Aku beranjak dari tidur dan memeriksa sekeliling gurun. Ada sebuah suara aneh yang kudengar ketika telinga menyentuh tanah. Sebuah suara benda logam yang saling berbenturan dan mesin-mesin otomatis lainnya. Ketika mendekat ke sebuah bukit, suara itu semakin terdengar jelas.
Karena semakin penasaran, aku memutuskan terus menelusuri bukit. Namun, ketika kaki kananku berpijak di tanah yang tertutupi sebuah reruntuhan, kakiku tenggelam sekitar tiga puluh sentimeter. Aku merasa kakiku tak memiliki pijakan apa pun. Terasa kosong. Hal tersebut benar-benar aneh. Seolah-olah tidak ada tanah lagi di dalamnya.
Kaki kiriku mengikuti kehendak untuk berpijak mengikuti kaki kanan. Yang terjadi, tanah tempat kakiku berpijak runtuh dan aku terjatuh ke sebuah lubang yang cukup dalam. Tak berselang lama, tubuhku mendarat dengan posisi tengkurap. Beberapa otot dan tulangku terasa nyeri dan sakit setelahnya. Namun, hal seperti itu tidak akan membuat mati seorang ras Akila sepertiku.
Hah? Sebuah goa? batinku.
Aku bangkit menelusuri sekeliling goa luas tersebut. Di dinding-dinding goa terdapat obor yang berjarak sekitar satu meter dari satu obor ke obor lainnya. Obor-obor tersebut menuntunku ke sebuah tempat yang lebih luas setelah berjalan beberapa menit. Bukan hanya itu. Hal yang paling membuatku terpukau ialah, ada banyak alat transportasi seperti helikopter black hawk milik militer dan lainnya di sini. Aku menduga orang-orang di dalamnya adalah para pembuat alat-alat canggih. Jika benar seperti itu, maka ini sangat luar biasa. Apakah mereka membuatnya di bawah tanah ini? Aku semakin terpacu menyusuri tempat tersebut.
“Hei! Siapa kau?!” pekik salah seorang pekerja ketika menyadari keberadaanku.
Sementara itu, para pekerja lainnya ikut melirik dengan tatapan aneh ke arahku. Tatapan aneh mereka berubah menjadi sebuah kecemasan. Mereka mengerutkan dahi. Beberapa di antaranya menyapu peluh yang mengalir di kening dan wajah mereka.
“M-maaf. Aku bukan orang jahat. Tenang! Aku tidak bermaksud menyakiti kalian,” ucapku, mencoba meyakinkan. Aku terdiam tak melangkah sejengkal pun.
“Bagaimana bisa kau ada di sini? Bagaimana caramu masuk?” Pekerja yang paling berani melontarkan pertanyaan padaku tersebut maju beberapa langkah. Tampak jelas bahwa pekerja dengan kepala botak inilah yang menjadi pemimpin mereka. Alasanku satu-satunya mengatakan itu karena dialah yang terlihat paling berani dan sedikit ceroboh.
“Aku tidak sengaja masuk ke sini. Ada sebuah lubang di atas. Aku menginjaknya dan terjatuh ke dalam sini.”
“Lubang itu adalah pintu rahasia kami. Tapi, bagaimana caranya? Bukankah kami telah menutup lubang itu dengan reruntuhan bangunan? Bahkan kami sudah menutupnya dengan selembar logam.”
“Aku tak tahu itu. Yang jelas, aku hanya penasaran ketika mendengar suara besi yang saling berbenturan. Saat itu, aku berbaring di atas tanah dengan alas selembar kain. Begitulah, rasa penasaranku ini yang membawaku ke tempat ini.”
Pekerja tersebut menatap curiga. Aku sadar bahwa ia tetap menjaga kewaspadaannya.
“Kau yakin bahwa kau bukan pasukan—“
“Plataia maksudmu?” potongku, menebak.
“Benar.”
“Tidak, tidak. Aku hanya seorang pengembara biasa. Jadi, kalau boleh tahu, tempat apa ini?”
