Pagi harinya Elin terbangun lebih awal, semalaman ini ia tak bisa tidur dengan nyenyak karena memikirkan banyak hal, ia juga tipe orang yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Dilihatnya sang suami yang tidur lelap di sampingnya, Elin terus mengamati wajah tampan suaminya itu.
Sangat tampak jelas guratan-guratan kelelahan di raut Bhanu, di saat seperti ini Elin merasa bersalah karena pernah menolak suaminya. Benar, sebagai istri ia memang wajib ikut ke mana pun suaminya tinggal.
Di sini tidak ada jam dinding seperti di alam manusia, mereka sudah bisa menebak waktu-waktu per hari. Namun, Elin memperkirakan bahwa saat ini masih jam empat pagi. Tidak ada suara kokokan ayam, tidak ada pula suara adzan seperti yang terdengar di pemukimannya.
Belum lagi hari ini Elin akan dipertemukan dengan seluruh anggota istana, ia tidak percaya diri. Bagaimana bila mereka membencinya? Apakah rupa penghuni di sini sangat mengerikan? Pikiran buruk terus menghantui otak wanita itu.
Pergerakan ranjang di samping membuat Elin semakin terfokus. Suaminya mengerjapkan mata dan membuka netranya dengan penuh, dilihatnya Elin yang sudah terbangun membuat Bhanu ikutan mendudukkan dirinya dan menyender di kepala ranjang.
“Kenapa sudah bangun?” Seperti biasa, nada lembut Bhanu menyapa telinga Elin.
Wanita itu menatap ke sembarang arah sambil memilin jari-jarinya. Melihat istrinya yang masih belum mendapatkan kenyamanan di istananya pun membuat Bhanu menghela napas, ia paham betul bagaimana karakter Elin.
“Masih belum bisa beradaptasi?”
Elin menanggapi pertanyaan Bhanu dengan anggukan kepala.
“Sini, lihat aku.” Bhanu meraih dagu Elin agar menatap dirinya.
Akhirnya kepala Elin pun menoleh pada suaminya, sejenak keduanya saling bertatapan dalam diam hingga pria itu berinisiatif untuk membuka lagi percakapan.
“Apa yang kamu rasakan sekarang? Ayo cerita.”
“Aku takut, bimbang, nggak percaya diri. Pokoknya semuanya campur aduk, sulit adaptasi juga.” Elin mengeluarkan unek-unek hatinya.
Kepala Bhanu mengangguk-angguk dengan pelan, berusaha mencerna perasaan istrinya saat ini.
“Semalam aku sudah membahas rencana hari ini dengan Damar. Pagi nanti dia akan mengumpulkan semua penghuni istana, dan saat itu juga aku akan memperkenalkanmu ke seluruh anggota. Kita juga sudah melakukan kewaspadaan jika nantinya ada yang kontra denganku, mereka akan dijebloskan ke penjara kerak bumi.” tandasnya.
“Penjara seperti apa itu?”
“Tahanan bagi para makhluk yang membangkang peraturan raja, dindingnya terbuat dari panasnya api bumi, kamu tidak bisa membayangkan bagaimana tempat itu.”
Elin menelan ludahnya dengan kasar, tiba-tiba saja ia meremang memikirkan tempat seperti itu.
“Sudah, jangan dipikirkan.”
“Berarti kamu mau memaksa mereka untuk menerimaku?”
“Ya, tidak ada cara lain.” Pria itu mengangkat bahunya cuek. Tidak peduli siapa pun yang menolak keberadaan istri dan anaknya, maka Bhanu akan memasukkan mereka ke penjara istimewa di kerajaan ini. Hampir semua makhluk yang menjadi tahanan di sana tidak akan betah, mereka akan berteriak kesakitan karena kulitnya melepuh.
Nyawa mereka seolah ingin dicabut paksa, tapi faktanya mereka masih terus menerus merasakan perih dan kesakitan yang teramat.
“Kamu egois dong kalau begitu,” sanggah Elin.
Bukannya merasa tersindir dengan perkataan istrinya, Bhanu justru tertawa pelan.
“Sayang, perlu kamu tahu hidup di sini sangat lah keras, apalagi menjadi sosok pemimpin. Aku memimpin golongan makhluk yang paling pembangkang di muka bumi ini, harus ada keegoisan untuk memaksa mereka.”
Jika dipikir-pikir memang benar, golongan mereka termasuk dalam makhluk yang bebal, tidak salah jika harus memimpin dengan keegoisan dan ketegasan.
“Jadi, singkirkan rasa takut ataupun ketidakpercayaan diri kamu.” Bhanu merangkul pundak istrinya dengan penuh sayang.
Hingga tak terasa waktu berputar sangat cepat, tepat jam tujuh pagi Elin sudah rapi mengenakan pakaian khas kerajaan. Gaun mirip kebaya berwarna perpaduan hitam dan keemasan, rambutnya disanggul dengan rapi, wajahnya juga tampak cantik dan memesona ditambah lipstik oranye.
“Nyonya, Anda sudah siap?” Suara Damar dari luar kamar membuat Elin menatap pintu yang masih tertutup itu.
“Ya, aku akan keluar.” jawab Elin, dengan perlahan ia melangkah menuju pintu kamarnya.
Sontak saja Damar langsung membungkukkan badan untuk menyambut istri dari majikannya itu. Elin memang belum diangkat secara resmi menjadi ratu kerajaan ini, tapi bagaimana pun juga wanita itu sudah terikat dengan Bhanu dan bahkan memiliki buah cinta.
“Mari, Nyonya.” Damar membawa Elin melewati lorong panjang menuju ke aula.
Elin hanya mengekori saja dalam diam, tangannya saling meremas satu sama lain karena gugup. Hawa sekitarnya juga terasa dingin, sedikitnya mampu membuat bulu-bulunya meremang.
Sementara itu di ruang aula luas sana, semua anggota inti istana sudah berkumpul. Mereka sangat penasaran karena tiba-tiba saja diminta untuk datang ke sini, apakah akan ada pengumuman penting?
Arya mendengus kesal, ada apa lagi hingga ia harus turut kumpul di sini, membuang-buang waktu saja.
“Pangeran, memangnya Raja Bhanu ingin memberikan informasi apa?” bisik Praduga.
Mata Arya mendelik tajam, membuat nyali si empunya pertanyaan menciut.
“Kamu kira aku tahu? Dasar bodoh!” Sembur Arya.
Praduga pun mengunci bibirnya, ia tahu bahwa emosi Arya masih belum stabil akibat pekerjaannya yang tidak dilakukan dengan baik. Andai Praduga tahu lebih awal bahwa semalam adalah jebakan Damar dan Bhanu, pasti saat ini Arya sudah menyanjung dirinya karena berhasil mendapatkan secuil data diri wanita yang dimiliki Bhanu.
Bhanu muncul dari balik tembok aula, pria itu sangat gagah dan rupawan mengenakan pakaian khas raja. Aura wibawanya tercetak jelas, seiras dengan wajahnya yang selalu menampilkan ekspresi datar-datar saja.
Kedatangan Bhanu akhirnya menjeda bisik-bisik penasaran, mereka langsung menunduk memberikan penghormatan pada raja. Gendis terus memerhatikan pria yang ia taksir, sebenarnya ada apa ini?
Dari firasatnya, Gendis yakin bahwa akan ada suatu hal yang terjadi.
“Aku mengundang kalian semua ke sini karena ada suatu hal penting yang akan diumumkan.” Bhanu membuka percakapan, matanya menelusuri seluruh orang yang datang.
“Hari ini aku akan memperkenalkan kalian pada dua orang yang sangat berarti bagi hidupku, kedudukannya setara denganku, dan sudah menjadi kewajiban kalian untuk turut menghormatinya.” imbuhnya.
Bisik-bisik kembali terdengar.
“Dua orang?” gumam Praduga.
Arya juga sama penasarannya, entah apa yang sedang direncanakan oleh sepupunya itu. Namun, yang pasti sesekali Bhanu juga melirik ke arahnya seakan ingin memastikan suatu hal.
“Saya merasa ada hal yang tidak beres di sini.” Praduga berbisik memberitahu tuannya.
