82. Kejutan Besar

1890 Kata
Sulit sekali bagi Lea untuk menahan dirinya agar tidak terlihat mencurigakan di mata Melvin di sisa hari-hari terakhir hubungan jarak jauh mereka. Lea berencana untuk memberitahukan kabar kehamilannya pada Melvin ketika mereka bertemu secara langsung. Selain dimaksudkan sebagai kejutan, mengingat sifat Melvin yang kerap terlalu protektif, Lea tidak ingin Melvin bersikap impulsif seperti misalnya meninggalkan pekerjaan di Melbourne sana semata agar bisa cepat pulang. Lea senang sekali rasanya. Setelah melihat hasil test pack-nya bersama Poppy, selama beberapa saat mereka hanya berteriak-teriak heboh kegirangan, sampai mengeluarkan airmata. Senang dan haru bercampur jadi satu. Lea pun bersyukur karena ada Poppy bersamanya ketika mengetahui kehamilannya. Karena Poppy, Lea jadi punya seseorang untuk berbagi euforia bersama. Karena Poppy tidak hanya membeli satu test pack saja, ia pun menyuruh Lea untuk melakukan tes lagi dengan test pack lain agar semakin yakin. Hasilnya sama saja, semua dapat dua garis merah. Lea memang benar-benar hamil. "Aku nggak percaya kalau kamu duluan yang bakal jadi ibu di antara kita semua!" Poppy bilang begitu pada Lea di malam harinya sebelum mereka tidur. Masih terdengar begitu excited walau berjam-jam sudah berlalu sejak mereka tahu kalau Lea hamil. Mendengarnya membuat senyuman Lea otomatis mengembang. Ia menyentuh perutnya yang masih rata dan mengusapnya lembut. Merasa takjub sendiri setiap kali ia menyadari bahwa ada janin yang sedang bertumbuh di dalam rahimnya sekarang. "Aku juga nggak nyangka," ungkap Lea jujur.  Dulu, Lea selalu berencana untuk menikah di umur akhir dua puluhan karena ia ingin fokus pada karir. Lalu, punya anak di awal umur tiga puluh setelah dirinya puas menghabiskan waktu berdua saja dengan suaminya. Bahkan, Lea juga tidak merasa ada masalah andaikan ia dan suaminya tidak punya anak. Namun, karena bertemu dengan Melvin, hidup Lea jadi serba tiba-tiba. Dijodohkan tiba-tiba, menikah tiba-tiba, dekat antara satu sama lain tiba-tiba, dan hamil pun juga bisa dibilang tiba-tiba karena Melvin dan Lea tidak melakukan program apapun. Mereka membiarkan saja semuanya terjadi secara natural. Kehamilan Lea mungkin baru berusia beberapa minggu saja sekarang, tapi Lea sudah tidak sabar sekali ingin melihat anak di dalam kandungannya. Apa jenis kelaminnya, bagaimana rupanya nanti, dan apakah ia akan cenderung memiliki sifat sepertinya atau seperti Melvin. Padahal, masih lama sekali untuk bisa mengetahui itu. "Papa pasti senang banget deh dengar kabar ini." Poppy berujar lagi. Sama seperti Lea, ia juga tersenyum senang. "Bukan cuma Papa sih, tapi semuanya! Semuanya pasti happy, bahkan Selatan sekali pun..." "Tapi kamu jangan bilang siapa-siapa dulu ya. Aku mau bikin kejutan buat mereka, dan nggak mau mereka jadi freak out sendiri karena tau aku yang lagi hamil muda malah keluyuran ke luar negeri." Poppy mengacungkan kedua ibu jarinya. "Tenang aja, aku nggak akan bilang siapa-siapa kok. Aku malah senang karena tau kabar ini duluan. Merasa eksklusif sendiri." "Kalau begitu, nanti kamu jadi godmother-nya mau?" "Mau!" Seru Poppy senang. "Mau banget please..." "Okay. You'll