Sesuai yang dia tulis di pesannya, Selatan tiba di kantor Melvin lima belas menit kemudian. Benar-benar tepat waktu, yang mana sangat lah Melvin apresiasi, sebab di saat seperti ini, mereka tidak bisa buang-buang waktu lagi.
Selatan tidak datang sendirian, melainkan bersama seorang anggota Kahraman lain. Melvin tidak mengenalnya karena memang mereka belum pernah berinteraksi sama sekali. Namun, ia pernah beberapa kali yang datang bersama Selatan itu. Mudah untuk mengenalinya karena laki-laki itu terlihat paling muda di antara yang lain. Dan berbeda dengan anggota Kahraman yang bertubuh kekar karena melalui banyak latihan fisik, laki-laki yang datang bersama Selatan itu justru bertubuh kurus dan tinggi. Ia juga berkacamata.
"Ini Alden." Selatan memperkenalkan laki-laki yang datang bersamanya itu. "Dia dari divisi cyber Kahraman, makanya lo jarang lihat dia. Gue bawa dia ke sini buat coba nge-track lokasinya Savero, seperti yang lo minta."
Must be a hacker, pikir Melvin. Tentu saja Kahraman memiliki hacker yang bekerja untuk mereka. Ada banyak pekerjaan yang perlu dilakukan dengan bantuan hacker.
Alden mengulurkan tangannya pada Melvin, dan mereka pun berjabat tangan. Melvin menebak jika Alden masih berusia awal dua puluhan, atau mungkin bisa jadi di bawah dua puluh tahun karena memang wajahnya yang terlihat begitu muda. Melvin pun tidak akan kaget sama sekali jika ternyata Alden adalah seorang mahasiswa baru.
Melvin mengajak keduanya untuk duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya agar mereka bisa lebih leluasa. Selatan duduk bersebelahan dengan Alden, sementara Melvin di depan mereka.
Alden mengeluarkan sebuah laptop dari ransel hitam yang dia bawa. Melvin tidak tahu apa merek laptop yang dibawa laki-laki itu, namun dari tampilan luar laptop itu saja, Melvin menebak jika laptop tersebut memiliki spesifikasi yang mumpuni untuk mendukung pekerjaan Alden.
"Jadi, kapan spesifiknya Savero ngirim pesan itu?" Selatan bertanya.
"Semalam, sekitar jam dua belas."
"Dan lo baru manggil kita sekarang?"
"Semalam ponsel gue mati karena baterainya habis dan gue lupa charge. Gue baru sempat periksa tadi."
"Nggak masalah kok." Alden menyahut. "Dari pesan itu, IP-nya masih bisa di-track untuk cari dimana lokasinya waktu ngirim pesan itu. Tapi, kalau lokasinya udah dapat, belum tentu juga orangnya masih ada di sana. Karena sudah lewat berjam-jam yang lalu, besar kemungkinan dia sudah pindah lokasi. Atau, bisa juga dia ngirim pesannya nggak di lokasi persembunyian dia yang sebenarnya."
Melvin membuang napas. Di saat dirinya baru saja mendapatkan sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk mengenai keberadaan Savero, ternyata tetap saja petunjuk itu belum tentu bisa menemukan keberadaannya.
"Yaudah lah, daripada nggak ada sama sekali." Akhirnya Melvin berujar begitu. "Do you need my phone?"
Alden menganggukkan kepala.
Melvin pun menyerahkan ponselnya pada Alden. Benda itu layarnya sudah retak seribu karena tadi dibanting dengan keras, tapi masih bisa beroperasi dengan cukup baik.
Setelahnya, Alden menyambungkan ponsel Melvin dengan laptopnya, dan ia pun sibuk mengetik dan mengklik entah apa yang ada di sana. Melvin sama sekali tidak mengerti dengan rentetan kode huruf dan angka yang ada di layar laptop Alden. Baginya, itu semua hanya seperti rentetan simbol-simbol tidak jelas.
Selatan pun juga sepertinya tidak mengerti apapun sehingga ia hanya diam. Ruang kerja Melvin jadi cukup hening dan yang terdengar hanya lah suara jari-jari Alden yang beradu dengan keyboard laptop.
Sekitar lima belas menit kemudian, Alden berhenti mengutak-atik laptopnya. Ia pun memandangi Melvin dan Selatan satu per satu.
"Lokasinya udah dapat. Ternyata di daerah puncak," ujar Alden. Ia beralih pada Selatan. "Titik lokasinya udah gue kirim ke lo, Bang."
"Oh wow, ternyata dekat. Nggak sejauh yang gue bayangkan," sahut Selatan.
Melvin setuju dengannya. Ia sendiri juga berpikir jika Savero sudah berpindah ke tempat yang sangat jauh. Seperti terbang ke luar negeri, misalnya.
Kini Selatan sudah sibuk dengan ponselnya, menghubungi timnya untuk segera bersiap menuju lokasi Savero berada, tanpa perlu Melvin suruh.
"Beberapa anggota Kahraman ada yang dekat dengan titik lokasi Savero semalam. Gue udah suruh mereka ke sana," ujar Selatan kemudian. Kini ia sudah beranjak dari duduknya. "Gue dan yang lain juga mau jalan ke sana, sebagai back up kalau ternyata ada apa-apa. Kemungkinan besarnya dia pasti sama orang-orang Noir, jadi apapun bisa terjadi."
Melvin ikut berdiri. "Gue ikut lo."
Selatan memberi Melvin tatapan yang sulit untuk diartikan. Dan cukup lama ia hanya diam, tidak memberi respon apa-apa atas permintaan Melvin itu. Melvin pun sudah yakin bahwa Selatan akan menolak mentah-mentah permintannya itu, sehingga is sudah menyiapkan sanggahan untuk mendebat Selatan agar dirinya bisa ikut.
Meski sudah tidak semeledak tadi, tapi masih ada amarah yang begitu besar bercokol di hati Melvin sekarang. Melvin tidak bisa hanya duduk diam menunggu saja. Jika Savero berhasil ditemukan, ia ingin termasuk ke dalam jajaran orang pertama yang menemukannya. Ada banyak yang ingin Melvin teriakkan di depan wajah pengkhianat itu. Dan Melvin juga ingin menyakitinya sebagaimana Savero sudah menyakitinya.
Berkaca dari pengalamannya ketika menolak permintaan Melvin, akhirnya Selatan memilih menganggukkan kepala.
"Fine. Lo bisa ikut, tapi apapun resikonya, gue nggak tanggung. Kita masih belum tau apa yang ada di sana.
Melvin mengangguk.
"And you tell your wife yourself about this."
Tidak lama kemudian, mereka pun meninggalkan kantor Melvin untuk pergi menuju lokasi Savero semalam yang berhasil didapat oleh Alden. Meski pekerjaannya sudah selesai, Alden tetap diminta ikut untuk berjaga-jaga jika dirinya kembali dibutuhkan.
***
Melvin baru berani menghubungi Lea di saat dirinya sudah berada di setengah perjalanan menuju lokasi Savero. Ia memang sengaja tidak ingin menghubungi Lea sebelum berangkat, karena tidak ingin Lea melarangnya pergi, atau menyusulnya. Selatan sendiri tidak protes, meski ia tahu dengan tujuan Melvin itu. Dibiarkannya saja Melvin melakukan apa yang dia mau, dan dia hanya mengingatkan sekali, sebelum mereka pergi meninggalkan kantor Melvin tadi.
Sesuai dugaan Melvin, Lea sama sekali tidak senang setelah Melvin menjelaskan semuanya. Dimulai dari pesan Savero, lokasinya semalam yang berhasil ditemukan, hingga kini Melvin berada di perjalanan menuju lokasi tersebut.
"Kenapa kamu baru kasih tau aku sekarang? Dan kenapa kamu malah ikut sih? Seriously, Melvin, it's not your job. Harusnya kamu cuma duduk santai dan nunggu aja!" Di seberang sana, Lea terdengar begitu marah karena Melvin yang pergi tiba-tiba tanpa persetujuannya. "Kamu udah janji untuk nggak gegabah lagi. Tapi kamu malah ikut Selatan!"
"Sorry...aku nggak mau bikin kamu khawatir," ujar Melvin. "Aku nggak bisa cuma duduk diam dan nunggu aja, Lea. Selatan juga udah setuju dan aku nggak maksa Selatan untuk itu."
Melvin sadar jika di sebelahnya, Selatan memutar bola mata usai Melvin bicara begitu pada Lea.
"Kamu sadar nggak kalau ini tuh bahaya banget? It could be a trap! Kamu bisa aja kenapa-napa karena ikut ke sana."
"Hey, trust me...I'm going to be fine."
"No, I can't trust you. s**t, Melvin, I hate you so much. Terserah kamu mau gimana."
Lea marah besar, itu yang dapat disimpulkan oleh Melvin setelah Lea berujar begitu padanya, lalu mengakhiri telepon mereka begitu saja. Melvin hanya bisa menghembuskan napas setelah telepon itu berakhir.
Selatan yang sadar apa yang terjadi pun tertawa mengejek.
"Istri lo sama sekali nggak senang soal ini, kan?"
Melvin memilih untuk tidak menjawabnya, sebab ia tidak ingin membahas soal Lea dengan Selatan. Ia justru mengalihkan pembicaraan dengan membahas hal lain. "Lo udah suruh orang-orang yang ngawasin Tante Hanna dan Larissa untuk siaga, kan?"
Selatan mengangguk. "Udah. Kalau nanti Savero berhasil ditangkap, mereka bakal langsung ditahan, supaya nggak bisa kabur kemana-mana."
"Good."
Melvin memang memberi perintah pada Selatan untuk melakukan penangkapan terhadap Hanna Wiratmaja beserta Larissa, jika sampai mereka berhasil menangkap Savero hari ini. Hingga saat ini memang masih belum terbukti apakah mereka terlibat. Dan selama ini, Melvin pun bersikap lunak pada mereka karena masih menghormati mereka sebagai anggota keluarganya. Berpikir jika mereka tidak terlalu dekat dengan Savero hingga kemungkinannya mungkin memang mereka tidak terlibat.
Namun, pesan dari Savero benar-benar membuat Melvin marah sehingga ia pun terpikir untuk memberi perintah itu pada Selatan. Ia tidak bisa bersikap lunak lagi, kan? Terlebih jika nantinya memang terbukti kalau satu keluarga itu memang terlibat.
Tidak lama kemudian, Selatan mendapat kabar dari anak buahnya yang sudah sampai duluan di titik lokasi yang diberikan kepada mereka. Selatan terlihat mengernyit mendengar sesuatu dari mereka lewat ear piece yang tersambung dengan alat komunikasi khusus antara dirinya dan anggota Kahraman.
"Kalau gitu tunggu yang lain sampai aja. Jumlah kalian cuma sedikit, dan mungkin aja lokasi yang kelihatan sepi itu cuma jebakan. Bisa jadi mereka nunggu kalian di dalam. Sekitar setengah jam lagi kita sampai, awasin terus tempat itu."
"Kenapa?" Tanya Melvin setelah Selatan selesai bicara dengan anak buahnya yang sudah tiba di sana.
"Mereka yang udah sampai di sana bilang kalau ternyata titik lokasinya mengarah ke sebuah villa. Lokasi villanya bisa dibilang private karena ada di lingkungan yang sepi. Dan mereka bilang, villa itu kelihatan kosong, walau pagarnya nggak terkunci."
"Jadi, kemungkinan Savero nggak ada di sana."
"Belum tentu. Seperti yang gue bilang tadi, bisa jadi itu cuma jebakan. Kelihatannya kosong, padahal di dalam banyak orang yang udah nunggu. Makanya, gue nyuruh mereka untuk tunggu kita dulu, karena mereka yang udah tiba di sana cuma empat orang."
Melvin mengangguk paham, namun ia memilih untuk tidak bicara apa-apa lagi setelahnya.
Semakin dekat dengan lokasi tujuan, Melvin mulai merasa tegang dan gugup. Selatan dan Lea menduga hal yang sama, bisa jadi semuanya hanya jebakan. Bohong sekali kalau Melvin bilang ia tidak takut. Tentu saja ia merasa takut atas apa yang akan terjadi di sana. Namun, ia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri dengan berpikir jika dirinya tidak akan datang ke sana sendirian. Ada banyak anggota Kahraman yang datang bersamanya.
Kalau pun memang semuanya jebakan, mereka bisa melawan. Yang penting, Savero bisa ditangkap.
Melvin tidak bicara apa-apa lagi hingga mereka tiba di villa yang disebutkan oleh Selatan tadi. Mereka tidak memarkirkan mobil persis di depan villa, namun villa itu masih bisa terlihat jelas dari tempat mobil berhenti.
Selatan tidak bohong, lokasi tempat villa ini berada memang benar-benar sepi. Di sekitarnya tidak ada villa lain, rumah penduduk, pertokoan, bahkan warung sekali pun. Tetapi, pemandangan yang ditawarkan di sekitar villa ini bisa dibilang sangat memanjakan mata.
Dan memang benar, villa itu nampak sangat kosong, seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Semua pintu dan jendelanya tertutup, lampunya pun tidak ada yang menyala. Selatan sudah bersiap untuk turun, begitu pun dengan yang lain, dan para anggota Kahraman yang ada di mobil satunya.
"Lo tunggu di sini dulu sama yang lain, kalau udah aman, baru gue suruh masuk." Selatan berujar pada Melvin sebelum dirinya membuka pintu mobil. Ia pun beralih pada Alden. "You are in charge. Jagain dia."
Alden yang ada di kursi paling belakang hanya menganggukkan kepala.
Dari mobil yang mereka tempati ini, hanya Selatan yang turun, sementara yang lainnya tetap tinggal untuk menjaga Melvin sampai mendapat perintah lanjutan dari Selatan. Walau hanya menunggu, namun mereka semua berada dalam posisi siaga.
Lewat jendela mobil, Melvin pun melihat Selatan yang langsung bergabung dengan para anggota Kahraman yang sudah turun dari mobil satunya, serta mereka yang sebelumnya sudah sampai duluan.
Mereka semua terlebih dahulu berkumpul untuk berdiskusi. Meski Melvin tidak bisa mendengar apapun dari dalam mobil, namun ia menebak kalau yang mereka bahas adalah strategi untuk masuk ke dalam.
Tidak lama kemudian, Selatan bersama dengan yang lain masuk ke dalam villa itu dengan sangat hati-hati dan senjata yang siaga di tangan mereka masing-masing. Tanpa bisa dicegah, jantung Melvin berdegup kencang.
Di belakangnya, Alden menyalakan alat komunikasinya yang tersambung dengan para anggota Kahraman yang lain dan mengeraskan volumenya, sehingga Melvin bisa ikut mendengar aba-aba apa saja yang mereka katakan.
"Thank you." Melvin berterima kasih pada Alden karena sudah membiarkannya ikut mendengar apa yang sebenarnya hanya bisa Alden dengar sendiri.
Alden hanya menganggukkan kepala saja.
Di beberapa menit pertama, tidak ada suara apapun dari sana, sehingga hanya keheningan yang ada di mobil mereka. Lalu, suara Selatan dan yang lainnya mulai terdengar.
Bagian depan all clear.
Pintu depan nggak dikunci.
Beberapa tetap jaga di depan, yang lain ikut ke dalam.
Diiringi dengan suara langkah kaki, dan suara pintu yang ditendang terbuka.
Lantai satu clear.
Naik ke lantai dua.
Tidak lama kemudian, suara langkah kaki dan pintu yang dibuka paksa satu per satu kembali terdengar. Hingga kemudian, satu pintu lagi kembali terdengar dibuka paksa, dan kali ini diiringi dengan sebuah seruan kaget.
What the fuck...
Itu umpatan Selatan, yang kemudian disahuti dengan cara yang sama oleh yang lain.
Melvin mengernyit bingung karena mereka yang nampaknya begitu terkejut di dalam sana.
All clear.
Satu orang berujar lagi, menjelaskan bahwa tidak ada tanda bahaya di villa tersebut.
Melvin, ke sini sekarang.
Suara Selatan kembali terdengar. Dan tanpa berpikir dua kali, Melvin pun segera keluar dari mobil, bersama dengan anggota lain yang tersisa. Sebagian dari mereka berjaga di luar villa, sementara sebagian yang lain ikut berlari masuk ke dalam villa bersama Melvin.
Begitu melangkahkan kakinya masuk ke dalam villa itu, Melvin langsung bisa melihat Selatan dan yang lainnya ada di lantai dua villa, berkumpul di depan sebuah ruangan yang pintunya terbuka. Dengan cepat mereka menyusul mereka, merasa begitu penasaran atas apa yang mereka lihat di dalam ruangan itu, yang Melvin yakini adalah sebuah petunjuk besar.
Ketika Melvin sudah sampai di dekatnya, Selatan terlebih dahulu menepuk-nepuk bahu Melvin, sebelum dirinya menyuruh Melvin untuk melihat apa yang ada di dalam ruangan itu.
Ternyata, apa yang ada di dalam ruangan itu sama sekali berbeda dengan apa yang dibayangkan oleh Melvin sebelumnya. Di tengah ruangan itu, ada Savero yang tergantung dalam keadaan sudah tak bernyawa.