POV 3
Darien dan Julio akhirnya tiba di Kota Eleusina dalam beberapa jam perjalanan. Dengan langkah tergesa keduanya menuju markas bawah tanah untuk menemui Dokter Elasmus dan Acacio.
“Kau sudah kembali ternyata, Julio, Darien,” sambut Acacio ketika keduanya sampai di pertengahan tangga.
“Aku ingin berbicara sesuatu. Mana Pak Tua itu?” Julio meneliti sekitar.
“Di laboratorium.”
“Baik. Ayo, ke sana. Ini perihal yang mendesak.”
Ketiganya lantas menjejak ke ruang laboratorium untuk menemui Dokter Elasmus yang tengah sibuk dengan penelitiannya.
“Dokter? Dokter? Di mana kau?” Julio sedikit berteriak sebab sang dokter tak ada di ruangannya.
“Aneh, tadi aku yakin sekali dia ada di sini.” Acacio membantu mencari sang dokter. Memeriksa setiap sudut ruangan.
“Kalian mencari saya?” Dokter Elasmus muncul dari balik sebuah tabung raksasa yang ternyata luput dari pandangan ketiganya. Mata ketiganya justru tertuju pada tabung tersebut.
“Pak Tua, apa itu?” tanya Julio penasaran.
“Coba tebak.”
“Jangan-jangan—“
“Benar! Itu adalah tanaman langka yang hanya hidup di Bukit Lifous di Daratan Asterovos. Lifous Awaken.” Dokter Elasmus menyunggingkan senyuman penuh arti.
“Untuk apa tanaman langka seperti itu, Pak Tua?”
“Saya pikir kau mengetahuinya, Julio.”
Tak berselang lama, kening Julio mengerut, lantas mengingat sesuatu.
“Benar sekali! Saya yakin kau sudah bisa menebak sendiri.”
“Tidak, Pak Tua. Aku pikir masih terlalu dini untuk hal itu.”
“Kau salah, Julio. Kota Plataia sudah memulai serangan di salah satu kota kecil. Semestinya kau tahu itu kalau kita benar-benar membutuhkan tanaman ini untuk membangkitkan sisi lain Darien, tentu agar dia juga bisa mengendalikan kekuatan itu sepenuhnya. Saya menduga Kota Plataia punya rencana jahat lain,” jelas sang dokter.
“Apa maksudnya, Yah? Aku tidak mengerti.” Darien lantas menatap Julio, sang ayah, berharap mendapatkan jawaban yang dapat membuatnya mengerti dengan keadaan saat ini.
Julio tidak menjawab, ia mengalihkan tatapan ke arah tabung silinder raksasa, yang di dalamnya terdapat akar bercabang dari sebuah tanaman langka, terendam dalam air berwarna merah bening serta hanya tumbuh dalam sepuluh tahun sekali.
Tanaman Lifous Awaken yang berfungsi untuk memicu hasrat iblis seorang ras Akila. Yang ganas bisa bertambah keji. Yang bertenaga, bisa bertambah kuat. Itulah efek samping dari ekstrak akar tanaman tersebut. Terlebih lagi, itu juga bisa merevolusi bentuk tubuh. Namun hanya terjadi pada beberapa Akila yang memiliki kekuatan sungguh besar.
“Darien, sepertinya kau harus tinggal di sini sementara Ayah membawa kaum kita yang lain menuju kemari,” ucap Julio seketika tatapannya teduh. “Pak Tua, aku butuh sebuah kapal untuk menampung kaumku.”
“Baik. Kita punya sebuah kapal yang bisa kau rakit. Turbo Eleusine Boot. Terbuat dari bahan kayu paten dan bertenaga lima puluh ribu tenaga kuda.”
“Ah, benar. Kita sudah lama tidak menggunakannya. Kalau begitu, aku akan meminta pasukan untuk membantumu merakitnya di tepi laut.” Acacio melangkah ke ruang latihan pasukan. Julio mengikuti di belakang.
“Lalu, apa yang harus aku lakukan, Dok?” Darien kini hanya berdua dengan Dokter Elasmus.
“Kita akan menguji ekstrak tanaman itu untuk membangkitkan sisi lain di dalam dirimu. Ini sama seperti bagaimana jiwa iblismu bangkit, tetapi kau akan segera terbiasa dan bisa mengendalikannya.”
Darien terdiam sejenak, menatap tabung silinder raksasa dengan lamat. “Baiklah. Aku siap melakukannya.”
***
“Ingat, Darien. Setelah saya menyuntikkan ekstrak akar tanaman ini, kau mungkin akan berada di dunia lain, bertemu dengan dirimu yang lain. Temuilah dia. Pesan saya hanya satu, kalahkan dia. Jangan biarkan dirimu dikuasai olehnya.”
Darien lantas menghela napas panjang, kemudian mengangguk paham. Ia berbaring di atas ranjang. Tangan serta kakinya diborgol di besi rangka ranjang guna mencegah bila nanti lelaki itu mengamuk.
“Apa kau sudah siap, Darien?” tanya sang dokter memastikan sekali lagi. Di tangan kanan sudah memegang alat suntik yang berisi ekstrak tanaman Lifous.
“Aku siap.”
Dokter Elasmus mulai menyuntik Darien di bagian leher, seketika itu pria bermata biru memejamkan kedua mata. Yang tersisa hanya pekat.
Rumah Jiwa, merupakan sisi lain di mana Darien berada saat ini. Setelah beberapa saat hanya melihat kepekatan, kini pandangannya menangkap sebuah dunia yang gersang. Gedung-gedung yang lusuh, hampir hancur dan roboh. Desir angin menyibakkan aura yang cukup mengerikan. Tak ada tanda-tanda kehidupan.
Pandangan Darien mengelilingi sekitar. Tempat apa ini?
Ia mulai melangkahkan kaki secara perlahan. Namun, dunia yang hancur berantakan itu berubah kemudian menjadi hutan gersang yang bahkan pohon-pohon di sana sudah termakan waktu. Ada yang tumbang, ada yang kering tanpa satu pun dedaunan.
Darien jelas terkejut. Akan tetapi, kekagetannya kalah oleh satu hal. Ia mendengar sebuah suara seperti benda melesat dengan kecepatan tinggi. Di belakang, Darien menyadari akan ada sesuatu yang datang hingga akhirnya ia mencoba menghindar.
“Hahahaha!”
Seseorang, atau lebih tepatnya makhluk menyerupai iblis. Bermata merah, bertanduk satu, di dahinya yang luas terpahat tiga digit angka, yaitu 666. Di tangan kanan membawa sebuah pedang berkarat bermata dua. Seluruh badan kecuali kepala terbalut zirah berkarat.
“Siapa kau?” Darien bertanya sembari menjaga jarak. Tetap waspada.
“Jadi, kau sudah berani datang ke tempat ini?”
“Mungkinkah kau sisi lain yang dimaksud Dokter Elasmus??”
“Hah! Kau bilang aku sisi lain darimu? Aku adalah aku, bukan kau!”
Iblis itu kembali melesat dengan langkah seribu. Bayangannya bahkan nyaris tak terlihat, tetapi dalam hitungan detik saja ia bisa berada di hadapan Darien. Mengayunkan pedang berkaratnya. Darien hanya bisa menghindar. Tak fokus sedikit saja, tubuhnya bisa ditebas.
“Kau hanya bisa menghindar? Ayo, hadapi aku sampai aku bisa mengakui bahwa kau memang adalah diriku yang lain.” Iblis itu menyeringai antusias.
Wajahnya persis seperti Darien, yang membedakan hanya tanduk yang tumbuh di kepala, serta pahatan tiga digit angka di dahinya.
“He, he! Kau hanya bisa menghindar? Yang benar saja. Pria lemah sepertimu mengaku-ngaku bahwa kau adalah sisi lain dariku?”
Mereka masih bercengkerama. Iblis Darien mengayunkan pedangnya, berusaha menebas bagian mana pun dari tubuh Darien.
Keduanya berhenti sejenak, Darien sudah tampak sangat lelah. Sementara itu, sosok iblis itu bahkan tidak berkeringat. Napasnya masih mengembus dan terhela secara beraturan.
Andai saja aku punya senjata.
Darien berpikir jika ia punya senjata, pasti ia bisa mengalahkan iblis itu dengan cepat.
Baru saja terlintas pikiran itu di benaknya, sebuah cahaya ungu melesat cepat dari langit, lalu mendarat tepat di hadapan Darien.
Pria Akila itu membelalakkan mata, ia seperti tak percaya dengan apa yang ia lihat kini di hadapan.
Sebuah pedang cemerlang yang sangat mirip dengan milik iblis di hadapannya tertancap di tanah, tampak begitu elegan serta dikelilingi oleh cahaya berwarna ungu.
“Oh. Ini bagus! Hei, hunus pedang itu dan lawanlah aku dengan kemampuan penuh!” kata iblis itu sembari menunjuk Darien dengan ujung pedangnya yang berkarat.
Darien masih ragu, terdiam. Ia tidak terbiasa menggunakan pedang, tetapi jika menyerang secara brutal, ia yakin bisa melakukannya.
“Apa yang kau tunggu, Bodoh! Cepat, hunus pedang itu!” Iblis Darien tampak geram, menajamkan tatapan matanya.
Beberapa menit berlalu, tetapi Darien tak kunjung mencabut pedang indah tersebut. Hal ini membuat sang iblis kesal dan memutuskan untuk segera menghabisi Darien.
Pria Akila tidak dapat menghindar secara sempurna, sehingga akhirnya menyebabkan beberapa bagian di tubuhnya tergores pedang berkarat iblis tersebut. Lukanya pun tidak dapat sembuh dengan sendirinya.
Ketika napasnya telah semakin berat untuk mengembus, Darien tidak punya pilihan selain menghunus pedang elegan. Namun, jaraknya bercengkerama saat ini cukup jauh dari pedang.
Darien mencoba menghindari serangan iblis seraya berusaha mendekati pedang.
Ia sudah cukup dekat, maka ketika iblis mengayun pedang ke samping kanan, lelaki Akila menunduk, kemudian menghantam iblis dengan tenaga yang tersisa. Ia berhasil membuat iblis terpental hingga terempas pada pepohonan. Darien cepat-cepat berlari dan mencabut pedang dengan satu tangan.
Pedang itu bersinar lebih terang, membuat iblis di sana hampir tak bisa membuka mata. Namun, ia menyeringai kembali.
Darien terpukau dengan cahaya indah dari pedang. Diacungkannya tinggi-tinggi, ditelitinya, lalu mencoba mengayunkan ke kiri dan kanan. Tidak seperti yang terlihat, untuk ukuran pedang yang mencapai satu meter setengah, serta lebar kira-kira lima belas sentimeter, benda yang terbuat dari logam murni tersebut begitu ringan ketika diayunkan.
“Hahahaha. Mari, kita lanjutkan pertarungan ini!”
Iblis Darien kembali melesat, kali ini jauh lebih cepat dari sebelumnya. Tenaganya meningkat drastis. Darien bahkan menyadari hal itu ketika mata pedang mereka saling beradu.
Kedua pedang itu menghasilkan suara gemerincing ketika tengah saling menggigit. Menyala-nyala. Berpendar.
Kedua sosok gagah perkasa itu sama-sama hebat. Meski bahkan tidak pernah belajar bagaimana caranya menggunakan pedang yang benar, tetapi gaya bertarung yang mereka gunakan layaknya melebihi master pedang sesungguhnya.
Kini, keduanya sama-sama menghela napas dengan berat. Terengah-engah. Keringat membasahi tubuh mereka.
Pertarungan ditunda sejenak. Darien menyapu dahi dengan tangan, membersihkan keringat yang bersimbah. Sedangkan iblis di sana menopang tubuhnya yang telah kehilangan tenaga dengan pedang berkaratnya.
“Aku tidak akan kalah darimu. Aku bersumpah akan membuatmu tunduk!” Darien menyeringai. Ia merasa antusias sebab telah lama tidak merasakan bagaimana pertarungan yang sesungguhnya.
“Hah! Jangan omong besar! Buktikan jika kau mampu mengalahkanku.” Iblis Darien mengacungkan pedang, kembali memasang kuda-kuda. Begitu pun dengan Darien. Kini, keduanya punya kuda-kuda yang sama. Kaki kanan condong ke depan, sedangkan kaki kiri di belakang. Tangan kanan yang memegang pedang diacungkan dengan ujung lancip lurus ke atas.
Dengan napas yang tersisa, keduanya menghela dalam, lalu diembuskan. Setelah beberapa detik saling bertukar pandang, keduanya melesat secara bersamaan.
Iblis itu lebih dulu mengayun pedang untuk mengincar leher Darien. Sedangkan Darien berhasil menunduk tak kalah cepat, lantas menusuk perut sang iblis hingga menembus zirah baja berkarat.
Senyap. Sang iblis menurunkan pandangan pada perutnya yang kini telah menancap benda logam milik Darien.
“Aku ... kalah ....”
Darien mencabut pedangnya dan membelakangi sang iblis.
“Kau milikku sekarang.”
Sang iblis berubah menjadi cahaya merah darah, lalu memasuki tubuh Darien melalui kepala.
***
Sebuah ledakan besar mendarat tepat di atas bangunan kuil para Dewa sehingga menyebabkan gempa di markas bawah tanah Kota Eleusina.
Acacio semringah, menyadari bahwa pertempuran ini ternyata sudah dimulai.
“Semua prajurit! Bersiap untuk perang!” perintahnya dengan lantang.
***