Aku terhenyak, diam sejenak. Aku bingung harus berbuat apa. Di satu sisi aku merasa kasihan melihat temanku ini menangis sesenggukan, tapi di sisi lain rasanya aku ingin memaki mungkin ini sebuah balasan atas apa yang telah ia lakukan. Kuusap punggungnya yang masih mengguncang mencoba membuatnya tenang. "Sudah, jangan tangisi orang yang menyakiti hati kita. Dia memang bukan yang terbaik." "Huhuhu … kamu benar, Queen. Tapi tetap saja aku sakit hati. Huhuhu …." Rima masih saja terus menangis, bahkan saat dia berbicara tangisnya semakin terdengar nyaring. "Gak apa-apa. Sekarang nangis aja sepuasnya. Tapi nanti jangan pernah tangisi dia lagi," ucapku kembali. Cukup lama aku menenangkan Rima dari tangisnya, hingga menjelang petang adzan magrib pun berkumandang. Aku mengajaknya untuk segera