Arya tidak menanggapi, matanya sibuk menatap gerak-gerik Bhanu. Pria itu tampak tenang, bibirnya juga terangkat membentuk senyuman tipis.
“Mohon maaf, Yang Mulia Raja. Memangnya orang seperti apa yang berarti untuk Anda?” Dwija Rangga bertanya, ia adalah panglima kerajaan yang juga sangat setia terhadap negerinya.
Bhanu memberikan kode dengan tepukan tangan, tak lama berselang muncul lah Elin dari lorong yang ia lewati tadi. Demi menjaga nama baik suaminya, Elin sudah belajar sedikit mengenai tata etika kerajaan.
Ia berjalan dengan pandangan lurus, tubuhnya tegap, seketika aura Elin terlihat sangat penuh. Semua mata memandang dirinya, wanita itu berusaha untuk fokus pada jalannya saja.
“Ehh, siapa dia?”
“Apa itu wanita yang disukai Raja Bhanu? Tapi aroma tubuhnya seperti manusia.”
“Iya benar, dia manusia.”
Bisik-bisik kembali terdengar, kali ini cukup kencang.
Gendis, wanita itu tak henti-hentinya menelusuri Elin dari kepala hingga ujung sepatu, ia sangat syok karena Bhanu memanggil seorang wanita manusia.
Tidak mungkin kan jika mereka merupakan sepasang kekasih?
Sesampainya Elin di hadapan semua anggota, ia pun mendongak lurus. Jika dilihat seperti ini rupa mereka normal seperti manusia, tapi jika sudah bertukar mode fisik maka akan terlihat wujud asli mengerikannya.
Begitu juga dengan Praduga yang membelalakkan netranya. Benar, ciri-ciri wanita itu seperti yang ia lihat di alam manusia.
“Perkenalkan, namanya adalah Elin Mahardika. Dia adalah istri sah ku, hormati dia selayaknya kalian menghormatiku.” Bhanu bertukas dengan singkat dan jelas.
“Istri? Bagaimana mungkin, bukankah dia adalah manusia?” Seorang pejabat kerajaan melontarkan pertanyaan yang mewakili semua orang di sana.
“Tidak salah lagi, wanita itu yang Damar temui di alam manusia.” Praduga merasa puas karena akhirnya ia bisa menemukan wanita itu.
“Ya, Elin adalah istriku, aku menikahinya saat berada di alam manusia. Sementara ini kalian bisa memanggilnya sebagai Nyonya, sebelum pelantikan ratu diadakan.”
“Tidak mungkin! Anda adalah raja, kenapa bisa melanggar aturan kerajaan yang sudah diterapkan bertahun-tahun lamanya.” Salah seorang anggota meneriakan keberatan hatinya, ia tak mau memiliki ratu dari bangsa manusia.
“Ya, Anda telah melalaikan peraturan.” Sahut yang lain.
Bhanu tidak terpojok sama sekali, ia menyeringai tipis.
“Mengenai peraturan adalah masalahku dengan leluhur, kalian tidak berhak ikut campur dalam rumah tanggaku. Lagi pula, aku dan Elin sudah mempunyai anak yang menjadi penguat hubungan kami.” Perkataan Bhanu semakin membuat kaget semua hadirin.
Genggaman tangan Gendis begitu erat. Elin memang bukan kekasih, melainkan istri dari Bhanu. Dan apa tadi, mereka sudah memiliki anak?
Sialan!
Sekali lagi Bhanu memberikan kode, seorang wanita baya pun keluar, itu adalah Nani yang mengasuh Manggala sejak pertama kali dibawa ke sini.
Semua mata memandang tertuju pada objek yang sama. Mereka menatap Manggala yang ada di gendongan Nani, bayi mungil itu terlihat bangun dan bergerak, wajahnya memang memiliki kemiripan dengan Bhanu.
“Astaga, bagaimana bisa pelanggaran ini terjadi?”
“Mereka sudah ada anak, sulit untuk terlepas.”
“Iya, anak adalah bukti terkuat dalam pernikahan.”
Nani menyerahkan Manggala pada Elin, dan Bhanu merangkul istrinya dengan penuh perhatian, sengaja ingin menunjukkan ke seluruh orang bahwa ia tidak main-main dengan ucapannya.
“Ternyata mereka sudah punya anak? Pangeran Arya, ini benar-benar mengejutkan.” Praduga heboh sendiri, ia bahkan tak menyangka jika hubungan Bhanu dengan wanita bangsa manusia sudah sejauh ini.
Justru Arya tidak tertarik dengan fakta bahwa Bhanu sudah ada buah hati, melainkan kenapa Bhanu dengan terang-terangan menginformasikan hal ini ke publik? Sebenarnya rencana apa yang telah dipikirkan.
Mata Gendis terasa memanas, hatinya juga berkobar-kobar bak api yang siap melahap sekitarnya. Jadi alasan Bhanu menolak dirinya karena sudah menikah dengan gadis bangsa manusia? Ego Gendis tersentil, apa kurangnya ia dibandingkan Elin?
Belum lagi dengan kehadiran bocah bayi itu, ini pertanda bahwa hubungan mereka sudah lama terjalin.
Elin menelisik ke penjuru ruangan, ia mengabsen satu per satu orang yang hadir. Ada satu yang mencolok di matanya, seorang wanita yang umurnya tidak jauh darinya.
Elin berpikir, apa itu yang bernama Gendis?
Ya, Gendis terus mendelik pada Elin dengan aura permusuhan.
“Raja Bhanu, sejak kapan kalian bersama?” tanya Panglima Dwija.
“Dua tahun lalu, saat itu aku sedang mengembangkan ilmu dan tak sengaja bertemu dengan Elin. Cinta pandangan pertama lalu aku menikahinya di alam manusia,” tutur Bhanu.
“Tapi Yang Mulia, pernikahan dua alam sangat dilarang. Kenapa Anda melanggarnya?” Dwija Rangga bertanya lebih lagi.
“Ini adalah saat yang tepat untuk Anda ikut menjatuhkan nama Raja Bhanu.” Praduga mulai membisiki Arya.
Namun, lagi-lagi Arya tidak menanggapi bualan Praduga. Ia tidak boleh gegabah secara terang-terangan, saat ini Arya belum tahu alasan kenapa Bhanu dengan berani memperkenalkan istrinya di muka umum.
“Memang benar bahwa aturan kerajaan melarang menikahi bangsa manusia. Tapi dalam buku sejarah kita, tertulis bahwa manusia serakah lah yang memudarkan kepercayaan kita terhadap bangsa mereka. Elin berbeda, istriku ini tidak ada keserakahan sama sekali dalam dirinya, hatinya murni dan tulus mencintaiku.”
Dwija Rangga pun terdiam, ia tak berani melontarkan kalimat tanya lagi.
“Ini tidak bisa dibiarkan.”
“Diam, Praduga! Aku sedang berpikir, kamu jangan membuatku pusing.” hardik Arya pada Praduga. Kepalanya pening mendengar celotehan tak bermutu pria baya itu, Bhanu selangkah lebih cerdik darinya, kembali Arya dibodohi olehnya.
“Baik, Pangeran Arya.”
“Anda mengambil langkah yang risiko, bagaimana jika para rakyat tahu?” Kini tetua istana menimpali.
“Aku akan menanggung amarah rakyat, apapun demi istri dan anakku.”
Elin sangat tersentuh dengan ungkapan suaminya. Benar, Bhanu akan melakukan apa saja demi ia dan Manggala.
“Manggala adalah putraku dengan Elin, ia adalah pangeran istana ini. Siapapun yang berniat menyakiti istri dan anakku maka aku akan menyeretnya ke tahanan tanpa ampun.”
“Baik, Yang Mulia.”
Tidak ada yang berani membantah lagi, semuanya patuh. Mereka tahu betul arti ucapan akhir Bhanu, sel yang mengerikan itu tidak akan pernah bersahabat dengan mereka.
“Tega kamu, Bhanu. Aku menunggumu sejak bertahun-tahun lalu, tapi ternyata sudah menikah dengan makhluk rendahan itu.” Gendis bergumam, ia sangat kecewa.
Melihat Elin dan buah hatinya semakin membuat sesak jantungnya, Gendis membenci dua orang benalu itu!