Satria menaikkan alisnya—menatap gadis di depannya dingin. "Lo kenal sama teman-teman gue?" tanyanya menyelidik.
"Iya, baru kenal itu juga. Lo satu jurusan sama mereka?"
"Hmmm."
Shasa mendengkus pelan. Cowok di depannya saat ini benar-benar dingin, irit bicara.
"Oh ya, lo ada apaan cari gue?" Shasa seketika dia ada apa gerangan tiba-tiba cowok es itu mendatangi kelasnya.
Satria mengeluarkan sesuatu dari dalam ransel dan memberikannya kepada Shasa. "Punya lo kan?"
Shasa menerimanya dengan senang. Scarf favoritnya ternyata ada pada Satria. Dia sudah periksa daypack-nya waktu pulang dari gunung, tapi tidak menemukan barang kesayangannya itu.
"Thanks banget, Sat! Lo nemu di mana ini?"
"Nggak jauh dari tenda lo. Sorry, gue lupa mau balikin langsung."
"Ya udah, nggak apa-apa kok," ucap Shasa tersenyum.
"Gue balik!" Satria langsung membalikkan badannya hendak pergi.
"Eh, tunggu dulu!" seru Shasa.
"Ada apa?" tanya Satria dingin setelah berbalik badan menghadap Shasa.
"Eum... lo kenal sama Guntur? Kemarin gue lihat kalian berdua di tempat makan. Shasa sebenarnya bukan orang yang kepo terhadap orang lain, namun kali ini dia cukup penasaran sama hubungan di antara dua orang itu. Melihat ketegangan di wajah mereka berdua kemarin, siapa pun bisa melihatnya walau jaraknya tidak begitu dekat.
Satria terdiam.
"Kayaknya kalian berdua dekat. Guntur teman lo atau-?"
"Nggak usah kepo, bukan urusan lo!" potong Satria lalu melangkah pergi.
"Galak banget, untung ganteng,” gumam Shasa tak terdengar oleh Satria yang sudah mulai menjauh. Eh, apaan sih? Kok gue malah bilang dia ganteng? Shasa menggelengkan kepalanya.
Di tempat lain, Teddy menepuk bahu Jerry pelan.
"Sabar bro! I feel you!"
"Maksud lo?"
"Nggak usah pura-pura, kita udah kenal dari zaman putih abu-abu. Gue tahu lo banget!"
Jerry menghela napas berat. "Gue nggak bisa bersaing sama teman sendiri. Dia lebih pantas!" ucapnya pasrah.
"Emang lo yakin dia suka gebetan lo itu? Lo tahu sendiri gimana dinginnya tuh anak sama cewek."
Jerry menggeleng pelan. "Gue juga nggak tahu, tapi gue rasa kali ini beda. Buktinya dia sampai bela-belain injakin kaki di fakultas ini. Biasanya kan anti banget, karena dia tahu di sini dominan anak ceweknya."
"Mungkin dia ada urusan penting aja."
Tak lama, Satria pun muncul.
"Balik!" serunya kepada ketiga temannya. Mereka semua sudah terbiasa dengan sikap dingin Satria.
"Sat, lo kok bisa kenal Shasa sih?" tanya Jerry mengiringi langkah Satria. Dari tadi dia sangat penasaran kenapa cowok cuek kayak Satria bisa kenal dengan seorang Sharaza. Emang sih Shasa cukup famous di kampusnya, tapi biasanya kan Satria mana pernah peduli sama hal itu. Beberapa cewek cantik bahkan model pun banyak yang mengejarnya namun tidak seorang pun yang ditanggapinya.
"Di gunung," jawab Satria singkat.
***
"Peace, Sha!" ucap Dian mengangkat jarinya membentuk huruf v.
Shasa tersenyum tipis lalu merangkul sahabatnya itu berjalan memasuki kantin.
"Lain kali jangan gitu, ah! Gue enggak suka.”
"Gue sama Rania cuma pengen lo dekat sama cowok, maafin kita berdua, Sha," ucap Dian dengan raut wajah bersalahnya.
"Hmmm. Tapi nggak gitu juga caranya.”
"Jadi gimana ceritanya lo bisa kenal sama Guntur itu?" tanya Dian tidak sabar mendengarkan penjelasan Shasa, setelah beberapa kali berucap kata maaf.
"Tunggu Rania dulu, gue males jelasin dua kali.” Shasa duduk di salah satu kursi.
Tanpa menunggu lama, Rania pun muncul dari arah toilet.
"Hai girls! Udah pada pesan belom?"
"Belum, kan nungguin elo yang mesanin. Kayak biasa," ujar Dian menyengir.
Rania mengerucutkan bibirnya. "Gue terus aja!” Walaupun sebel, Rania tetap pergi memesankan makanan untuk kedua cewek itu. "Seperti biasa kan pesanan lo berdua?"
Shasa dan Dian mengangguk.
"Duduk dulu Ran, gue mau cerita," kata Shasa setelah Rani kembali dari tempat pesan makanan.
"Soal cogan kemarin?"
Shasa mengangguk dan mulai bercerita kepada kedua sahabatnya itu.
"Oh, jadi gitu. Enak banget lo naik gunung langsung ketemu dua cogan sekaligus," kata Rania.
"Dua-duanya oke loh, Sha!" timpal Dian.
"Lo berdua mah sama aja, semua cogan dibilang oke."
Rania menyengir. "Terus mereka berdua temanan apa gimana?" tanya Dian yang masih sangat kepo.
Shasa mengedikkan bahunya.
"Lah, lo nggak tahu?”
"Nggak. Malah tadi cowok yang namanya Satria itu nyamperin gue pas lo pada beli minum, dia malah ketusin gue pas ditanya soal Guntur."
"Wait... Satria nyamperin elo? Ke kelas kita?" tanya Dian.
"Iya, ternyata dia juga kuliah di sini loh! Dan anak teknik juga, yang bikin gue kaget lagi dia tadi bareng sama Jerry dan siapa tuh temannya dua lagi? Gue lupa nama mereka.”
"Oalah, dunia sempit bener! Terus ada apa dia samperin lo ke kelas?" Kali ini Rania yang bertanya.
"Balikin scarf gue, jatuh waktu di gunung."
"Lo cerita emang kalau kuliah di sini juga?"
"Boro-boro cerita, asal lo pada tahu aja itu cowok kalau ngomong irit banget. Dingin banget kayak es batu!" celutuk Shasa.
"Tapi dia bisa tahu lo di sini, dari siapa?"
"Nggak tahu. Tadi aja Jerry dan temannya pada kaget lihat gue. Nggak mungkin kayaknya kalau tahu dari mereka."
"Enak banget jadi lo, Sha. Di dekatin sama banyak cogan. Si Revan, Jerry, Guntur, Satria, terus siapa lagi tuh kating kita yang sering godain lo itu. Bagi-bagi napa!” ujar Rania menyengir.
"Satria pengecualian kali, Ran. Mana mungkin es batu itu suka sama gue!" ucap Shasa.
"Yee... nggak ada yang nggak mungkin kali. Lo lihat aja nanti," balas Rania.
Dian menatap Shasa penuh selidik.
"Napa lo ngeliatin gue kayak gitu?"
"Jadi... Satria itu pengecualian ya, Sha? Ngarep dia suka sama lo nih ceritanya?" tanya Dian meledek sahabatnya itu.
"Ih, apaan sih Dii? Siapa juga yang ngarep," kata Shasa sambil memalingkan wajahnya.
Dian terkekeh melihat wajah Shasa yang memerah. Dia mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan kepada seseorang. Tak lama ponselnya berbunyi kembali. Setelah beberapa kali berbalas pesan dengan orang itu, Dian tersenyum puas.
"Sha!" panggil Dian.
"Apa? Mau ngeledekin gue lagi?"
"Enggak, kok. Gue dapet nomornya Satria nih, mau nggak lo?" tanya Dian melebarkan senyumnya.
Shasa yang sedang makan nasi goreng tiba-tiba tersedak. Dia langsung mengambil minuman dan meneguknya cepat.
Rania terkekeh. "Gercep amat lo, Dii. Dapat dari siapa?"
"Teddy," jawab Dian santai. Memang waktu itu dia dan Rania sempat bertukar nomor ponsel dengan Alfi dan Teddy.
"Mau nggak nih?" tanya Dian lagi. Tanpa jawaban dari Shasa, dia langsung mengirimkan nomor ponsel Satria kepada Shasa. "Udah gue WA tuh!"
Shasa tak habis pikir dengan kelakuan sahabatnya ini. Paling semangat soal beginian, seolah ingin Shasa segera mempunyai kekasih.
"Waktu itu lo pengen gue kenal dekat sama Jerry, kemarin Guntur, dan sekarang berubah haluan jadi Satria."
Dian menyengir dengan wajah tanpa dosanya. "Setelah gue perhatiin, kayaknya lo ada feel sama Satria deh."
"Sok tahu banget!" elak Shasa sambil melanjutkan makan nasi gorengnya.
***
Satria melihat ponselnya sambil tersenyum. Ada foto seorang gadis yang sedang mencium bunga edelweiss di layar ponselnya saat ini. Dia sengaja diam-diam mengambil gambar gadis itu.
Namun senyumnya memudar ketika ingat Guntur, kakaknya. Satria mengepalkan tangannya kuat. Dia tidak akan mendengar gertakan cowok itu untuk kali ini. Guntur, cowok yang selalu dibanggakan oleh kedua orangtuanya adalah seorang playboy. Satria tau persis bagaimana kelakuan kakaknya itu di luar rumah. Entah sudah berapa cewek yang disakitinya, paling lama dia menjalin hubungan dengan kekasihnya cuma satu bulan. Habis itu si cewek akan ditinggalkan begitu saja dengan alasan bosan atau tidak cocok lagi.
Sekarang saat tau kakaknya itu mendekati Shasa, entah kenapa rasanya dia tidak rela jika cewek itu nantinya disakiti. Bagaimanapun caranya, dia akan berusaha supaya Guntur tidak bisa mendapatkan Shasa. Tak peduli jika akhirnya nanti berujung keributan.
Sedang asik melamun, Satria dikejutkan oleh bunyi notifikasi dari ponselnya.
Dia mengerutkan alisnya melihat pesan dari sebuah nomor tidak dikenal.
08129796xxxx
Hi
Satria tidak tahu saja jika di sebarang sana, ada seseorang yang panik karena pesannya terkirim kepada Satria. Dia sama sekali tidak berniat awalnya. Berawal dari ingin melihat foto profil, lalu iseng ingin mengucapkan terima kasih. Beberapa kali mengetikkan kata, lalu dihapus hingga sekian kali seperti itu. Dan tanpa sadar, yang terakhir tak sengaja tersentuh layarnya dan pesan terkirim. Ingin dihapus, akan tetapi sudah terlanjut dibuka oleh si penerima pesan.