be the godmother then." Poppy tersenyum senang, lalu memeluk Lea sepanjang malam itu hingga mereka tertidur. Berkat Lea yang menemaninya selama short escape ini, Poppy jadi berhasil melupakan rasa sedihnya. Membuat bahagianya Lea jadi bertambah dua kali lipat. *** Begitu pekerjaannya di Melbourne sudah selesai, Melvin memutuskan untuk langsung pulang hari itu juga, seperti yang dikatakannya pada Lea. Meski tidak bisa menetap di sana lebih lama lagi, Melvin berjanji pada Abby dan ibunya untuk sering-sering datang mengunjungi mereka ke sana nantinya. Dan Melvin berjanji akan pergi bersama Lea di kunjungan selanjutnya. Abby sempat meledek Melvin. "Bucin banget," katanya. "Baru juga berapa hari ninggalin istri udah uring-uringan begini." Melvin mengabaikannya saja. Ia memilih untuk tidak memberitahu Abby bahwa sebenarnya Melvin agak merasa khawatir pada Lea yang menurutnya terlihat lebih pucat dari biasanya di dua video call terakhir mereka. Namun, ketika Melvin bertanya apakah Lea baik-baik saja karena wajah pucatnya, Lea hanya menjawab kalau dirinya sedikit pucat karena udara dingin. Tentu saja Melvin tidak percaya itu. Karenanya, ia tidak sabar sekali untuk pulang ke rumah. Rasanya ia begitu tersiksa selama penerbangan sekian belas jamnya, karena tidak sabar untuk mendarat.   Sementara itu, Lea sudah kembali ke Indonesia sejak kemarin. Dan menuruti permintaan Melvin, ia meminta Poppy untuk menginap di rumah hingga dirinya sampai. Tentu saja Melvin tidak ingin membiarkan sang istri sendirian di rumah, meski tahu kalau Lea hebat dalam urusan bela diri dan menjaga diri. Terlebih lagi, melihat Lea yang nampak pucat membuat Melvin menduga kalau Lea sedang sakit. Hanya saja, ia tidak ingin Melvin tahu, semata agar Melvin tidak merasa khawatir. Sebelum jet pribadi yang membawanya dari Melbourne ke Jakarta landing, Lea mengirimkan pesan dan memberitahu kalau Melvin akan dijemput oleh supir mereka. Dan Lea beralasan tidak bisa ikut menjemput di bandara karena sedang merasa tidak enak badan. Ketika sudah mendarat dan membaca pesan dari Lea itu, Melvin segera menelepon Lea. "Benar kan tebakan aku, kamu memang lagi nggak enak badan," ujar Melvin sedetik setelah teleponnya diangkat. "Ya ampun, baru landing udah marah-marah aja," protes Lea. "Kamu sih, aku tanyain kenapa, dijawabnya nggak apa-apa terus. Baru ngasih tau kalau nggak enak badan sebelum aku landing." "Kan aku nggak mau kamu khawatir, Melvin baby." "I have the right to be worried. I'm your husband." Dengusan Lea terdengar. "Iya-iya. Udah kamu cepetan pulang, supirnya udah nunggu." "Oke. Can't wait to see you, babe." Lea terkekeh. "Aku juga. Kamu harus sampai di rumah ya! Aku ada kejutan besar buat kamu." "Apa?" "Nanti juga tau sendiri." "Lea-" Jelas sekali kalau Lea tidak ingin ditanya lebih lanjut, sehingga ia lebih dulu memutuskan sambungan telepon mereka. Sengaja membuat Melvin jadi penasaran dengan 'kejutan besar' yang disebutkan oleh Lea. Dan Lea berhasil. Melvin penasaran dengan kejutan tersebut, sehingga ia pun mempercepat langkahnya untuk keluar dari bandara. Di pick up zone, Melvin melihat salah satu mobilnya, dan ia pun segera berjalan mendekati mobil itu. Dua orang dengan seragam The K berdiri di depan mobil ketika Melvin datang. Melvin tidak pernah melihat mereka sebelumnya, namun hal itu bukan masalah karena anggota The K yang bekerja dengannya kerap berganti-ganti. Satu di antara mereka membukakan mobil untuk Melvin, sementara yang satunya lagi masuk ke kursi pengemudi. Melvin duduk sendirian di kursi penumpang belakang, dengan dua orang itu yang duduk di depan, seperti biasanya. "Langsung pulang ke rumah ya," perintah Melvin. Mereka mengangguk sopan. "Baik, Pak." Melvin duduk bersandar dengan santai di kursinya ketika mobil melaju. Ia melihat ke sekitar dan tersenyum kecil. Seumur hidup, baru kali ini Melvin merasa senang bisa kembali ke Jakarta setelah dari Melbourne. Dulu, yang terjadi adalah kebalikannya. Ia lebih senang berada di Melbourne dan tidak ingin berlama-lama di Jakarta. Lucu sekali bagaimana semuanya sudah berubah sekarang. Melvin justru merasa tidak betah di Melbourne, semata hanya karena Lea tidak ada bersamanya di sana. Mulanya, perjalanan Melvin menuju rumahnya berjalan dengan lancar. Lalu lintas tidak macet dan supirnya pun menyetir dengan baik. Hingga pada akhirnya, Melvin sadar bahwa sang supir membawanya ke jalan yang salah. "Kok belok ya? Harusnya kan kita lurus. Tadi saya bilang langsung pulang ke rumah." Melvin menegur sang supir. Tidak ada jawaban apapun dari dua orang yang duduk di depan. Mereka tidak menyahut, tidak pula menoleh, sementara mobil tetap melaju ke arah yang tidak sesuai. Melvin mengernyit, mulai merasa kesal karena menganggap dua orang di depannya ini tidak sopan. "Kalian nggak bisa dengar saya apa?" Tegurnya sekali lagi. Masih tidak ada jawaban lagi dari mereka. Melvin berdecak kesal, lalu mencondongkan tubuh ke depan guna menegur mereka dari jarak yang lebih dekat. Namun, belum sempat Melvin melakukannya, pria yang duduk di kursi penumpang depan sudah terlebih dahulu menoleh. Di luar dugaan Melvin dan tanpa antisipasinya, pria itu melayangkan sebuah tongkat besi yang dipukulkannya ke kepala Melvin. Dalam sekejap, dunia Melvin pun berubah gelap. *** Lea tidak bohong dengan bilang pada Melvin bahwa dirinya tidak enak badan hari ini sehingga tidak bisa menjemputnya ke bandara. Lea memang sedang tidak enak badan, bahkan sudah sejak kemarin. Setelah mengetahui kalau dirinya hamil, entah kenapa tubuh Lea jadi lemas sepanjang hari. Kepalanya pusing dan ia terus merasa mual. Namun, karena ingin memberi kejutan pada Melvin, ia tetap bersikap biasa saja agar Melvin tidak curiga. Poppy lah yang merawat Lea selama sang kakak menghadapi rasa mualnya yang ternyata tidak hanya berlangsung di pagi hari, melainkan sepanjang hari. Lea bahkan kesulitan menelan makanan karena rasa mualnya. Dan hari ini, ia bahkan tidak merasa sanggup untuk turun dari tempat tidur karena kepalanya begitu pusing. Walau begitu, Lea tetap terdengar ceria dan tidak sabar menanti kepulangan Melvin. Dan sebenarnya, kejutan besar yang dimaksud oleh Lea hanya lah sebuah kotak kado yang berisikan hasil test pack-nya kemarin. Setelah Poppy, Melvin akan jadi yang pertama kali tahu. Baru setelahnya Lea ingin mereka mengumumkan kabar baik ini kepada keluarga yang lain. Poppy masih menemani Lea meskipun Melvin sudah dalam perjalanan pulang. Ia akan menyelesaikan tugasnya secara tuntas, baru akan pergi dari sana setelah Melvin pulang. Namun, sudah hampir satu jam berlalu, Melvin tidak kunjung sampai ke rumah. "Macet banget kali ya, Pop?" Lea bertanya begitu pada Poppy karena mulai merasa Melvin terlalu lama sampai. Seharusnya, paling lama jarak tempuh yang dibutuhkan dari bandara ke rumah mereka adalah empat puluh lima menit. "Jalanannya lancar kok." Poppy yang baru saja memeriksa kondisi jalan lewat Google Maps pun memberitahu Lea. "Mungkin dia lagi mampir beli sesuatu kali." Lea mengerutkan kening, tidak terpikir sama sekali apa yang ingin dibeli oleh Melvin. Ia tahu kalau Melvin pasti penasaran karena kejutan besar yang Lea bilang akan diberikan padanya. Karena itu, Melvin pasti ingin cepat sampai di rumah dan tidak akan mampir kemana-mana lagi. Tetapi, Lea mencoba untuk tetap berpikir positif. Mungkin hanya macet. Mungkin Melvin memang mampir ke suatu tempat. Mungkin ban mobilnya bocor. Mungkin ini... Mungkin itu... Hanya saja, Lea tidak bisa lagi berpikiran positif ketika satu setengah jam sudah berlalu, dan Melvin masih tak kunjung sampai. Ditambah lagi, nomornya jadi tidak aktif ketika Lea mencoba meneleponnya beberapa kali. Walaupun kepalanya masih terasa berat bukan main, Lea memaksakan diri untuk bangkit dari posisi berbaringnya. Kini ia sudah merasa bahwa ada yang tidak beres. Dan Lea tahu, Poppy pun merasa begitu. "Percaya deh, Kak, Melvin pasti nggak akan kenapa-napa. Kayaknya ban mobil mereka bocor dan ponsel Melvin low batt, makanya nggak bisa dihubungi." Lea menggelengkan kepala, sulit untuk percaya kemungkinan itu. Dan ia pun tahu, meski Poppy menenangkannya seperti itu, sebenarnya Poppy juga berpikiran yang sama dengannya dan merasa jika ada yang tidak beres. Lea juga sadar bahwa sedari tadi tangan Poppy sibuk dengan ponselnya bukan karena ia hanya membuka dan menutup sembarang aplikasi, melainkan karena ia sudah bergerak untuk menghubungi para anggota Kahraman. Jantung Lea berdegup kencang dengan begitu tidak enak ketika tiba-tiba saja ponsel Poppy berdering nyaring. Sekilas ia melihat bahwa yang menelepon adalah Selatan. Mulanya, Poppy hendak menjauh dari Lea sebelum mengangkat telepon itu. Tetapi Lea menahannya dan mengisyaratkan Poppy untuk menerima telepon tersebut di depannya. Mau tidak mau, Poppy menurut. Ia terlebih dahulu menghembuskan napas sebelum menerima telepon dari Selatan menempelkan ponselnya ke telinga. Lea memerhatikan ekspresi di wajah Poppy dengan saksama. Walau Poppy berusaha keras untuk membuat ekspresinya tetap datar agar tidak terbaca, namun pupil matanya yang melebar tidak bisa berbohong. Dan menyadari itu membuat jantung Lea mencelsos. Lea tahu kalau Poppy baru saja mendapat kabar buruk. Tiba-tiba saja, Lea teringat perkataan Phoebe sang fortune teller di Mykonos. Aku juga melihat kabar buruk yang akan menyertai kabar baik kalian nanti. Untuk yang pertama kali dalam hidupnya, Lea mendapati apa yang dikatakan oleh seorang fortune teller betul-betul terjadi. Dan tidak, Lea sama sekali tidak menyukai itu.  

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN