Usai UAS, Satria menepati kata-katanya yang ingin mengajak Shasa mendaki gunung. Entah bagaimana cara cowok itu meyakinkan Rahayu, perempuan paruh baya itu bisa memberikan ijin putrinya ikut bersama dengannya.
Setelah selesai packing, Satria mengendarai mobilnya ke rumah Shasa.
"Kamu bawa mobil ke sana?" tanya Shasa saat cowok itu tiba di rumahnya.
"Enggak. Entar mobil gue mau dititipin di stasiun.”
"Kita mau ke mana, sih?" tanya Shasa lagi. Pasalnya dari awal cowok itu tidak menyebutkan ke mana mereka akan pergi.
Satria tersenyum sembari mengacak rambut cewek itu pelan. "Lihat aja nanti, lo pasti suka," ujarnya.
Shasa mengerucutkan bibirnya. Lagi, Satria tidak mau memberitahunya. Jadi dia tidak bisa membayangkan seperti apanya di sana.
"Udah rapih, ‘kan? Yuk pamitan dulu sama nyokap lo!"
Rahayu datang dari arah dapur. "Udah pada mau jalan sekarang?" tanyanya.
"Iya, Tan!"
"Iya, Ma!"
Rahayu tersenyum mendengar sahutan serentak dari mereka berdua.
"Ya udah hati-hati di jalan. Satria, nitip tolong jagain Shasa,ya!”
"Pasti, Tan!"
Kurang dari 1 jam perjalanan, mereka pun tiba di stasiun.
"Jadi kita mau ke Jogja?" seru Shasa ketika Satria memberikannya selembar tiket yang sudah di cetak. Dia baru ingat kalau cowok itu pernah memintanya mengirim foto identitasnya untuk naik kereta.
"Hmmm.”
"Mendaki Gunung Merapi?"
"Bukan.”
"Terus?" Shasa mengernyit. Sepengetahuannya cuma gunung Merapi yang ada di Jogja.
"Nggak usah banyak tanya, bawel," ujar Satria mencubit pipi cewek itu gemas. Lalu melangkah duluan memasuki stasiun.
"Issh nyebelin, mulai lagi deh!”
"Gue dengar."
Mereka berdua naik kereta eksekutif tujuan Yogyakarta dari Stasiun Gambir. Satria sengaja membeli yang eksekutif, supaya Shasa lebih nyaman jika hendak tidur. Memang harganya lebih mahal tapi tidak masalah baginya, demi kenyamanan Shasa. Kursi di dalam kereta ini dapat diputar dan direbahkan. Tepat pukul 20.45, kereta yang mereka tumpangi pun berangkat.
Satria memperhatikan wajah cantik Shasa saat cewek itu tidur. Seulas senyuman mengembang dibibirnya. Dia menaikkan selimut yang digunakan Shasa sampai ke bahu cewek itu. Dia tidak mau Shasa kedinginan, AC di kereta sangat dingin malam ini. Satria ikut merebahkan kursinya seperti Shasa. Kemudian dia menarik kepala cewek itu agar bersandar di bahunya. Lalu dia memejamkan matanya.
***
Pukul 05.00 pagi mereka tiba di Stasiun Tugu, Yogyakarta. Tidak jauh dari pintu keluar stasiun, seorang cowok melambaikan tangannya ke arah Satria. Dengan cepat Satria berjalan menghampirinya.
"Woy bro, apa kabar?" tanya Satria menyodorkan tinjunya dan disambut hal serupa oleh Dito, salaman ala khas cowok.
"Alhamdulillah baik. Oya, katanya lo berdua?"
Satria melirik sebelahnya, ternyata kosong. Dia buru-buru keluar stasiun ketika mendapatkan telpon dari Dito, sampai lupa dengan keberadaan Shasa.
Shasa baru keluar dari stasiun dengan wajah cemberut. "Hobi banget ninggalin sih, gimana kalau sama pacarnya nanti," gerutunya kesal.
"Maaf," ujar Satria menarik pelan tangan Shasa.
Cewek itu mendengkus. “Dimaafin. Lagian udah biasa lo tinggalin," sindirnya.
Satria menyengir.
"Kenalin, ini teman gue," ujar Satria kepada Shasa.
"Hai, gue Dito.”
"Gue Shasa.”
"Cakep juga cewek lo bro!" ujar Dito to the point. Cahaya lampu di dekat loket lumayan terang, jadi Dito bisa melihat jelas wajah cantik Shasa.
"Bukan cewek gue," ujar Satria.
"Lah kok? Sebelumnya lo mana pernah bawa cewek kalau mendaki," ujar Dito heran.
"Masih calon pacar, do'ain!" kata Satria sambil melirik Shasa.
Muka Shasa langsung memerah. Apa? Calon pacar katanya? Gue nggak salah dengar kan? batin Shasa.
Shasa dan Satria naik ke mobil Dito. Cowok itu membawa mereka ke rumahnya. Satria, sudah kenal dekat dengan keluarganya. Kalau mau mendaki gunung di sekitaran Jawa Tengah atau travelling di daerah Jogja, Satria pasti bermalam atau sekedar mampir di rumahnya Dito.
Lima belas menit kemudian, mereka tiba di rumah Dito. Keluarga cowok itu menyambut kedatangan mereka dengan ramah.
"Mau bermalam di sini, Nak?" tanya Ibunya Dito kepada Satria.
"Enggak Bu, ini saya mau ke Dieng," jawab Satria sopan.
"Cah ayu ini siapa toh?" tannya ibunya Dito sembari tersenyum kepada Shasa. Pasalnya ini baru pertama kalinya Satria membawa perempuan ke rumahnya.
"Saya Shasa Bu, teman kuliahnya Satria," ujar Shasa sopan.
Shasa nampak ramah berbicara dengan Ibunya Dito, sesekali dia tersenyum tipis. Sedangkan Satria, cowok itu asik bertukar cerita dengan Dito. Maklum mereka sudah setahun tidak bertemu.
Pukul 08.30, setelah istirahat sejenak dan sarapan, Satria dan Shasa pun pamit hendak melanjutkan perjalanan menuju Dieng. Satria meminjam mobil temannya itu menuju ke sana.
Kurang lebih 3 jam perjalanan, mereka pun tiba di negeri di atas awan, Dieng. Satria memarkirkan mobil di depan sebuah rumah.
"Kita bakalan istirahat di rumah ini sampai mau pulang nanti," ujarnya sambil melepas seatbeltnya. "Tenang aja, ada tiga kamar di sini, dan pemiliknya tinggal di rumah yang sama tapi di lantai bawah," lanjutnya menjelaskan.
Shasa mengangguk paham.
"Gue aja yang bawain daypack lo," ujar Satria. Dia mengambilnya dari tempat duduk di belakang kemudi.
"Iya."
"Lo istirahat dulu. Jam 1-an kita cari makan dan jalan-jalan di sekitar sini," ujar Satria sambil meletakkan barang milik Shasa di kamar cewek itu. "Kalau ada perlu, gue di kamar sebelah," ujarnya lalu melangkah pergi.
Shasa mengeluarkan jaket tebalnya dari dalam daypack. Walaupun siang hari, cuaca di tempat ini terasa dingin baginya. Dia merebahkan dirinya di atas kasur, lalu menarik selimut. Tidur.
Bunyi ketokan pintu membuat Shasa terbangun dari tidur. Dengan malas dia berjalan hendak membuka pintu.
"Ada apa?" tanyanya begitu melihat Satria di depan pintu kamarnya.
"Makan," ucap Satria singkat.
"Entar ah, gue juga baru bentaran doang tidurnya. Emang sekarang jam berapa?" tanya Shasa sambil menutup mulutnya, dia menguap.
"Jam 1.”
"Hah?! Serius? Perasaan gue baru bentar tidurnya. Taunya udah dua jam aja.” Shasa meringis. "Ya udah, gue rapih-rapih dulu,"
"Awas lama! Gue tunggu di depan."
***
Satria mengajak Shasa makan di tempat makan prasmanan yang letaknya tidak jauh dari penginapan. Selesai makan siang, dia mengajak Shasa jalan-jalan menikmati tempat wisata di Dieng. Pertama, mereka mengunjungi Candi Arjuna.
Kawasan candi itu terlihat asri. Pemandangan di dekat candi itu pun tak kalah indahnya. Shasa mengeluarkan ponselnya dan meminta Satria mengambilkan foto dirinya. Cowok itu juga memotret Shasa dengan kamera yang dibawanya.
Cukup sepuluh menit di sana, Satria mengendarai mobil menuju Kawah Sikidang. Tempat ini hampir sama mirip kawah Putih di Bandung, bedanya di sini lebih dingin karena berada di tempat yang lebih tinggi. Sama seperti tempat sebelumnya, mereka tidak lama di sana. Dan selanjutnya, Satria mengendarai mobil menuju Telaga Warna. Cowok itu memilih untuk melihat dua danau yang warnanya berbeda itu dari arah atas.
Keluar dari mobil, dia menarik pelan tangan Shasa dan menuntun cewek itu menuju bukit kecil. Hingga mereka sampai di sebuah batu besar. Dari sana, terlihat jelas pemandangan Telaga Warna. Satria menyuruh Shasa berdiri di atas batu itu dan dia bersiap untuk memotretnya.
Hari sudah menunjukkan pukul 17.00, Satria pun mengajak Shasa untuk kembali menuju tempat penginapan.
"Gimana, lo senang?" ujar Satria ketika mereka sudah berada di dalam mobil.
"Senang banget! Gue tuh kayak ngerasa kita itu berada di dekat awan," ujar Shasa antusias. Satria menoleh, dia senang mendapati cewek itu tengah tersenyum.
"Ada yang jauh lebih bagus dari itu, gue akan tunjukin sama lo," ujar Satria. Shasa mengangguk senang.
"Malam ini kita makan malam di penginapan aja. Kita bisa pesan makan sama yang punya rumah.”
"Emang kenapa? Kok nggak makan di luar aja?"
"Biar bisa istirahat yang cukup. Jam 1 malam, kita akan mulai mendaki.”
"Mendaki, tengah malam? Kita gak bikin tenda gitu?" tanya Shasa heran.
"Nggak. Lagian cuma tiga setengah jam perjalanan doang.”
"Oh ya? Bentar dong!"
"Iya. Gunung apa sih, Sat? Gue nggak tahu ada gunung di daerah sini?”
"Prau."