Ezell telah sadar dari pengaruh obat bius. Beberapa jam lalu ia telah melakukan pendonoran hati untuk ayahnya.
"Kau sudah sadar? Apa yang kau rasakan?" Qiandra yang sejak setelah operasi menunggui Ezell bertanya pada kakaknya.
Ezell diam. Dia mengumpulkan tenaganya, menghilangkan sepenuhnya efek obat bius yang bercampur di tubuhnya. Beberapa saat kemudian ia melirik ke arah Qiandra.
"Mendekat!" Ezell bersuara pelan.
Qiandra mendekatkan dirinya ke Ezell.
"Lebih dekat!"
Qiandra sudah semakin dekat. "Ehmpp!" Qiandra menjerit tertahan ketika mulutnya dengan cepat disumpal oleh lidah Ezell.
Tangan kanan Ezell mencengkram leher Qiandra dengan keras, lidahnya terus menerobos masuk ke mulut Qiandra. Menggigiti bibir Qiandra bernafsu lalu melepaskannya.
"Sialan!" Ezell mengumpat ketika sadar apa yang dia lakukan.
Qiandra membeku, ini bukan ciuman pertamanya tapi yang membuatnya membeku adalah kakak tirinya menciumnya. Mencium seperti seorang pria mencium wanitanya bukan seperti seorang kakak ke adiknya.
"Apa yang kau lakukan barusan?" Qiandra akhirnya bertanya setelah pikirannya sadar sepenuhnya.
Ezell mendengus, "Kau memang jalang kecil, sama seperti ibumu. Ibumu menggoda pria tua bangka itu dan kau menggodaku."
"Kapan aku menggodamu?" Qiandra dilanda bingung. Dia tidak menggoda kakaknya sama sekali.
"Menyerahkan hidupmu padaku, mau diperlakukan seperti apapun, bukankah kau mencoba merayu dengan kata-katamu itu."
"Sepertinya operasi membuat kau kehilangan akal." Komentar Qiandra sekenanya. Dia tidak bermaksud menggoda atau apapun pada Ezell.
"Benar, ibunya perayu anaknya juga pasti perayu."
Qiandra tak bisa membalas ucapan Ezell. Dia hanya harus menerimanya, lagipula apa yang Ezell katakan tidak benar. Kenapa juga dia harus peduli? Tapi tunggu, dia mungkin memang perayu, berbagai misi dia lakukan dengan sedikit merayu jika itu berhubungan dengan pria. Tapi, Qiandra tak sepintar Beverly yang memiliki lidah madu.
"Keluar dari sini! Aku tidak ingin melihat wajah p*****r kecil sepertimu!"
Qiandra menarik nafasnya. Dia yang sudah menyerahkan dirinya jadi dia harus terima. Lagipula ini kakaknya, tak apa jika kakaknya yang menghinanya. Mungkin dengan menghina kebencian kakaknya akan sedikit berkurang.
Setelah Qiandra keluar, Ezell mengepalkan tangannya. Dia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ketika melihat Qiandra ia ingin sekali meniduri wanita itu dan membuatnya berteriak dibawah kukungannya.
Sejak melihat tubuh Qiandra di pub beberapa hari lalu, Ezell tak bisa melupakan bentuk tubuh Qiandra.
"Sial!" Ezell memaki lagi. Adiknya berdiri ketika membayangkan tubuh Qiandra. Namun beberapa detik kemudian dia tersenyum, "Menyiksamu dengan kenikmatan, aku pikir itu akan menyenangkan, Qian." Otak iblisnya sudah memikirkan cara untuk menyiksa Qiandra. Siksaan yang akan memberikannya kenikmatan. Pembalasan yang indah dan manis. Ah, Ezell harus segera keluar dari rumah sakit agar bisa menyiksa Qiandra secepatnya.
♥♥
Hari ini Ezell keluar dari rumah sakit. Selama di rumah sakit ia tidak menjenguk ayahnya sama sekali. Ezell tak sudi melihat wajah ayahnya.
"Apa yang kau lakukan disana?!" Ezell menatap QIandra tajam seperti biasanya.
"Aku hanya mengantarmu sampai disini."
"Mengantar?" Ezell tertawa sinis, "Pulang sekarang!"
"Aku masih harus menjaga Daddy."
"Apa kau lupa siapa pemilikmu?!"
Qiandra tidak lupa, tapi dia harus menjaga ayah mereka, ibu Qiandra sedang kembali untuk mengambil beberapa pakaian.
"Tak ada yang menjaga Daddy."
"Haruskah aku peduli? Pulang sekarang atau kau akan tahu akibatnya!"
Qiandra masih berdiri di tempatnya. Ezell keluar dari mobil dan mencengkram rambut Qiandra, "Tidak dengar apa yang aku katakan?"
"Auh, sakit, kak. Lepaskan aku."
"Kau bisa mendapatkan rasa lebih sakit dari ini jika kau tidak mendengarkan kata-kataku!"
"Biarkan aku menunggu sampai Mommy kembali."
Kesabaran Ezell habis. Diseretnya Qiandra menuju ke mobil dengan tangannya yang masih mencengkram rambut Qiandra, Ezell tak peduli sama sekali dengan orang-orang yang memperhatikannya.
"Kau akan dapat hukumanmu di rumah, Qiandra!" Ia melepaskan cengkramannya dan mendorong Qiandra masuk ke mobil.
Qiandra meringis sakit, entah kenapa apa yang Ezell lakukan padanya lebih menyakitkan daripada tertembak. Ia ingin menangis sekarang tapi air matanya tak kunjung keluar. Hatinya terasa seperti ditusuk. Perlakukan Ezell padanya benar-benar sangat buruk.
Selama perjalanan Ezell tak mengatakan apapun pada Qiandra, ia hanya memasang wajah dinginnya.
Sampai di kediamannya, ia menarik tangan Qiandra. Menyeret wanita itu masuk ke dalam rumah dan terakhir menghempaskan Qiandra ke ranjang dengan kasar. Ezell mengeluarkan sesuatu dari walk in closet. Sebuah dasi.
"Apa yang mau kau lakukan, kak?" Qiandra menatap Ezell yang mendekat padanya.
"Memberikanmu hukuman!" Ezell tersenyum iblis. Ia mengikat tangan Qiandra pada sandaran ranjang. "Qiandra milik Ezellio, kan?" Ia bertanya tenang. Tangannya meraih sesuatu di laci nakas. Sebuah pisau lipat sudah berada di genggamannya.
"Ada apa dengan wajah cemasmu, Qian?" Ezell mengelusi wajah Qiandra dengan ujung runcing pisau lipatnya. "Kau menggangguku, sangat mengganggu." Ezell menggerakan pisaunya ke leher Qiandra.
Sebuah tawa terdengar ketika tubuh Qiandra menegang, "Tenang, Qian. Aku tidak akan membunuhmu. Tidak untuk sekarang." Pisau itu bergerak membelah bodyfit dress yang dikenakan oleh Qiandra.
"Kak, kau mau apa?!" Qiandra bergerak gelisah. "Akh!" Qiandra meringis ketika pisau Ezell menggores kulit cantiknya.
"Jangan bergerak, Qian. Kulitmu akan terluka jika kau bergerak." Ezell terus menggerakan pisaunya. Ia berhenti ketika darah keluar dari d**a Qiandra yang berdarah. Ezell mendekatkan wajahnya ke bagian tengah d**a Qiandar lalu menghisap darah itu.
"Kak, hentikan!" Qiandra memelas pada Ezell.
"Aku bahkan baru mulai, Qian." Ezell terus bergerak, kini pisaunya sudah mencapai bagian bawah. Sreet,, dress yang Qiandra kenakan terbelah. Ezell menggunakan ujung pisaunya untuk membuka bagian dress yang menutupi d**a Qiandra.
Setelahnya Ezell membelah bra Qiandra pada bagian tengahnya.
"Kak, berhenti! Kau mau apa! Berhenti!" Qiandra memberontak.
Ezell semakin bersemangat, ia melihat p******a sintal Qiandra, "Haruskah aku mengukir namaku disini?" Mata pisau Ezell sudah berada di atas d**a Qiandra.
Air mata Qiandra jatuh perlahan, misi tak membuatnya menangis seperti ini tapi kakaknya membuatnya tak bisa melakukan apapun selain menangis. Jika saja Ezell bukan kakaknya maka ia pastika jika Ezell akan jadi puing-puing kecil.
"Ashh,,," Qiandra meringis. Dadanya sudah digores oleh pisau tajam Ezell. Huruf E berada di sisi kanan dadanya, dan Ezell masih belum puas. Ia membuat sebuah huruf lagi, huruf K pada sisi kiri d**a Qiandra.
"E untuk Ezellio, K untuk Kingswell. Ezellio Kingswell. Mulai detik ini hanya Ezellio Kingswell yang boleh melihat tubuhmu." Ezell tersenyum dingin.
"Sstt, jangan menangis. Ini belum seberapa. Aku akan membuatmu menangis dan merasakan nikmat dalam waktu bersamaan." Ezell menghapus air mata di wajah Qianda. Mengecup kelopak mata Qiandra dan mulai bergerak lagi.
Mata pisau Ezell turun ke celana dalam Qiandra.
"Kak, ini salah. Hentikan." Qiandra memelas lagi.
Ezell bergerak hati-hati, "Sst, diam, Qiandra. Milikmu bisa terluka jika kau terus bicara."
"Akh.." Meringis dan mendesah tak bisa lagi dibedakan. Darah keluar dari permukaan kulit milik Qiandra. Ezell dengan senang hati menghisap darah itu. Suara ringisan atau sekarang bisa dikatakan desahan terdengar dari bibir Qiandra.
"Aku tidak bisa membuatmu tertawa tapi aku bisa membuatmu mendesah keras." Seru Ezell. Lidahnya kini membelai klit Qiandra.
"Kak, hentikan ahn." Qiandra merapatkan kakinya tapi kedua tangan Ezell membukanya semakin lebar. Lidah Ezell terus bermain di milik Qiandra. Menjilat, menghisap dan mengigiti bagian bibir milik Qiandra.
"Sshh,, ahh, kak."
Ezell tersenyum kecil, minta hentikan tapi p*****r kecilnya malah terdengar sangat menikmati.
Jari telunjuk Ezell bergerak bersama lidahnya, masuk ke dalam liang Qiandra dan mengobrak-abriknya. Membuat Qiandra hilang kendali, air mata kesadarannya masih menetes tapi gejolak kenikmatan tak bisa ia tolak.
Keluar masuk, keluar masuk, lambat dan cepat. Ezell membuat Qiandra berkeringat dingin, cairan Qiandra keluar hanya dengan lidah dan jari tangan Ezell.
"Hentikan tapi yang kau lakukan malah sebaliknya. p*****r kecil, kau memang p*****r kecil, Qiandra."
Tubuh Qiandra melemas, tubuhnya gemetar karena pelepasannya. Wajahnya yang tadi segar terlihat berkeringat, anak rambutnya basah dan menjadi lepek sekarang.
Tok.. Tok..
"Siapkan dirimu, aku akan segera kembali." Ezell membalik tubuhnya. Membiarkan Qiandra berada dalam posisi hina di atas ranjangnya.
"Maafkan aku, Mommy, Daddy." Rasa bersalah itu muncul seketika. Bayangan orangtuanya muncul ketika ia tak bisa melawan Ezell. Air mata Qiandra jatuh berderai lagi. Ia benci berada dalam keadaan tak bisa apa-apa. Ia ingin membunuh Ezell yang sudah seperti ini padanya tapi Ezell adalah kakaknya. Ia tidak bisa membuat ayahnya kehilangan anak.
tbc