“Baguslah kalau begitu.” Pekerja tadi kembali ke posisi, memulai aktivitasnya lagi memoles sebuah badan helikopter. “Ini adalah kota kami.”
“K-kota? Aku pikir ini goa.”
“Benar. Ini goa. Dan benar juga ini adalah kota. Kau bisa menyebutnya kota di bawah tanah. Atau juga The Underground Town.”
“Sepertinya ini menarik. Apakah aku boleh lebih dekat?”
“Jika kau bukan orang jahat, tidak apa-apa bagiku.”
“Baiklah. Terima kasih.” Lalu, aku mendekat ke arah si pekerja dan mulai mengorek informasi menarik tersebut. “Aku kebetulan sedang mencari kota. Tapi, kedua temanku di atas tidak tahu jika ada kota sejauh ini.”
“Memang. Awalnya, kota kami ada di atas sana. Namun, karena takut dengan pasukan Kota Plataia, kami terpaksa harus bersembunyi seperti ini.”
“Takut? Kenapa kalian takut?”
“Ya. Kau tahu. Orang-orang Plataia tidak mengizinkan kota mana pun membuat teknologi. Mereka hanya orang-orang rakus yang ingin menguasai dunia ini. Mereka punya banyak ilmuan hebat. Mereka bisa saja menciptakan apa pun. Tetapi, kami? Kami dilarang berkreasi.”
“Jadi, begitu. Lalu, jika benda-benda ini sudah jadi, apa yang akan kalian lakukan?” Aku terus menyelidiki.
“Pertanyaanmu terlalu banyak. Atau kau memang mata-mata?” Si pekerja menatap curiga lagi padaku.
“Bukan. Sudah kubilang, aku hanya seorang pengembara. Namaku Darien. Namamu siapa, Tuan?”
“Baiklah. Aku percaya. Dan aku Thomas.” Thomas menanggalkan tatapan curiganya. “Kalau begitu, apa tujuanmu mengembara? Kau pasti memiliki tujuan, bukan?”
“Aku ingin mempelajari dunia. Tujuan utamaku membebaskan dunia ini dari perang,” kataku, mantap.
Setelah mendengar itu, semua pekerja menertawaiku. Aku sudah menduga bahwa ini akan terjadi. Ya, aku sudah membuktikannya beberapa kali. Tidak akan ada seorang pun yang akan percaya dengan mudah bahwa orang sepertiku bisa menyelamatkan dunia. Mungkin mereka pikir aku hanya membual semata tanpa berpikir konsekuensi dan perhitungannya.
Namun, aku akan menegaskan bahwa, jika kita tidak percaya pada kemampuan kita sendiri, itu artinya kita juga menganggap remeh diri sendiri. Ya, faktanya menyelamatkan dunia memang tidak mudah dilakukan. Butuh ketekunan, komitmen, tekad yang kuat, dan juga usaha yang sangat keras.
“Ah, maaf, maaf. Kami tidak bisa menahan tawa setelah mendengar perkataanmu tadi,” kata Thomas, mencoba menghentikan tawanya.
“Ya, jangan khawatir! Aku sudah menduga kalian akan tertawa. Ini sudah biasa bagiku.”
“Sudah biasa? Itu berarti bukan hanya kami yang mengira tujuanmu ini benar-benar konyol?”
“Benar. Tidak hanya kalian, tapi pemimpin Kota Byzantium dan Eretria juga pernah mentertawakanku.”
“Maksudmu, Kota Byzantium dan Eretria yang sekarang bersatu dan menjadi Kota Eretium?”
“Ya. Dan yang mempersatukan kedua kota itu adalah ... aku sendiri.” Tatapanku kini berubah serius.
Sudah tak terdengar lagi gelak tawa dari para pekerja. Semuanya mendadak diam setelah aku mengakui kejadian bersejarah tersebut. Yang ada saat ini hanya wajah serius yang tampil. Salah satu pekerja di bagian kiri, tepatnya yang bertugas merakit logam menjadi helikopter, mendekat pada Thomas dan berbisik.
“Aku dengar-dengar, yang membantu kedua kota itu bersatu adalah seseorang dari ras Akila, yang berarti pasukan terkuat Kota Plataia. Jika kau adalah orangnya, artinya kau adalah ras Akila?”
“Ya, benar. Aku ras Akila.” Aku mengangkat tangan dan memperlihatkan kode kelahiran khas ras Akila pada mereka. “Tapi, jangan takut! Dari awal sudah kukatakan aku tidak berniat jahat.”
“Kenapa? Aku tidak pernah menyangka ada ras Akila yang baik hati. Yang kami tahu, mereka itu binatang buas. Tak punya perasaan. Mudah marah dan tidak bisa mengampuni siapa pun.”
“Ya, kau benar. Aku tidak perlu menjelaskannya. Lagi pula, aku belum tahu jawabannya. Namun, menurut seorang profesor, aku adalah Akila istimewa jenis keempat,” ungkapku, berterus-terang.
“Baiklah. Soal pertanyaanmu tadi, kami membuat semua ini untuk memerangi Kota Plataia. Kami tidak tahan dengan perlakuan mereka terhadap semua penduduk kota.”
“Aku bisa membantu kalian.”
“Apa kau yakin bisa? Kau memang ras Akila, tetapi Kota Plataia punya ribuan prajurit. Apa kau yakin bisa mengalahkan mereka?” Thomas tampak ragu.
“Tenang saja. Kita tidak akan melakukannya sekarang. Untuk membahas ini lebih lanjut, aku ingin bertemu pemimpin kota ini.”
“Pemimpin kota? Maaf, pemimpin kami sudah lama mati di medan perang. Kami tidak pernah memikirkan penggantinya. Meski begitu, kota ini tetap tentram. Walaupun ada di bawah tanah, kota ini tetap berjalan seperti kota-kota lainnya. Bawah tanah ini penemuan kami yang sangat berharga. Entah Dewa sudah merencanakan semua ini, tetapi kota ini lumayan luas. Dan seiring berjalannya waktu, kami memperluasnya secara terus-menerus.”
“Ya, aku juga takjub dengan kota ini. Aku tidak tahu ada sebuah kota luas di bawah tanah.”
“Jika kau ingin berbicara soal rencanamu itu, kami orang yang tepat. Bagaimana? Kupikir tidak ada salahnya bekerjasama denganmu.”
“Baiklah. Tapi, sebelum itu ... aku mau salah satu dari pekerjamu menjemput kedua temanku yang ada di atas sana. Bagaimana?”
“Gampang.” Thomas mengacungkan tangan. Lalu, kusambut tangan pria berkepala botak tersebut.
“Hei, Roxy! Kau jemputlah teman-teman Darien di atas!” perintah Thomas kepada seorang pekerja kurus bernama Roxy.
***
“Darien! Apa kau yakin akan bekerjasama dengan mereka?” bisik Alexio. Kedua matanya berwaspada.
“Tenang saja. Aku tahu kau tidak yakin dengan mereka, tapi kami sudah berbicara panjang lebar sejak aku datang ke sini.”
“Baiklah. Aku percaya padamu, Darien.” Alexio mengendurkan kewaspadaannya.
Setelah Alexio dan Achila dijemput seorang pekerja bernama Roxy, kami dibawa Thomas ke sebuah bangunan di dalam kota ini. Dan di sinilah kami sekarang. Duduk bersama beberapa pekerja untuk mendiskusikan rencana kami selanjutnya.
“Baiklah, Darien. Silakan, jelaskan apa yang harus kami lakukan untuk mewujudkan keinginanmu itu?” Thomas membuka pembicaraan.
“Begini. Jika kalian ingin bekerjasama denganku, kalian tidak boleh bertindak sendiri. Aku ingin kalian memanfaatkan kreatifitas kalian dan membuat teknologi-teknologi perang untuk melawan Plataia. Namun, kita harus membuat lebih banyak lagi. Jika tidak, kita akan kalah dengan mereka.”
“Kau benar juga. Namun, ada beberapa hal yang perlu kau ketahui, Darien.”
“Apa itu?”
“Kami memang dengan mudah menciptakan berbagai alat perang militer dan semacamnya, tetapi yang tersulit bagi kami ialah bahan untuk membuatnya. Kau tahu, Kota Plataia telah memonopoli semua bahan pangan, termasuk material-material alam. Bahkan terkadang kami membuat semua peralatan itu dari material bekas perang,” jelas Thomas.
“Bukankah di sini kau bisa mencarinya? Kau bilang kalian selalu memperluas kota ini. Kota ini ada di bawah tanah, sementara itu kalian bisa menghasilkan material dari—“
“Tidak, Darien!” potong Thomas. “Kami tidak bisa melakukannya lagi. Jika kami tetap menggali tanah ini, kami akan kehilangan tempat tinggal. Seluruh kota ini dilapisi logam dan terdiri dari beberapa pilar dari pangkal sampai ujung. Kami takut jika memperluas lagi kota ini, logam tidak akan bisa menahan beban, hingga akhirnya akan menciptakan sebuah lubang besar. Kami bisa terperosok dan jatuh ke neraka. Bukan balas dendam yang bisa kami lakukan, tapi kami hanya akan membusuk di tempat ini.”
Aku menghela napas panjang. “Ah, kau benar sekali. Maaf, aku memang belum begitu paham dengan beberapa hal di dunia ini.”
“Sudah berapa alat yang kalian buat dari awal hingga saat ini?” Alexio menimpali.
“Lumayan, tetapi memang tak bisa menyamai teknologi Plataia. Kami sudah membuat beberapa unit helikopter. Kemudian kami menciptakan senjata api dengan amunisi, granat, dan semacamnya.”
“Kurasa itu sudah cukup. Kalian bisa menambahkannya secara perlahan. Lagi pula, bukan hanya kalian, tetapi Kota Eretium dan Kota Eleusina juga siap membantu.”
“Ah, benar juga, Alexio. Benar apa yang dikatakannya. Kalian bisa menambahkan kekurangannya secara perlahan sementara kami melakukan perjalanan ke kota-kota lain. Bagaimana?”
“Bagaimana jika kota ini dikethui keberadaannya oleh Plataia sebelum kita bisa mengumpulkan kota-kota lainnya untuk ikut membantu kita?” cetus Achila.
“Soal itu jangan khawatir. Kami memiliki teknologi canggih yang dapat membuat kami semua tidak terlihat.”
“Benarkah?” Aku mulai takjub dengan kecanggihan teknologi yang dimaksud Thomas.
“Tapi, jika kalian punya teknologi itu, lalu mengapa tidak menggunakannya untuk menyembunyikan sebuah kota di atas tanah?” Seperti biasa, Achila selalu sensitif dengan hal-hal yang masih terdengar tidak masuk akal baginya.
“Itu karena teknologi tak ada yang sempurna. Secanggih apa pun, pasti akan memiliki batas atau kelemahan. Teknologi kami yang benama hider ini tidak dapat bertahan lebih dari tiga hari. Oleh karena itu, kami hanya menggunakannya ketika ada militer Plataia datang menyelidiki tempat ini.”
“Oke. Aku sudah mengerti sekarang,” ucap Achila, manggut-manggut.
“Ngomong-ngomong, kami mungkin butuh informasi dari kalian tentang kota-kota lainnya di Daratan Asterovos ini. Nyatanya, tidak satu pun dari kami yang pernah melakukan perjalanan sejauh ini. Untuk itu, kami membutuhkan informasi.”
“Kami punya seseorang yang pernah berkelana di daratan ini. Tapi, saat ini mungkin dia sudah tidur. Lagi pula, ini sudah jam satu pagi. Bagaimana kalau kita lanjutkan besok saja? Untuk saat ini, kalian boleh istirahat di sini.”
“Baiklah. Terima kasih atas kebaikan kalian. Maaf, sudah meragukan kalian,” ungkap Alexio, lalu tersenyum ramah kepada Thomas dan yang lainnya.
***
Daratan Astevoros adalah daratan yang berada di belahan dunia tengah. Di belahan dunia ini terdapat beberapa daratan seperti Daratan Asterovos yang terbesar, Daratan Klorius yang terkecil, Daratan Almaritos, kemudian Daratan Interiksi. Keempat daratan inilah yang terkena dampak sangat besar akibat pembumihangusan yang dilakukan para petinggi Kota Plataia.
Di Daratan Astevoros ada lebih dari 100 negara, mencakup negara kecil dan besar. Kami melakukan perjalanan ke timur, dimulai dari Kota Plataia yang ada di pangkal Daratan Asterovos. Sementara itu, kami telah melewati beberapa kota dalam perjalanan kami. Ya, perjalanan ini memang masih sangat jauh mengingat luasnya Daratan Asterovos.
“Setelah kalian keluar dari tanah kota ini, kalian tidak akan menemukan kota lagi. Menurut perhitunganku, kalian akan melakukan perjalanan selama dua minggu penuh untuk sampai di sebuah kota kecil yang dulunya milik negara Sinus. Kota kecil itu sendiri bernama Kota Forlibia yang ada di balik Bukit Naulus.
Satu hal yang perlu kalian perhatikan. Ketika kalian melakukan perjalanan menuju ke daerah itu, kalian harus memperhatikan persediaan makanan dan minuman. Tidak hanya itu, badai dan topan sering terjadi di Daratan Astevoros, tepat pada bagian yang kalian tuju. Cuaca tidak menentu, akan berubah-ubah setiap harinya. Sangat rawan terkena penyakit. Oleh sebab itu, kalian harus bisa menjaga diri. Tidak mudah untuk sampai di sana. Bahkan, banyak pengelana yang mati terkena penyakit karena cuaca yang tidak menentu ini,” jelas Umba, seorang penduduk Kota Bawah Tanah, yang telah berhasil mengembara di Daratan Asterovos ini.
“Apa kau punya saran lain, agar tubuh kami bisa kebal terhadap cuaca yang tak menentu itu?” tanya Alexio pada Umba.
“Kalian bisa meracik beberapa tumbuhan yang mampu meningkatkan kekebalan tubuh, seperti: Eldeberry, bawang putih, Oregano, Cengkih, atau daun cakar kucing.”
“Kupikir aku tidak perlu. Tumbuhan-tumbuhan itu berlaku untuk kalian berdua, Alexio, Achila,” sambutku.
“Ah, benar juga. Kau ras Akila. Mana mungkin kau bisa terkena penyakit akibat hal sepele seperti itu.” Achila menimpali.
“Baiklah. Kalau begitu, kita akan melakukan perjalanan besok pagi. Oh, ya. Di mana kami bisa menemukan tumbuhan yang kau maksud?” tanya Alexio pada Umba.
“Untuk bawang putih dan cengkih, kalian bisa menemukannya di pasar kota ini, tetapi untuk tumbuhan lainnya, aku tidak tahu bisa menemukannya di mana. Faktanya, keadaan bumi sudah seperti ini. Oleh karena itu, pasti sangat susah mencari tumbuhan-tumbuhan itu.”
“Sial! Benar juga,” umpat Alexio, kesal.
“Untuk alternatif lainnya, kalian bisa makan dengan teratur. Jangan biarkan perut kalian kosong sama sekali. Mungkin, kalian bisa menemukan tumbuhan-tumbuhan itu ketika sampai di Bukit Montius, bukit pertama yang akan kalian lewati setelah empat hari melakukan perjalanan secara nonstop.”
Akhirnya, kami memutuskan melakukan perjalanan besok pagi. Di hari ini, kami berencana menambah persediaan makanan dengan membelinya di pasar Kota Bawah Tanah dengan uang yang diberikan pemimpin Kota Eretium sebagai imbalan.
Perjalanan ini akan sangat panjang. Nyatanya, Daratan Asterovos adalah daratan terbesar dan terekstrem dari semua daratan yang ada di belahan dunia bagian tengah. Namun, aku yakin bahwa seperti inilah perjalanan hidup yang seharusnya. Tidak peduli seberapa jauh atau seberapa sulit jalan yang akan kami lewati. Jika tekad telah bulat, maka kami hanya harus terus melangkah dengan gagah berani, sembari menampilkan wajah dengan penuh keyakinan untuk berhasil melewatinya.
***