aja, Wi" "Yaudah, gue duluan ya, bye" "Bye, hati-hati ya" Kayana juga segera beranjak, tujuannya adalah loker tempat dimana dia menyimpan seragam olahraganya. Tidak mungkin Kayana pulang dalam kondisi seperti ini, setidaknya gadis itu akan memperbaiki penampilannya sedikit juga berganti pakaian. (^_^)(^_^) Piyama pink membalut tubuh gadis yang baru saja selesai mandi itu, menggosok-gosokan handuk pada rambutnya yang basah. Kayana duduk di kursi belajarnya, netra gadis itu menerawang ke atas, apa yang sudah dia lalui kali ini adalah sesuatu hal yang tidak harus dilupakan begitu saja. Moon Min Jun, satu nama yang langsung melintas di dalam ingatannya membuat senyum di wajah gadis itu tercipta. Apa dia bisa bertemu dengan Min Jun lagi kalau masuk ke dalam cermin itu? Awalnya, Kayana tidak tahu menahu soal cermin yang bisa membawanya ke Korea. Dia hanya sering duduk disana dan berkeluh kesah sembari menatap cermin yang ada didepannya. Tapi suatu ketika, tak sengaja dia menatap cermin itu bergelombang dengan memunculkan pemandangan alam yang begitu indah. Takut? Tidak, Kayana bukan tipe gadis penakut, dia malah tersenyum saat itu. Kayana merasa seperti punya teman curhat, di sekolah dia sering dibully oleh Chelsea geng, dan tidak punya teman dekat. Jemarinya meraih buku diary bersampul hello kitty yang ada di tumpukan paling atas buku-bukunya. Seoul, hari ini. Seperti mimpi yang menarikku dari dunia nyata, seperti kisah baru yang aku torehkan dari luka lama. Memasuki cermin ajaib yang membawaku menuju Seoul, menjadikan ku seorang pelayan restoran dan seorang penulis skripsi. Padahal, aku tidak tau apapun soal itu, haha. Tapi bukan itu yang hendak aku goreskan di buku ini, melainkan tentang rasaku padanya, pada dia yang punya senyum semanis gula, sifat yang kalem dan kadang-kadang lucu membuatku gemas. Namanya, Moon Min Jun. "Kayana! Cepetan turun!" Senyum diwajah Kayana seketika luntur, tangan yang hendak melanjutkan menulis kini terhenti. Gadis itu mendesis tajam, suara saudara kembarnya membuat torehan pena pada buku diary harus tertunda. Dia meletakkan pena tersebut, lantas menyambar handuk untuk membungkus rambutnya yang masih meneteskan air. Kayana turun dengan hati yang gondok, di meja makan sudah ada kedua orang tuanya beserta Kinara, saudara kembar Kayana. Mereka berbeda sekolah. Kinara dan Kayana punya sikap yang sangat berbeda pula. "Udah gede, mau makan aja masih minta di teriakin segala" dumel Kinara saat Kayana menarik kursi yang ada di sebelah gadis itu. "Gue baru selesai mandi kali, lagian nggak ada yang nyuruh lo teriakin gue buat makan" balas Kayana tanpa menoleh ke arah Kinara. Jangan heran kalau sifat Kayana di dunia nyata berbeda dengan di dunia cermin itu. Begitu pula dengan sifat Kayana yang berbeda saat di rumah dan di sekolah. Tidak ada yang tau kalau Kayana sering di bully. Dan tidak ada yang tau kalau sebenarnya Kayana itu lemah dan rapuh, dia menutupi sisi itu dari banyak orang terutama orang terdekatnya. "Sudah-sudah, kalian jangan berantem lagi," Mama Intan menengahi, kembar bersaudara itu hanya mengangguk, lantas memulai makan dengan khidmat. Hanya suara denting sendok dan garpu yang terdengar, Kayana makan sebari melamun tentang Min Jun, di Seoul, dia menyiapkan makanan yang bahkan dia tidak tau apa namanya, tapi anehnya Kayana bisa memasaknya dengan buku resep yang sudah tersedia disana. Ah, kenapa dia tidak bisa melupakan sosok pemuda yang pernah dia jadikan sandaran malam itu. "Nggak waras ya lo, senyum-senyum sendiri" Komentar itu datang dari Kinara yang kurang ajar mengusik kesenangan kakak nya, Kayana mendelik tajam ke arah saudara kembarnya, "Diem." "Ma, Pa," panggil Kayana tiba-tiba, kedua orang tua yang masih sibuk menghabiskan makan malam mereka kini mendongak menatap Kayana dengan tatapan penuh tanda tanya. "Besok Kayana ada janji sama temen, mungkin bakal pulang agak telat, nggak papa kan?" Pertanyaan itu sontak membuat Kinara terbahak, sejak kapan Kayana doyan main apalagi sampai pulang telat?? Jujur nih ya, setahu Kinara, Kayana itu anak rumahan. Apalagi kalau weekend, gadis itu pasti akan menghabiskan sepanjang hari di dalam kamar, entah apa yang dia lakukan. "Lo seriusan, Kay? Gue nggak salah denger kan??" Kayana tak mengindahkan pertanyaan Kinara, dia lebih memilih menunggu jawaban dari kedua orang tuanya. Besok hari minggu, jadi Kayana tidak masuk sekolah tapi dia tetap ingin pergi ke Seoul lagi untuk menemui Min Jun dan bermain bersama cowok itu. "Berhubung kamu nggak suka main dan jarang main, jadi Papa kasih izin. Asal, pulangnya jangan malem-malem" "Pa." protes Kinara tak terima, dia merasa ada ketidakadilan disini. "Kok Papa kasih izin gitu aja sih ke Kayana, sementara kalo aku harus ngemis-ngemis dulu" "Kamu udah keseringan hangout, Nara. Sementara Kay jarang" "Ish!" Kayana menoleh, dia menikmati wajah Kinara saat tengah kesal sembari menjulurkan lidahnya, mengejek. "Awas lo!" ancam Kinara, gadis itu ngambek. Dia berdiri dan berjalan menuju kamarnya dan tidak menghabiskan makan malamnya. Kayana dan kedua orang tua mereka hanya diam melihat aksi anak sulungnya itu. (^_^)(^_^) Seoul menjadi tempat terindah, dimana aku bertemu dengan dia. Tatapan matanya yang selalu membuatku salah tingkah, aku mengingat setiap inci wajah tampan itu. Kita kenal tidak lama, tiga hari, tapi cukup untuk membuatku jatuh hati pada dirinya. Ah, mengingat sosok Min Jun membuatku semakin merindukan dia, apakah aku bisa bertemu dengannya lagi besok? Semoga bisa, aku juga akan menyampaikan kalau aku menyukainya. Hehe, baru pertama kali ini aku menyukai seorang cowok sampai harus menuliskan kisah tentang dia di dalam sebuah buku diary. Ketukan pintu membuat keseruan Kayana menulis diary jadi terganggu, tak lama Kinara masuk dengan wajah sebalnya membuat Kayana spontan menutup buku diary itu sebelum kembarannya merecoki. Gadis berambut bob itu duduk di pinggiran tempat tidur milik Kayana, dia menatap Kayana dengan intens, tangannya terlipat di depan d**a. "Lo mau kemana sih, Kay?" "Jalan" "Iya gue juga tau lo mau jalan, tapi kemana?" "Bukan urusan lo." Kinara spontan berdiri, jemarinya terkepal erat menahan kesal dengan jawaban kembarannya. Tidak bisakah Kayana diajak kompromi sebentar saja? Kenapa dulu dia harus dilahirkan kembar, apalagi kembarnya dengan Kayana si gadis nyebelin, menurut Kinara sih gitu. "Lo tau nggak, besok gue mau jalan sama Danu. Papa ngelarang, dengan alasan harus bantuin Mama masak, buat kue dan lain-lain. Biasanya yang bantuin Mama kan elo" "Ya sekarang gantian dong, Nar. Lo kan juga anak Mama, gimana sih" "Ya tapi kan--" Kayana tak ingin mendengar protes an apapun lagi dari Kinara, selama ini dia sudah cukup mengalah untuk kembarannya itu. Kayana mendorong tubuh Kinara agar segera keluar dari kamarnya, apapun alasan Kinara dia tidak akan mengalah kali ini. "Kay, dengerin gue dulu--" "Nggak. Pokoknya gue besok mau jalan, Nar. Kali ini gue ngga bisa bantuin elo." keputusan Kayana sudah telak. "Kay--" Pintu kamar tertutup membuat suara Kinara langsung hilang diganti dengan gedoran-gedoran di pintu. Tapi Kayana tidak peduli, Kayana menguncinya agar Kinara tidak bisa masuk ke dalam dengan seenak jidatnya lagi. Gadis itu berjalan lantas duduk kembali di kursi belajarnya, meneruskan menulis diary. Min Jun oppa, apakah kamu sudah lulus? Aku ingin melihatmu graduate, semoga saat aku kembali ke Korea besok, aku masih punya kesempatan itu. Dan semoga Oppa tidak melupakanku. Ada satu pertanyaan yang sebenarnya terus bersarang di benakku, jika gadis bernama Herrin itu benar-benar menyukai Oppa, apa Oppa akan menerimanya dan mengacuhkanku? Aku tau, hanya diakui sebagai teman itu sakit, Oppa. Dan tolong, jangan lakukan itu padaku nanti. Dearest -Kay- Mungkin hanya itu yang bisa Kayana goreskan, selembar halaman untuk menceritakan bagaimana perasaan dia kepada cowok Korea bernama Moon Min Jun. Di halaman selanjutnya, Kayana berharap bisa lebih sering menyebut namanya. Menutup buku dan mengembalikan pada tempat semula, Kayana beralih, kini dia merebahkan tubuhnya diranjang empuk miliknya. Lebih baik sekarang dia tidur, karena besok, dia akan pergi ke Seoul lagi untuk bertemu dengan Min Jun. Ah, rasanya sudah tidak sabar lagi. Apalagi dengan membayangkan kalau dirinya akan berpacaran dengan cowok tampan itu. Kayana, benar-benar sudah gila. (^_^)(^_^) Mama Intan yang baru saja menuruni anak tangga di kejutkan dengan Kayana yang tengah meneguk s**u di dapur dengan terburu-buru. Melirik jam yang menempel di dinding, baru pukul 6 pagi hari. Tumben sekali anak gadisnya sudah bangun sepagi ini. "Kayana?" "Mama" Kay mengusap bibirnya yang sedikit belepotan s**u, nyengir kuda ke arah sang Mama. "Kay berangkat dulu ya, Ma." "Kamu mau kemana sih, Kay, emangnya?" "Main, Ma" "Sepagi ini?" Kayana hanya mengangguk, mencium sekilas pipi Mama Intan lalu berlari kecil keluar rumah. Hari ini dia akan pergi menggunakan motor matic kesayangannya. Butuh perjuangan untuk bisa masuk ke dalam sekolah lantaran gerbang depan dikunci sekaligus di jaga oleh dua satpam. Tapi gadis itu tak kekurangan akal, motor matic nya berbelok ke gang sempit, dia akan menitipkan kendaraan roda duanya di warung belakang sekolah. Setelah masalah pengamanan motor selesai, Kayana berjalan menuju gerbang samping, dia akan memanjat sekarang. Bugh! Kayana meringis saat pantatnya mendarat dengan tidak sempurna, gadis itu berdiri sembari mengelus-ngelus p****t yang masih terasa sakit. Dengan terkekeh-kekeh dia berjalan menuju gedung belakang, lebih tepatnya menuju gudang. Gudang sekolah tidak pernah dikunci membuat Kayana bisa bernafas lega dan bebas keluar masuk. Sebelum masuk gadis itu menyempatkan diri untuk mengecek keadaan sekitar, sepi. Tangan Kayana memutar knop pintu, membukanya. Dia mulai masuk ke dalam ruangan tersebut, menemukan cermin yang masih teronggok bisu disana. "Aman" gumam dia, menarik nafas panjang lantas menghembuskannya. Kayana menutup kembali pintu itu rapat-rapat sebelum ada yang memergoki dia. Perlahan dia berjalan mendekat, semakin dekat, Kayana berhenti. Dia menatap cermin yang ada didepannya, fokus, selang beberapa menit gelombang mulai menampakan diri lagi membuat senyum di wajah gadis itu mengembang. "Min Jun Oppa, aku akan segera datang" Gelombang cermin menarik tubuh Kayana, meski sudah pernah merasakan sensasi ini tetap saja Kayana mual. Dia ingin segera sampai di negara tujuan, dan semoga kali ini pendaratannya tidak terlalu menyakitkan. Dua menit kemudian.. Bugh! "Awwhh!" ringis gadis itu, perlahan dia membuka mata, mengerjap beberapa saat sebelum mengedarkan pandangan. Ruangan ini kosong, hanya terdapat satu ranjang tempatnya mendarat tadi juga satu laci disampingnya. Tempat asing, ini bukan rumah dia di Seoul apalagi kamarnya, bukan juga di restoran tempatnya bekerja. Lantas,.. "Gue dimana??"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN