008 Pengubah Wujud
''E-eh!'' Anindira terpekik fokus pada satu hal sedikit melupakan ketakutannya tadi.
Dahi Anindira mengernyit ketika dia seperti menyadari sesuatu yang tidak terucap di dalam benaknya.
Dia terdiam selama beberapa saat.
Tubuhnya masih gemetaran tapi dia seolah merasa akrab dengan makhluk di hadapannya.
''Matanya biru?!'' pekik Anindira dengan mata melotot menatap bola mata Jaguar di hadapannya, ''Kerlap-kerlip gemerlapnya juga mirip, malah terlalu mirip. Sama persis!''
Anindira hampir melompat kegirangan karena merasa telah menebak dengan benar identitas makhluk di hadapannya.
''Iya-'kan...?!'' seru Anindira kembali mempertanyakan jawaban yang baru saja di kemukakan oleh dirinya sendiri, ''Aku... eng-gak... salah-'kan?!''
''Apa lagi yang dipikirkan oleh gadis ini?!'' tanya Jaguar di hadapan Anindira, ''Aku betul-betul heran dengan kelakuannya. Apa yang membuatnya setakjub itu... tidak mungkin karena penampilanku, 'kan?!''
Respon aneh dari Anindira membuat Jaguar di hadapannya sampai geleng kepala melihatnya.
Anindira tiba-tiba mengernyitkan dahinya melihat keanehan dari Jaguar di hadapannya, ''Apa aku salah? Tuan Jaguar, kau sepertinya sedang mengejekku?!''
Jaguar di hadapan Anindira melengos mengacuhkan Aninidra yang masih termangu dengan kejadian di luar nalar pola pikirnya sebagai manusia dari Dunia Modern.
''Itu!... Itu pakaian yang dipakai pria itu!'' pekik Aninidra saat melihat Jaguar itu mendekati helai pakaian yang tergeletak, ''Tuan Jaguar!'' panggil Anindira yang lupa dengan ketakutannya beberapa saat lalu, ''Kau benar-benar dia, 'kan?!''
''TUAN!... TUAN!... TUAN!'' seru Anindira menjerit memanggil-manggil pemuda yang telah menolongnya kemarin, ''KAMU DI MANA?!''
Jaguar itu melengos melihat Anindira, menatapnya, ''Dari sekian banyak wanita, kenapa aku harus ter*imprint oleh wanita aneh seperti dirinya?!''
Anindira sudah menebak kalau Jaguar Hitam di hadapannya adalah makhluk yang smaa dengan pemuda yang menolongnya. Tapi tetap saja logika di otaknya menolak kenyataan yang baru saja di saksikan olehnya.
Anindira mewaspadai Jaguar besar di hadapannya. Kepalanya tetap lurus menghadap ke arah jaguar, tapi matanya berputar, berkeliling ke sana ke mari.
Anindira masih berusaha untuk tetap tenang dan memantau situasi dan kondisi lapangan.
''Bodoh, apa yang kau lakukan?!'' pekik Jaguar itu, ''Perhatikan kakimu!''
Jaguar itu berlari Anindira yang sedang mewaspadainya hingga tidak sadar ke mana pijakan kakinya melangkah.
Jaguar hitam itu terus maju menghampiri Anindira yang ketakutan. Kemudian, pemandangan yang lebih gila akhirnya terjadi. Membuat Anindira yang ketakutan tadi, sekarang malah membelalakkan matanya karena heran dan terkejut. Dia melihatnya sendiri, tapi, dia sulit untuk bisa mempercayai apa yang baru saja dilihatnya.
WOOSSSHHH
Anindira sampai lupa berkedip dan terus menatap sosok Jaguar hitam yang tiba-tiba berubah menjadi manusia lalu berdiri dengan percaya diri.
Lagi-lagi Anindira kembali dikejutkan oleh pemandangan tidak biasa. Sosok Jaguar besar sudah tidak ada lagi di hadapannya. Tapi, sekarang berganti dengan sosok pria gagah yang...
BUGIL!
Mata Anindira semakin melotot, dia sangat terkejut, bingung, malu, syok, kaget semua jadi satu di benaknya sekarang hingga etika terlupakan dari otaknya saat ini. Dia menatap sosok vulgar di hadapannya tanpa berkedip dan justru semakin serius menatapnya.
''Tu-tu-tu-tu-tuan... Ja... Jaguar?!??'' seru Anindira terbata-bata sambil jarinya terus menunjuk ke pemuda itu.
Pemuda itu dengan santainya merangkul bahu Anindira, ''Hati-hati, awas kau bisa terpeleset!'' serunya memperingatkan Anindira dengan wajah datar, dengan lembut dia menarik Anindira membawanya ke tempat yang lebih aman, ''Tempat ini sangat tinggi.''
Anindira masih kebingungan dengan beragam tanya di hati dan pikirannya. Kakinya berjalan mengikuti langkahnya, dia menurut saja dibawa oleh pemuda itu. Kepalanya terus saja bolak-balik mendongak melihat ke arah pemuda itu, lalu lurus ke depan, kemudian menunduk ke bawah, berulang kali. Dia masih syok dengan apa yang dilihatnya tadi, dia belum bisa beralih dari pemandangan luar biasa yang hanya beberapa detik, barusan.
Pemuda itu menyadari kalau Anindira bersikap aneh tapi dia tidak peduli.
''Ayo duduk!'' seru pemuda itu setelah mengenakan pakaiannya, ''Wanita, apa yang membuatmu terkejut seperti itu?!''
Pemuda itu menarik lalu membawa Anindira duduk. Dengan lembut dia membuat Anindira bersandar di pohon lalu duduk bersebelahan di samping Anindira yang masih terperangah heran dan terkejut.
''A-a ... Anu…'' ujar Anindira mulai mengeluarkan suaranya, ''Tuan, tadi itu... A- apa yang… apa yang kau lakukan?'' tanya Anindira sedikit terbata-bata.
Anindira masih syok, tapi rasa ingin tahunya lebih besar. Dia ingin segera memecahkan misteri yang baru saja dilihatnya tadi.
''Huft,'' dengus pemuda itu. Dia merasa sedikit frustrasi dengan keadaan sekarang, ''Aku sama sekali tidak tahu apa yang kau katakan...''
''Hah, kau bilang apa?!'' pekik Aninidra menjawab keluhan pemuda itu, ''Lupakan! Jawab dulu ini... Itu... Tadi... Aduh... Bagaimana bilangnya?... Tadi... Barusan, tuan... Berubah wujud... Jadi jaguar... Eh! Bukan, dari jaguar ke manusia!... Eh! Lah!!... Sama saja... ADUH!!!... Bagaimana ngomongnya?!''
Anindira heboh sendirian dengan ucapanya berikut tangan yang mencoba memperagakan apa yang sedang diucapkannya.
Anindra dibuat frustasi sendiri dengan berbagai pertanyaan dan pemikirannya yang tidak bisa tersampaikan. Membuatnya semakin kesal dan dongkol, kenapa dia tidak bisa berkomunikasi dengan baik pada pemuda itu.
''Sebetulnya, apa yang sedang ingin kau katakan?!'' jawab pemuda itu setelah melihat Aninidra yang kelelahan dengan kehebohan yang dibuatnya sendiri, ''Apakah suasana hatimu sudah baik sekarang?''
Anindira menatap pemuda itu dengan serius, dia ingin fokus padanya. Berharap, dengan begitu dia bisa berkomunikasi dengannya meski hanya sedikit.
Pemuda itu juga ikut memperhatikan Anindira dengan serius. Aninidra masih menunjukkan ekspresi bertanya di wajahnya tapi kali ini dia mantap ingin memahami cara supaya bisa berkomunikasi dengan pemuda itu.
''Hm,'' tiba-tiba pemuda itu tersenyum. Dan, tentu saja hal itu malah membuat Anindira takjub karena senyumnya terlihat manis mempesona.
''Ada apa? Kenapa melihatku begitu? Kali ini apa yang kau pikirkan?''
Bukan hanya Anindira yang terpesona. Ternyata, Anindira yang takjub terpesona dengan senyum menawan pemuda itu, tanpa sadar senyum manis juga terukir di wajah Anindira. Pemuda itu kikuk sekaligus juga kaget merasakan degup jantungnya yang berpacu untuk gadis manis di hadapannya.
KRRUUKK
Tiba tiba terdengar gemuruh yang datang dari perut Anindira.
Anindira langsung terdiam, dengan mata sedikit melotot, refleks tangannya memegang perut. Lima detik kemudian perutnya kembali berbunyi, membuatnya makin kuat menekan perutnya karena merasa malu.
Moment canggung yang romantis itu buyar oleh suara perut Anindira.
''Lapar?'' tanya pemuda itu sambil mengangkat alisnya.
Anindira tidak menjawab, sama seperti sebelumnya, dia memandang pemuda itu dengan wajah bertanya.
''Lapar?!''
Pemuda itu bertanya sekali lagi, kali ini sambil menunjuk ke perut Anindira.
Anindira terdiam sejenak, dan akhirnya mengerti maksud pemuda itu.
''Sudahlah, tidak perlu malu!'' begitu pikirnya, ''Biar saja, aku juga tidak mungkin bisa cari makan sendiri di tempat seperti ini. Malu seperti ini tidak ada apa-apanya jika dibanding harus mati kelaparan.''
''Hehehe...'' tawa bodoh Anindira kembali terlihat, ''Iya, la-par... '' ucap Anindira mengikuti ucapan pemuda itu sambil mengangguk dan cengengesan.
Alis pemuda itu terangkat mendengar Aninidra mengulangi ucapanya meski sedikit terbata. Hal itu membuatnya senang, dia kemudian berdiri dengan ekspresi gembira.
Saat pemuda itu bangun, Anindira juga segera bangun mengikutinya.
''Kamu tunggu di sini!'' seru pemuda itu perlahan seperti mendikte sambil sedikit memperagakannya agar Anindira paham maksudnya, ''Aku akan cari makanan untukmu, jangan takut, aku tidak akan jauh darimu! Yang penting, kau harus berhati-hati pada pijakanmu... kau mengerti?!''
Sempat tertegun tapi Aninidra mengangguk menanggapi ucapan pemuda itu meski Anindira hanya memahami sedikit dari apa yang diucapkannya.
Anindira menurut dan kembali duduk. Lalu pemuda segera pergi, lincah menuruni pohon meninggalkan Anindira sendirian menunggu di atas pohon.
''UWAH!'' pekik Anindira setelah bisa melihatnya dengan jelas sekarang, ''Tinggi. Kalau jatuh dari sini, langsung jadi 'ayam geprek' nih.''
Menunggu sendirian tanpa banyak hal yang bisa di lakukan olehnya tentu saja membuatnya bosan.
''Dia pergi ke mana ya?''
''Aku di tinggal sendirian begini...''
''Mana di atas pohon lagi!''
''Kenapa harus di atas pohon? 'Kan kalau begini jadi tidak bisa ke mana-mana...''
Anindira terus saja bergumam berusaha menghabiskan waktu yang membosankan.