Nai meringis sakit, perlahan ia bangun dan mencari pakaian. Setelah melihatnya ia bangun dan mencoba untuk berdiri menggunakan selimut. Kasur itu bergerak membuat Devian terbangun ia sidikit melihat Nai yang mencoba mengambil pakaiannya. Devian bangun seutuhnya dan membantu Nai mengambil pakaian.
"Nah..." kata Devian. Nai mengambil lalu ingin pergi tapi dirinya tertahan oleh Devian.
"Ini hanya sebuah kesalapahaman saja, tidak apa- apa. Aku akan membayarmu. Anggap saja kau telah melayaniku sebagai tuna susila.'' Ujar Devian. Nai mengeratkan selimutnya seraya menangis.
"Ma...mah." panggil Nai terputus karena keterbatasannya. Ia memberanikan menatap Devian lalu menampar dan memukul pria itu.
"Aku bukan p*****r, Aku bukan tuna susila." jelas Nai susah payah. Nai menatap Devian pedih. "Aku memang cacat tapi kamu tidak pantas merendahkanku." Nai menyapu air matanya dengan selimut dan pergi ke kamar mandi. Devian langsung terdiam ia melihat ke kanan dan kiri untuk mencari pakaiannya.
Clek
Nai menutup pintu kamar mandi dan menangis. Ia terduduk di lantai sambil mengangkat wajahnya. Dirinya kotor ia tidak bisa menjaga apa yang mamah dan papahnya jaga selama ini.
"Maafin Nai, mamah papah." Ujar Nai. Nai berdiri ia segera mandi, menyapu seluruh tubuhnya dengan air hingga bersih.
**
Nai dan Devian sudah memakai pakaian. Devian duduk di sofa sambil menerima telp. Di lobby hotel terdapat banyak wartawan dan media masa. Devian berdiri ia sedikit mengintip melalui jendela. Bahkan halaman hotel penuh dengan wartawan juga. Devian kemudian menengok Nai yang sedang berjongkok memungut isi tasnya yang terjatuh semalam. Devian menghampiri Nai dan membantu wanita itu mencari sisa isinya. Setelah selesai mereka sama- sama berdiri.
"Kita akan keluar, kau ada masker?" Tanya Devian. Nai meraba tasnya dan mengambil masker dari situ. Devian mengambil itu lalu memakainya. Devian melepas jaket hitam lalu memakaikannya ke Nai. "Jangan pernah menegakan kepalamu di depan wartawan nanti. Cukup menunduk dan jangan lepaskan peganganku. Mengerti?" Tanya Devian. Nai membuang pandangannya acuh. "Baiklah kalau kau mengerti." Devian menurunkan anakan rambut hingga menyerupai poni lalu memakai kaca mata. Nai mengenakan masker juga lalu keluar.
Devian menelfon Mr. Hann
"Hallo Mr. Hann... bereid alsjeblieft de auto vooraan voor en bereid meer bewakers voor ... Ik wil niet dat de verslaggever me stoort." Ucap Devian menggunakan bahasa belanda. Nai hanya diam karena tidak tau artinya apa. Nai mengeratkan topi jaket kebesaran di kepalanya sambil menunggu Devian selesai.
Artinya: tolong siapkan mobil di depan dan siapkan pengawal lebih banyak... aku tidak ingin wartawan itu mengusikku.
"...."
"Aku tunggu Mr. Hann." Jawab Devian dan menutup telpnya. Devian mengacak rambutnya kesal. Padahal baru semalam tapi wartawan sudah mengetahuinya. Siapa dibalik semua ini? Devian melihat Nai, bila di perhatikan gadis itu amatlah cantik dan berseri walaupun habis nangis selama dua jam di kamar mandi.
"Siapa namamu?" Tanya Devian. Nai menengok ia memberitau namanya dengan bahasa isyarat
"Nai, brengsek." Jawab Nai lalu melipat kedua tangannya dan jutek. Devian tertawa sambil berdehem.
"Namamu Nai? Nama yang bagus. Aku Devian, kemarin aku ke sini untuk pelantikan CEO." Kata Devian sambil melihat Nai. Nai hanya menatap tempat lain dan mencibirnya. "Maafkan aku untuk kejadian semalam. Bagaimana jika kita berdamai? Aku akan selalu ada untukmu jika kamu perlu sesuatu. Anggap saja sebagai tanggung jawabku untukmu Nai" ujar sekaligus tawaran Nai. Nai menegakan tubuhnya ia mengambil bantalan kursi lalu memukul Devian dengan keras. Devian tidak bergeming ia hanya berusaha menahan tangan Nai.
"Nai." panggil Devian setelah menangkap tangannya. "Terus maumu apa? Uang tidak mau, tanggung jawab juga tidak mau aku sudah berbaik hati padamu." Kata Devian.
"Aku mau pulang dan tidak ingin melihatmu!" Nai berdiri ia mengambil tasnya dan keluar. Pintu itu tidak terbuka.
"Pintu itu tidak bisa di buka karena terkunci dari luar." Devian menghembuskan nafasnya sambil menerima pesan dari Mr. Hann.
Clekkk
Tak lama pintu hotel terbuka karena sang manager membukakan. Nai langsung mundur dan Devian maju.
"Hotel ini sangat buruk. Saya akan menuntutnya nanti." Kata Devian di depan manager hotel. Devian mengambil tangan Nai dan membawanya menuju lift. Sesampainya di sana Devian memencet tombol untuk menuju lobby. Sambil menunggu Devian mendapat banyak Wa dan chat lainnya ia hanya mengabaikan dan ingin cepat pergi.
Ting..
Devian langsung mengeratkan pegangannya di tangan Nai, jangan sampai anak itu hilang di telan arus wartawan. Perlahan pintu lift terbuka. Devian dengan dingin dan gagah langsung keluar sambil menarik Nai yang tertunduk dan ingin menangis. Bidikan kamera dan suara riuh pertanyaan begitu terdengar seperti lalat.
"Siapa itu Devian?"
"Apa itu wanitamu?"
"Terjadi apa selamam Devian?"
"Apa wanita itu artis seperti dirimu?"
Berbagai macam pertanyaan begitu terdengar namun Devian hanya mengangkat tanganya dan berjalan sambil di kawal puluhan pengawalnya. Sampai di mobil Devian langsung memasukan Nai dan mememakaikan sabuk pengaman. setelah selesai Devian memutar dirinya dan masuk di balik kemudi. Ia langsung menutup pintu dan memasang sabuknya juga. Mr. Hann dari luar memerintahkan pengawal agar membersihkan area sekitar dari wartawan karena mobil ingin lewat.
Perlahan sport hitam Devian mulai berjalan dan keluar dari parkiran depan. Devian tidak tau harus kemana hingga melajukan mobilnya ke sebuah tempat yang cukup sepi. Serang, Banten.
Nai menarik ujung lengan kemeja Devian sambil menunjuk arah jalan pulang kerumahnya.
"Aku ingin pulang." Pinta Nai khawatir. Devian melihat di belakang mobilnya terdapat beberapa wartawan yang mengejarnya.
"Kamu tengok ke belakang. Kamu mau rumahmu di jarah oleh mereka? Di serbui oleh pertanyaan mereka hingga membuat orang tuamu bingung dan sedih." Kata Devian. Nai menengok kebelakang dan memilin ujung bajunya.
"Hikss... mamah, mamah Nai takut... hikss... Nai mau guling bau." Nai menangis seperti anak kecil. Beginilah Nailah cengeng, anak mamah tetapi dirinya baik hati. Devian mengerutkan keningnya aneh.
"Guling bau?" Tanya Devian. Nai mengangguk sambil mengelap matanya dengan tangan.
"Aku ingin pulang, tolong." Pinta Nai. Devian menghembuskan nafasnya dan mengangguk.
"Aku akan mengantarmu pulang jika mereka tidak mengikuti lagi. Tenang saja." Devian melajukan mobilnya membelah jalan tol.
**
Rey sudah tidak tahan, selaku papah dirinya merasa sangat sakit melihay kejadian ini. Anak perempuannya hilang entah kemana, sejak semalam ia tidak pulang.
"Aku takut Rey. Nai akan bernasib sama sepertiku hikss..." tangis Kayla. Rey memeluk istrinya.
"Tidak Key. Mudahan saya tidak... anak kita anak yang baik Key... berdoa saja." Rey mengelus belakang Key pelan.
Rey yang hidup sederhana dan tidak menggunakan kekuasaan akhirnya harus menggunakannya. Ia akan kembali ke Damien dan Nadia untuk membicarakan soal ini. Semenjak nikah orang tua Nai memutuskan untuk hidup sederhana dan tidak kaya. Mereka begitu karena lebih nyaman hidup susah.
**
Devian memasukan mobilnya ke sebuah perumahan sederhana, di sana ia mencari rumah baru untuk di tempatinya. Nai hanya diam sesekali teringat dengan guling kesayangannya. Lama memutari komplek rumah akhirnya dirinya mendapati sebuah rumah sederhana bewarna ping di sampingnya juga tersedia minimarket dan di depannya ada para penjual makanan dan laundry.
Devian keluar dan mencari alamat untuk di hubungi. Untuk pertama kalinya ia begini, biasa Ia taunya tinggal beres dan menikati. Nai melihat Devian dari luar lelaki itu sibuk menelfon dan tersenyum.
Bila di lihat Devian bukanlah lelaki dingin dan cuek justru sebaliknya. Ia banyak bicara dan bertemu walaupum jika dalam bekerja ia tegas dan tidak banyak bicara.
Pintu mobil terbuka tak lama Devian masuk dan menunggu.
"Kita hanya perlu menunggu yang punya rumah datang. Setelah itu kita akan membelinya." Ujar Devian.
"Aku ingin pulang Devian. Pulang kerumah bersama mamah, papah dan adikku." Kata Nai. Devian menyandarkan kepalanya di sandaran kursi.
"Bagaimana Nai? Bagaimana? Kau ingin kembali ke sana dan di amuk media masa? Oke... gini Nai... aku seorang aktor dan pewaris gressham banyak orang di luar sana yang mengenalku Nai. Dan aku tidak ingin melibatkanmu... maka dari itu aku meletakanmu di sini sampai aku kembali ke sana dan memberikan mereka penjelasan lalu setelah itu kamu akan kupulangkan.'' Jelas Devian. Nai mengerutukan giginya dan menatap Devian sinis.
"Enak sekali dirimu mebuat rencana. Aku tidak ta dirimu begitupun denganmu!! Pulangkan aku!!'' Pekik Nai. Nai memukul Devian tapi lelaki itu menahannya.
"Diam atau aku memperkosamu lagi!! Disini di dalam mobil sekarang!!" Ancam Devian. Nai langsung terdiam dan menggeleng.
"Jika begitu diam dan duduk dengan tenang." Sambung Devian lagi. Nai langsung menghembuskan nafasnya dan bersandar. Ia takut papah dan mamahnya khawatir mencari dirinya. Itu saja.