18 - KISAH DUA ALAM

1154 Kata
Di istana alam gaib, Bhanu benar-benar disibukkan dengan perencanaan dan perubahan struktur kepengurusan baru. Seperti halnya saat ini sudah empat jam ia duduk di kursi sambil menatap sebuah buku tebal yang berisi kalimat panjang. Sesekali matanya terpejam karena merasa kantuk yang cukup berat, tapi Bhanu tak boleh tidur sekarang karena masih banyak tugas yang perlu ia garap. “Tuan, apakah Anda tidak ingin beristirahat?” Damar tiba-tiba saja muncul dari asap putih tipis, pria jangkung itu melihat tuannya dengan miris, sejak Bhanu menjabat sebagai raja ia sangat jarang istirahat. Bhanu juga meminta Damar untuk memanggilnya Tuan saja, dibandingkan Raja, terdengar tak familier. Bhanu mengangguk singkat tanpa menatap si empunya suara. Kali ini ia harus membaca sejarah dan aturan-aturan lama kerajaan yang mulai tergerus, yang menjadi fokus Bhanu adalah mencari cara agar manusia dapat diterima di istananya. Menimbang konsekuensi akibat pelanggarannya, ia memikirkan apakah ada cara aman untuk membawa Elin dan Manggala ke sini. Halaman pertama sudah ia buka, lembaran itu bertuliskan sambutan dari si pembuat buku. Merasa halaman pertama tidak berguna, Bhanu pun menggulirkan lembaran itu pada halaman selanjutnya. Damar setia berdiri di pinggir meja untuk menemani majikannya, terkadang ia penasaran kenapa Bhanu menikahi gadis manusia dibandingkan makhluk sebangsanya sendiri? Tuannya itu mengambil resiko yang sangat besar, Bhanu sangat mencintai istri dan anaknya sampai rela mempertaruhkan keselamatannya sendiri. “Pernikahan dua alam,” gumam Bhanu membaca sub bab judul dibuku itu. Senyuman cerah terukir dari bibir pria tampan tersebut, dengan teliti Bhanu membacanya secara pelan-pelan dan memahaminya. Dituliskan bahwa pernikahan dua alam pernah terjadi sekitar dua ratus tahun yang lalu, kala itu kakek buyutnya juga menikahi bangsa manusia. Awalnya hubungan keduanya lancar-lancar saja, bahkan para rakyat bangsa gaib menerima si wanita manusia dengan baik. Hanya saja lama kelamaan terjadi lah gesekan antara bangsa manusia dan bangsa gaib. Kakak si mempelai wanita berniat untuk menjarah harta kekayaan di alam gaib, seperti yang sudah diketahui bahwa kerajaan gaib merupakan gudangnya emas dan harta berkilauan. Akhirnya manusia serakah itu membuat rencana untuk merusak alam ini dan mencuri harta-harta itu dengan perlahan. Sepandai-pandai tupai meloncat pasti akan terjatuh juga, itu lah peribahasa yang tepat bagi orang yang serakah oleh harta duniawi. Karena dianggap berkhianat akhirnya kakak dari mempelai wanita itu menjadi musuh dari para makhluk gaib, pun dengan si wanita yang menjadi istri dari kakek buyut Bhanu. Sejak saat itu terjadi pergesekan antara dua bangsa pun terjadi. Para rakyat mulai membenci bangsa manusia karena dianggap sebagai makhluk paling serakah dan penuh tipu daya di dunia ini, akhirnya dibuat lah peraturan yang melarang pernikahan antara bangsa gaib dan manusia. “Ohh, jadi seperti ini.” Gumam Bhanu sembari mengetuk dagunya pelan. Damar terlihat penasaran saat sang tuan menyimpulkan suatu hal. Namun, ia tidak berani bertanya macam-macam. Pria itu menegapkan badan dengan sempurna dan mengadahkan kepala melihat langit-langit ruangan. Permasalahan ini sudah lama terjadi, itu karena adanya satu manusia serakah yang membuat semua bangsa manusia jadi buruk citranya. Elin adalah tipe manusia yang baik, tidak pernah tergoda oleh kemewahan apapun. Semoga saja dengan sifat anggun wanita itu bisa membuat rakyatnya percaya dan menerima sang istri dengan sepenuh hati. “Damar!” panggil Bhanu pada pengawal kepercayaannya. “Ya, Tuan?” Sigap, Damar langsung menghampiri Bhanu dengan sikap yang sempurna. “Aku ingin mendengar saranmu,” tukas Bhanu. “Jadi, dibuku ini tertera bahwa dulu kakek dan nenek buyutku terpisah karena adanya seorang manusia yang serakah ingin menguasai harta kerajaan. Sejujurnya nenek buyutku tidak bersalah, hanya saja orang yang membuat namanya ikut buruk adalah kakak kandungnya sendiri, sehingga akhirnya para rakyat melabeli semua manusia seakan-akan adalah makhluk terkejam di muka bumi, untuk itu peraturan mengenai pelarangan pernikahan dua alam pun diterapkan.” Damar mendengarkan penuturan Bhanu dengan baik-baik, ia memasang telinganya dengan awas. “Di sini yang bersalah adalah kakak dari nenek buyutku, sedangkan beliau terkena imbas akibat perbuatan kakaknya. Begitu juga dengan posisi Elin, hal itu berimbas pada dirinya sehingga kami dilarang untuk saling menikah. Elin adalah orang baik, ia tidak mempunya sifat buruk seperti itu, jadi apakah aku berpeluang besar untuk membawanya ke mari?” tanya Bhanu setelah sebelumnya berkata sangat panjang dan lebar. Damar berpikir matang sebelum menjawab pertanyaan Bhanu. Memang benar, nenek buyut serta Elin adalah korban dari keserakahan orang lain, hingga akhirnya semua manusia disamaratakan sebagai makhluk yang jahat. Sejujurnya itu tidak adil, tapi karena sistem pemikiran seperti ini sudah bercokol sejak dulu maka akan sangat sulit untuk membujuk rakyat. Bhanu mengetukkan jarinya pada meja sambil menunggu jawaban cerdas dari Damar. Walaupun terlihat dingin dan kaku tapi Damar adalah sosok dengan kepintaran di atas rata-rata, ia cerdik dan dapat berpikir kritis. “Justru yang saya khawatirkan adalah sulitnya membujuk para rakyat yang sudah terlanjur menganut sistem peraturan tersebut. Kita pasti sudah ditanamkan sejak kecil bahwa manusia adalah musuh abadi, sehingga tidak boleh berdekatan ataupun menikah dengan mereka. Akar pemikiran seperti ini yang susah untuk dilepaskan, ketika seseorang sudah membenci maka sulit untuk membuat citra sebaik mungkin.” Damar akhirnya buka suara setelah sekian lama berpikir dan merangkai kalimat. Apa yang dikatakannya memang sangat betul. Sejak dulu bangsa gaib telah ditanamkan kebencian terhadap manusia, maka akan sulit untuk membersihkan rasa benci itu meski sebaik apapun Elin nantinya. “Kamu benar, Damar. Tidak mudah untuk meyakinkan rakyat agar menerima Elin, tapi bukankah tidak ada salahnya untuk mencoba? Aku takut jika keberadaan Elin dan Manggala lebih dulu diketahui oleh Arya, ia pasti akan menggunakan kesempatan itu untuk mencelakai keluargaku.” Bhanu tahu betul bahwa saat ini Arya tengah mencari-cari titik kelemahannya, untuk itu jangan sampai ia tertinggal selangkah di belakang rivalnya. “Benar, Tuan. Arya bekerja sama dengan Praduga untuk mencari kesalahan Anda. Setiap kali Anda bepergia, pasti ada seseorang yang mengikuti Anda kapan pun.” Damar langsung menyahut. Biasanya ia akan bersembunyi disuatu tempat saat menjaga Bhanu secara diam-diam, saat itu pula Damar mengetahui bahwa ada sosok lain yang juga tengah mengekori majikannya. Bhanu tahu itu, tapi ia tidak mau memergoki si penguntit, ingin tahu sejauh mana mereka mengorek informasi mengenai dirinya. “Aku tau, Arya memang tidak pernah berhenti berulah.” Damar terlihat kaget, ia tak menyangka jika ketenangan Bhanu selama ini ternyata karena ia sudah mengetahui semuanya, hanya saja tuannya memilih untuk diam. “Mohon maaf Tuan, jika Anda tahu mengenai persekongkolan Arya dan Praduga, kenapa Anda tidak melapor pada Raja Mahatma? Beliau sangat mempercayai Praduga, tapi ternyata malah berkhianat.” Tanya Damar karena kepalang penasaran. Praduga adalah orang kepercayaan Mahatma, tapi pria itu justru ingin melengserkan takhta putra majikannya. “Aku tidak ingin melihat Ayahanda kecewa karena telah memelihara pengkhianat, biarkan saja di masa tuanya ia menghabiskan waktu untuk istirahat. Masalah pengkhianatan Praduga biar aku saja yang mengurus, sekaligus menjebak Arya ke dalam permainannya sendiri.” Setelah berkata demikian, Bhanu pun tersenyum menyeringai. Ia diam bukan karena tidak tahu apa-apa, melainkan berusaha untuk tenang dan sewaktu-waktu bisa menerkam musuhnya yang lengah. Menghela napas berat, ternyata berat juga berpisah dari anak dan istrinya. Mau tidak mau Bhanu memang akan membawa Elin ke sini, secepatnya bila perlu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN