66. Kencan Pertama

2475 Kata
Tiga hari sudah berlalu, dan Savero masih belum bisa ditemukan. Laki-laki itu betul-betul menghilang tanpa jejak. Lokasinya tidak bisa di-track, Savero juga tidak terekam di CCTV mana pun, dan ia juga masih tidak bisa dihubungi. Sudah tidak terhitung lagi berapa banyak pesan yang sudah Melvin kirimkan pada Savero dan berapa telepon yang berujung tidak terangkat. Dan hasil dari itu semua adalah nihil karena memang ponsel Savero sudah tidak aktif selama beberapa hari. Selatan dan timnya sudah mencari Savero kemana-mana dan melakukan semua yang mereka bisa untuk menemukan laki-laki itu. Mencari di Bandung, Jakarta, memeriksa orang-orang yang melakukan perjalanan ke luar negeri selama tiga hari ini, hingga menyelidiki kediaman Brian Wangsa, dan markas Noir. Namun, sebuah petunjuk pun tidak berhasil mereka dapatkan tentang keberadaan Savero. Entah ini Savero memang bersembunyi sendiri atau memang ada yang membantunya, satu hal yang pasti, persembunyian mereka berjalan dengan lancar. Sementara itu, Tristan pun serius dengan perkataannya pada Melvin malam itu. Ia juga melakukan pencarian terhadap Savero dengan menyewa jasa detektif paling terkemuka di negara ini. Darel yang sudah keluar dari rumah sakit pun ikut terlibat langsung karena seperti Tristan, ia juga sama murkanya. Melvin pun menegaskan pada Selatan untuk menemukan Savero lebih dulu daripada Tristan dan Darel, bagaimana pun caranya. Karena jika sampai mereka menemukan Savero lebih dulu, maka Melvin yakin jika mereka tidak akan segan-segan langsung membunuh Savero saat itu juga. Rasa benci mereka terhadap Savero, ditambah lagi dengan masalah ini, sudah cukup jelas membuktikan bahwa perkataan Tristan malam itu akan direalisasikannya. Katakan lah Melvin bodoh karena masih berbaik hati menginginkan Savero hidup setelah apa yang dilakukannya, namun Melvin masih membutuhkan Savero hidup untuk mendengar secara langsung penjelasan yang ingin diketahuinya dari bibir laki-laki itu. Dan karena harus berlomba dengan Tristan dan Darel untuk menemukan Savero, selama tiga hari ini Melvin merasa sangat gelisah. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak, nafsu makannya hancur, dan semangat kerjanya juga menurun. Sama seperti malam-malam kemarin, malam ini pun Melvin memiliki kesulitan tidur. Kepalanya dipenuhi oleh pikiran mengenai Savero, juga beberapa kejanggalan yang menyertai masalah ini. Sekitar pukul dua dini hari, Lea yang sebelumnya sudah tertidur tiba-tiba saja terbangun. Yang pertama kali dilihatnya adalah Melvin di sebelahnya yang masih duduk bersandar di headboard, sementara lampu tidur di sisi Melvin masih menyala. Melvin terlalu tenggelam dalam pikirannya sampai-sampai ia tidak sadar jika Lea terbangun. Ia pun tersentak kaget ketika Lea menyentuh lengannya, membuat Melvin akhirnya sadar jika Lea sudah bangun. "Kenapa kamu bangun?" Tanyanya. Dalam remangnya kamar karena hanya lampu tidur di sisi Melvin yang menyala, ia masih bisa melihat Lea mengangkat sebelah alisnya. "Harusnya aku yang tanya, kenapa kamu masih bangun? Ini udah jam berapa." Melvin hanya mengedikkan bahunya saja sebagai jawaban. Dan Lea pun langsung paham. Suaminya itu tidak bisa tidur, karena ada banyak hal yang dipikirkan olehnya. Lea menghembuskan napas, dan akhirnya berpindah posisi dari berbaring jadi duduk. Ia pun beringsut mendekat pada Melvin sehingga mereka jadi duduk dengan bahu yang menempel. Melvin otomatis meletakkan pipinya di puncak kepala Lea, membuat harum shampo yang digunakan oleh istrinya itu memenuhi indera penciumannya. Sementara Lea merangkul pinggang Melvin. "Kamu harus tidur, Melvin baby. Udah berapa hari ini kamu insomnia terus, dan berakhir kamu kelihatan seperti zombie di siang harinya," ujar Lea. "Aku tau, ada banyak yang kamu pikirin sekarang. Tapi, kamu juga tetap harus istirahat yang cukup. Kalau sampai kamu sakit, Mami pasti khawatir banget." "I know, but I couldn't help it." Lea kembali menghembuskan napas. Ia pun sedikit mendongak agar bisa melihat wajah sang suami. "Mikirin apa emangnya?" "Keluarganya Savero, Tante Hanan sama Larissa," jawab Melvin. "Aku agak heran karena mereka masih terlihat biasa-biasa aja walaupun Savero nggak ada kabar. Emang sih mereka jarang komunikasi sama Savero, but still...kalau sampai mereka nggak sadar Savero menghilang, itu udah kelewatan." "Mungkin mereka cuma pura-pura biasa aja? Who knows?" "Menurut kamu mereka terlibat?" "Kemungkinannya lima puluh persen. Kalau memang motif Savero melakukan ini semua sebagai balas dendam dengan keluarga Wiratmaja, bukannya Tante Hanna dan Larissa juga termasuk orang-orang yang dia benci? Kamu pun bilang kalau hubungan mereka nggak pernah benar-benar baik. Tapi, kalau ternyata motifnya nggak sesuai yang kita kira, ada kemungkinan kalau mungkin iya, mereka terlibat." Melvin diam, kembali memandang kosong ke udara dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Hal itu lah yang memang menjadi beban pikirannya sekarang. Memikirkan apakah keluarga Hanna Wiratmaja juga turut terlibat dalam ini semua. Terlebih lagi, Hanna mengenal Brian. Entah beliau yang mengenalkan Savero pada Brian, atau ada koneksi lebih dalam hubungan mereka, sampai sekarang masih belum diketahui. Dan Melvin juga turut diusik oleh masalah antara Savero dan Hanna yang sampai sekarang masih disembunyikan. Melvin belum bicara apa-apa pada tantenya itu setelah bukti mengenai Savero didapatkan. Ia pun menegaskan pada Tristan dan Darel untuk tidak melakukan apapun pada tante mereka, juga pada Larissa, karena belum tentu mereka terlibat. Jika sampai mereka melakukan sesuatu pada Hanna, maka otomatis para orang tua akan tahu, dan kehebohan pun akan terjadi. Untuk sekarang, lebih baik jika mereka bergerak dalam diam dulu. Sementara itu, Melvin sudah menugaskan orang-orang untuk mengawasi Hanna selama dua puluh empat jam, dan memastikan tantenya itu tidak kabur kemana-mana. Melvin juga mengirim orang untuk mengawasi Larissa yang ada di London, karena siapa tahu, Savero pergi ke sana. Walau sudah melakukan semua yang dia bisa, tetap saja Melvin merasa tidak puas dan sangat gelisah. "Mungkin kamu harus bicara sama Tante Hanna. Tell her the truth." Lea berujar lagi. Melvin membalasnya dengan sebuah gelengan kepala. Bicara memang mudah, tapi apa yang terjadi setelahnya, Melvin rasa ia tidak terlalu siap untuk itu. "Sampai sekarang belum ada bukti kalau Tante Hanna terlibat. Dan kalau aku kasih tau semuanya ke dia, it must be breaking her heart." "Sooner or later, it will happen." "Aku yang nggak siap." Iya, Melvin yang tidak siap melihat satu lagi anggota keluarganya yang merasa hancur karena Savero. Terlebih lagi, Hanna Wiratmaja adalah ibu kandung Savero sendiri. Jika tahu apa yang dilakukan sang anak kepada keluarganya, Hanna pasti akan sangat hancur. Mungkin lebih hancur daripada yang dirasakan Melvin dan Abby. Lebih marah daripada Tristan dan Darel. Melvin baru akan memberitahu semua anggota keluarganya jika Savero sudah berhasil ditangkap. Biar hancurnya sekalian. Dan kalau pun memang ada anggota keluarganya yang lain juga turut terlibat dengan Savero, ia pun bisa langsung menyelesaikannya nanti. "Yaudah kalau gitu, kamu harus berhenti dulu mikirin masalah ini. You need to sleep now." Lea membantu mengubah posisi Melvin dari duduk menjadi berbaring, memaksanya untuk tidur. Karena Lea sudah begini, tentu saja Melvin tidak bisa menolak lagi dan hanya bisa menurut. Setelah memastikan Melvin berbaring dengan benar, Lea juga ikut berbaring di sebelahnya. Lalu, Melvin mematikan lampu tidur di sisinya yang masih menyala. "Come here," bisik Melvin setelah semua lampu di kamar mereka padam dan kamar pun jadi sepenuhnya gelap. Hanya ada sedikit cahaya dari lampu yang ada di luar rumah. Lea menurut dan beringsut mendekat pada Melvin, membiarkan Melvin memeluknya. Karena dengan begitu, Melvin baru bisa mengusahakan dirinya untuk tidur. *** Hari keempat. Masih belum ada kabar apapun mengenai perkembangan pencarian Savero. Selama di kantor, Melvin jadi begitu suntuk dan stress karena tak kunjung mendapat petunjuk lanjutan mengenai Savero. Dan stress yang dirasakan oleh Melvin pun jadi dua kali lipat, sebab hilangnya Savero juga membuat pekerjaan Melvin jadi berantakan. Karena itu, beberapa hari ini Melvin jadi lebih grumpy dan sensitif dengan para karyawannya di kantor. Sehingga banyak dari mereka yang memilih menghindari Melvin dan berusaha untuk tidak mengeluarkan sisi buruk bos mereka itu. Dan karena sikap moody Melvin ini, jadi tidak ada yang berani menanyakan keberadaan Savero. Mereka memilih tutup mulut saja, meski beberapa di antara mereka jadi harus mengemban pekerjaan dua kali lipat karena menggantikan Savero. Setelah jam kerjanya berakhir, Melvin merasa pening dan lelah bukan main karena kesuntukan yang dia hadapi. Namun, pening dan lelahnya hilang separuh begitu dirinya mendapati Lea di lobi gedung kantornya. Lea tersenyum melihat Melvin muncul. Istrinya itu terlihat secantik biasanya. Dress berwarna kuning pastel yang Lea pakai pun membuatnya terlihat begitu cerah. Setidaknya bisa sedikit mencerahkan penghujung hari Melvin setelah seharian ini yang bisa dilihatnya hanya kelabu. "Kamu ngapain di sini?" Bukan berarti Melvin tidak senang dengan kehadiran Lea, namun ia hanya terkejut karena tidak biasanya Lea muncul seperti ini di akhir jam kerja Melvin. Lea langsung meraih tangan Melvin dan menggenggamnya, menariknya untuk keluar dari gedung kantor. Mereka pun otomatis jadi pusat perhatian para karyawan yang ada di sana. Semuanya memandang mereka dengan takjub. They really are the powerful couple, they thought. "Aku sengaja mau jemput kamu," ujarnya. "Why? Tiba-tiba banget. Kamu juga nggak bilang apa-apa." "It's a surprise, Melvin baby." "Dalam rangka apa?" "Aku mau ngajakin kamu nge-date. Kita belum pernah nge-date kan ya?" Melvin jadi tidak bisa menahan senyumnya mendengar itu. Ia pun jadi mengerti, Lea ingin memberi sedikit hiburan pada Melvin di sela-sela harinya yang begitu buruk. *** Kenyataannya, Melvin dan Lea memang belum pernah pergi kencan sama sekali terhitung dari mereka saling mengenal karena mau dijodohkan. Memang, keduanya pernah bertemu berdua saja, tapi itu tidak bisa dihitung sebagai kencan. Kalau pun bertemu, yang terjadi tidak jauh dari mereka yang berdebat dan menunjukkan rasa tidak suka antara satu sama lain. Melvin yang sini. Lea yang sarkastik. Selalu begitu. Dan di saat hubungan mereka sudah membaik, mereka justru tidak punya waktu untuk sekedar memikirkan kencan. Setelah memutuskan untuk melanjutkan pernikahan ini, momen manis mereka hanya tersalurkan di rumah saja. Lewat kegiatan makan bersama, pillow talk, atau sekedar bersantai di waktu luang. Itu pun, selalu diiringi dengan bahasan mengenai Kahraman dan masalah-masalah yang terjadi. Melihat Lea datang dan mengatakan akan mengajak Melvin kencan hari ini pun memberi sedikit angin segar di tengah keruwetan pikiran Melvin sekarang. Setidaknya, meski hanya sebentar, ia bisa merasa santai dan melupakan masalahnya. "Just so you know, aku bukan orang yang romantis. Terakhir pacaran pun sama Selatan yang notabennya kami harus pacaran diam-diam, so there was not much to do. Sorry, kalau kamu kecewa karena aku bawa ke sini. Soalnya aku nggak kepikiran yang lain." Lea mengajak Melvin ke bioskop. Sangat klasik dan tipikal kencan orang-orang pada umumnya. Bedanya, Lea menyewa satu studio bioskop kelas VIP, sehingga hanya ada mereka saja di dalam sana. Bahkan para bodyguard mereka pun tidak diizinkan oleh Lea untuk masuk dan disuruhnya untuk menunggu di luar saja. "Ngapain minta maaf? It's a good choice. Aku juga udah lama nggak ke bioskop." "Emangnya terakhir kapan? Sama Gema ya? Udah lama banget dong." Lea menggoda Melvin. Melvin hanya meresponnya dengan dengusan saja, meski tebakan Lea itu tidak salah. Memang sudah lama sekali Melvin tidak pergi ke bioskop seperti ini, bahkan terakhir kali ia datang ke bioskop sudah dalam hitungan tahun. Selain karena Melvin memiliki home theater sendiri di penthouse miliknya yang ada di Melbourne, Melvin juga sudah lama tidak datang ke bioskop karena kencan terakhirnya bersama Gema sebelum hubungan mereka berakhir adalah bioskop. Karena itu, Melvin tidak berani datang ke bioskop lagi pasca putusnya dengan Gema. Ia takut hanya akan merasa sesak jika berada di tempat ini dan teringat dengan momennya bersama Gema waktu itu. Turned out, sekarang Melvin baik-baik saja. Meski klasik dan Lea pun merasa dirinya sangat tidak kreatif serta romantis karena hanya bisa mengajak Melvin pergi ke bioskop, namun Melvin tetap senang. Ia rindu juga berada di tempat ini. Keduanya pun memilih tempat duduk yang berada di paling tengah. Berhubung studio yang mereka datangi adalah studio VIP, keduanya pun bisa menonton dengan posisi setengah berbaring dan menyelonjorkan kaki. Karena tidak ada pembatas antara kursi Melvin dan Lea, maka Melvin pun bisa merangkul Lea, merelakan lengannya menjadi bantal sang istri. Rasanya nyaman bisa berada di sini sekarang. Berada di dalam petak studio bioskop yang gelap membuat Melvin merasa seperti terisolasi dari dunia luar dan melupakan sejenak apa yang terjadi di sana. Lea benar-benar tahu bagaimana caranya memberi sebuah little escape untuk menjaga Melvin tetap waras. Di masa terpuruknya seperti ini, Melvin memang membutuhkan sedikit hiburan, sebelum ia bisa kembali fokus menyelesaikan masalah-masalahnya lagi. Menonton film sambil merangkul Lea seperti ini, sementara Lea sesekali menyuapi Melvin pop corn, rasanya seperti mereka adalah pasangan biasa yang sedang berkencan. Bukan Melvin Jatmika Wiratmaja yang merupakan CEO dari Rangkai Bumi, bukan juga Azalea Sadajiwa yang merupakan anggota keluarga Sadajiwa dan mantan anggota Kahraman. Hanya Melvin dan Lea, dua orang yang sedang menjalani kencan pertama mereka. "Lea." Setelah beberapa menit film dimulai dan mereka hanya diam karena fokus pada layar lebar di depan, akhirnya Melvin buka suara. Lea menoleh padanya dan memberikan Melvin pandangan bertanya. "Thank you for bringing me here," ujar Melvin. "Oh, nggak perlu. Kan aku bayar semuanya pakai uang kamu," sahut Lea santai. Melvin terkekeh. Lalu, didorong oleh insting, Melvin maju untuk mengecup bibir Lea secepat kilat. Tentu saja Lea terkejut. "What was that?" "Biasanya kan, orang yang kencan di bioskop begitu. Stealing kisses di tengah-tengah film." "Yah, tapi kamu sih curang. Soalnya kita cuma berdua di sini, jadi nggak perlu curi-curi begitu. Nggak ada yang liat juga." "Anggap aja kita lagi di public theatre dan nge-date di tengah orang banyak. Dan anggap juga, kita sekarang cuma pasangan normal seperti pada umumnya. Just Melvin and Lea, tanpa nama belakang kita." Lea mengangguk paham. "Ah, I get it." Lalu, Lea menyenderkan kepalanya di bahu Melvin, dan Melvin mengeratkan rangkulannya di bahu Lea. Lagi-lagi, seperti tipikal pasangan yang sedang berkencan di bioskop. "Lea." Lea kembali menoleh menoleh pada Melvin. "Kenapa lagi, Melvin baby?" "Aku beneran mau bilang makasih ke kamu karena udah ngajak aku ke sini hari ini. Aku tau kalau kamu mau berusaha bikin aku bahagia. So, thank you." Lea tersenyum dan menepuk-nepuk pelan pipi Melvin. "No biggie," balasnya. "Sebagai istri, emang udah tugasnya bikin bahagia suami kan ya?" "Setelah semua masalah ini selesai, aku janji bakal jadi suami yang lebih baik lagi buat kamu. I'll take you to many amazing dates, be the romantic one in this relationship, and put so much effort to make you happy." "How sweet." "Kita juga harus honeymoon setelah ini semua selesai. Mau kemana pun kamu, aku turutin." Lea jadi tertawa. "Padahal, waktu itu kamu menolak keras pas kita disuruh honeymoon." "And I regret that a lot." "Dasar laki-laki." Melvin hanya mengulum senyum. Kemudian, mereka kembali fokus pada layar lebar di depan, menikmati film tersebut, juga menikmati kencan pertama mereka. Kebersamaannya bersama Lea sekarang telah berhasil membuat pikiran carut marutnya mengenai Savero hilang, walau hanya sebentar. Di kepala Melvin sekarang, ia sibuk memikirkan masa depannya Lea setelah semua masalahnya selesai. Berbagai skenario romantis yang akan ia berikan pada Lea sebagai kejutan, rencana honeymoon, keinginan untuk punya anak dan membangun keluarga bersama, falling in love with each other, dan terus bersama hingga menua. Mungkin, cinta memang belum hadir di antara mereka sekarang. Tapi rasa tertarik itu sudah ada, dan Melvin pun sudah tidak bisa membayangkan masa depannya tanpa Lea lagi. Semesta sudah membuat mereka bersama, dan kini Melvin akan terus menjaga kebersamaan itu. Semoga saja...apa yang terjadi di masa yang akan datang, tidak akan membuat kebersamaan mereka terputus secara paksa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN