Mesya membuka pintu dengan pelan ketika mereka sudah sampai di depan rumah. Menatap Dira sambil tersenyum, Mesya mempersilahkan Dira untuk masuk lebih dulu.
Adrel merangkulkan lengannya ke bahu Mesya, menatap Mesya sambil tersenyum ketika melihat jika Mesya sudah mulai bisa berinteraksi dengan baik.
“Rumah kamu bagus banget..” Dira menoleh untuk menatap Mesya ketika wanita itu mulai melangkahkan kakinya ke dalam rumah dengan dua lantai yang sebenarnya jika di kota besar seperti ini bukan termasuk rumah mewah.
Mesya yang memilih rumah ini ketika mereka baru saja menikah dan Adrel mengajaknya berkeliling kota untuk mencari rumah yang tepat untuk mereka. Dan pilihan Mesya jatuh ke rumah dengan gaya minimalis yang terlihat sangat menarik sekalipun tidak besar dan megah seperti rumah kedua orang tua Adrel.
Sejujurnya, sejak awal mereka merencanakan pernikahan, hanya ada satu yang menjadi syarat Mesya secara finansial. Wanita itu tidak ingin tinggal bersama dengan keluarganya ataupun keluarga Adrel setelah mereka menikah. Bukan karena Mesya tidak suka tinggal dengan keluarga, tapi Mesya benar-benar ingin belajar mandiri dengan hidup hanya bersama dengan Adrel. Saat itu juga Mesya melihat bagaimana Dira terus merepotkan orang tua padahal wanita itu sudah menikah. Mesya tidak ingin melakukan hal yang sama.
Untungnya Adrel sangat mengerti apa yang Mesya mau. Adrel langsung menyetujui syarat yang Mesya ajukan dan berjanji jika mereka akan langsung membeli rumah baru begitu Mesya ikut dengannya ke kota. Padahal, bukan begitu maksud Mesya. Untuk beberapa saat, jika memang belum sanggup membeli rumah baru, Mesya juga akan menerima jika mereka harus tinggal di konrakkan. Tapi ternyata, jauh sebelum Adrel melamar Mesya, pria itu sudah mengumpulkan banyak uang yang cukup untuk membeli sebuah rumah mewah di kawasan kotanya.
Mesya baru mengetahui jika Adrel sudah memiliki tabungan yang sangat banyak ketika mereka sudah menikah. Tapi meskipun begitu, Mesya juga tidak serta-merta bertindak seenaknya dengan menghambur-hamburkan uang suaminya. Bahkan dulu, ketika mereka baru awal menikah, Adrel yang akan rutin memaksa Mesya belanja untuk menghabiskan uangnya. Beberapa kali juga Mesya sampai dipaksa oleh ibu mertuanya.
Astaga, ternyata Mesya memang memilih orang yang tepat. Yang sangat mencintanya sehingga Adrel tidak pernah memikirkan uang. Yang penting adalah semua kebutuhan Mesya terpenuhi dan wanita itu bisa hidup dengan baik.
“Ini masih rumah kecil, Mbak. Doakan saja tahun depan Mesya mau diajak pindah ke rumah yang lebih besar”
Mesya reflek mencubit pinggang Adrel yang menjawab Dira dengan kalimat seenaknya. Pria itu memang masih sama. Untuk Mesya, dia tidak akan memikirkan berapa uang yang harus dia keluarkan. Kata Adrel, semua yang Adrel lakukan, itu semua untuk Mesya. Dia bekerja agar Mesya bisa selalu hidup kecukupan, bahkan lebih dari kata cukup yang selama ini menjadi standar Mesya.
Kehidupan Mesya berubah total ketika dia mengenal Adrel. Menjadi istri Adrel artinya dia akan menjadi istri salah satu orang terpandang di kota ini. Kakek dan Nenek Adrel memiliki sebuah rumah sakit yang lumayan besar. Kedua orang tua Adrel bekerja di rumah sakit itu, dulu katanya mereka bertemu untuk yang pertama kalinya di sana. Hingga akhirnya mereka menjalin hubungan yang serius hingga ke jenjang pernikahan. Keluarga Adrel memang berkecimpung di dunia kesehatan. Mereka adalah salah satu keluarga yang terpandang di kota ini. sayangnya Adrel tidak ingin meneruskan garis keturunan mereka. Dari pada menjadi dokter, Adrel lebih memilih menjadi pengusaha. Sudah banyak pabrik di kota ini yang menjadi milik Adrel. Salah satu yang paling besar adalah pabrik kain yang ada di pinggir kota. Semua itu membuat Mesya jadi merasa jika dulu dia tidak terlalu mengenal bagaimana Adrel yang sebenarnya. Mesya hanya tahu jika Adrel adalah pemuda yang baik sehingga Mesya percaya untuk melanjutkan hubungan mereka. Tidak Mesya sangka jika dia akan menjadi istri seorang pengusaha muda yang cukup sukses dengan banyak pabrik yang dia pimpin.
“Ya ampun, kalau lebih besar, kenapa malah nggak mau?” Dira tampak menatap bingung ke arah Mesya yang berjalan mendekati ruang tamu. Mungkin mereka akan bisa berbincang dengan lebih nyaman di ruang tamu.
“Karena kalau terlalu besar, nanti susah bersih-bersihnya. Adrel juga sekarang makin jarang mau bantu-bantu” Mesya tertawa ringan karena menyadari Adrel sedang menatapnya dengan pandangan memprotes ketika Mesya mengucapkan kalimat sindiran.
Sebenarnya Mesya hanya ingin mempermainkan Adrel saja. Kalimatnya itu tidak benar karena selama ini, sekalipun sedang lelah karena sibuk bekerja di kantor, Adrel tidak akan protes ketika Mesya meminta bantuan untuk membersihkan rumah. Ya, Mesya memang jarang meminta bantuan Adrel, kebanyakan pria itu yang turun tangan sendiri ketika melihat Mesya sedang membersihkan rumah.
“Adrel mau bantu bersih-bersih?” Dira bertanya ketika Mesya bangkit berdiri untuk membuat minuman dan juga mengambil makanan ringan yang memang sudah Mesya siapkan untuk menyambut kedatangan Dira.
Bagaimanapun juga, ketika Dira datang ke rumah ini, Mesya akan tetap menyambutnya dengan baik. Lagi pula perasaan ragunya mulai bisa sedikit diatasi ketika dia mulai melihat Dira lagi. Mereka sudah sangat lama tidak saling bertemu, itu semua membuat Mesya merasa jika kedatangan Dira ke rumah ini adalah sesuatu yang tepat. Sekalipun tadi ketika Dira berjalan masuk, Mesya seperti merasa ada angin dingin yang menahan kakinya. Membuat Mesya mengernyitkan dahinya sejenak sebelum memilih untuk mengabaikannya.
Kata orang desa, jika ada angin dingin yang terasa ketika seseorang memasuki rumah kita, itu artinya adalah pertanda buruk.
Sudahlah, itu hanya pemikiran sebagian orang saja. Semua itu akan terjadi jika Mesya mempercayainya, jika tidak percaya, semuanya juga akan tetap baik-baik saja. Tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Ya, begitulah..
“Dulu waktu awal menikah dia mau..” Jawab Mesya sambil membawa nampan berisi jus jeruk dan juga beberapa potong kue basah yang kemarin sempat Mesya buat dengan jumlah yang banyak karena Mama mertuanya ingin membawanya pulang juga. Entah kenapa ketika melihat orang lain menyukai hasil masalah kita, Mesya jadi merasa sangat senang. Dia seperti sangat dihargai.
Padahal Mama jelas bisa membeli kue dengan harga ratusan ribu di toko kue terkenal di kota ini. Rasanya juga jelas akan jauh lebih enak dari kue buatan Mesya, tapi Mama dan Papa tampaknya jauh lebih menyukai kue buatan Mesya.
Bahkan kemarin malam Papa sempat menelepon dan meminta agar semua kue buatan Mesya dibawa pulang karena beliau juga sangat menyukainya.
Jadi, setelah menghabiskan bolu buatan Mesya, Mama meminta Mesya untuk membuat yang baru agar bisa dibawa pulang dan dihabiskan bersama dengan Papa.
Mesya tentu tidak merasa keberatan karena kebetulan dia juga ingin membuat untuk Dira yang akan datang. Jadi sekalian saja, Mesya membuat dengan jumlah yang banyak. Karena biasanya Mesya juga akan membagikan kue itu ke beberapa tetangganya.
Tinggal di kota besar tidak membuat Mesya juga bersikap acuh seperti yang biasanya dilakukan oleh orang kota. Mesya sering mengirim makanan ke beberapa tetangganya sehingga pada akhirnya membuat mereka juga melakukan hal yang sama. Butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya mereka bisa berteman dengan Mesya.
Adrel selalu mendukung apa yang Mesya lakukan karena menurut pria itu, tetangga adalah orang pertama yang akan membantu mereka jika sedang ada kesulitan saat di rumah. Seharian Adrel berada di kantor sehingga membuat Mesya harus sendirian di rumah. Pembantu hanya akan datang 3 kali dalam seminggu sehingga sisanya Mesya hanya akan sendirian di rumah. Tapi setelah melihat jika Mesya dekat dengan tetangga sekitar rumah, semua itu membuat Adrel merasa lebih tenang. Setidaknya, jika Mesya mengalami kesulitan dan Adrel tidak ada di rumah, akan ada tetangga yang peduli pada wanita itu.
“Sampai sekarang juga masih bantu..” Adrel memprotes sambil bangkit berdiri untuk mengambil salah satu kue yang Mesya bawa.
Setelah meletakkan nampan di atas meja, Mesya segera memukul tangan Adrel yang dengan lancang mengambil kue yang sebenarnya untuk Dira. Pria itu memang jago membuat Mesya kesal.
“Itu buat Mbak Dira!” Kata Mesya sambil mendelikkan matanya dengan sebal.
Adrel hanya tertawa kecil, tapi pria itu tetap saja mengunyah kue yang sudah dia ambil.
“Nggak pa-pa. Itu masih banyak.. aku juga mau kue buatan kamu..” Kata Adrel dengan mulut penuh dengan kue.
Untuk sesaat Mesya menatapnya dengan pandangan sebal.
“Mbak Dira sudah makan atau belum?” Mesya bertanya sambil tersenyum. Tadi Dira kemungkinan sudah menunggu di bandara dalam waktu yang lama. Jika wanita itu belum makan, Mesya akan langsung menghangatkan masakan yang sudah dia buat sejak pagi. Ini sudah terlalu siang untuk sarapan, jadi Mesya pikir mereka akan makan ketika nanti jam makan siang tiba.
Tapi jika memang Dira belum makan, maka Mesya akan menyiapkannya.
“Sudah. Tadi di bandara sudah sempat makan” Jawab Dira sambil mengambil jus jeruk dingin yang sudah Mesya siapkan.
Tadi sebelum berangkat ke bandara, Adrel dan Mesya memang belum sempat sarapan. Mesya membungkus beberapa potong kue untuk dimasukkan ke dalam kotak bekal agar bisa dimakan ketika sedang berada di perjalanan. Hanya dengan makan sepotong kue Mesya sudah merasa sangat kenyang, tapi mungkin berbeda dengan Adrel. Padahal pria itu sudah makan 4 potong, tapi sepertinya Adrel masih membutuhkan sarapan.
“Mbak Dira mau langsung istirahat aja? Kamarnya ada di lantai dua, Mbak” Mesya mencoba untuk kembali membuka percakapan. Tidak, ini memang sangat tidak mudah karena jujur saja, Mesya masih merasa jika kedatangan Dira dan sikap wanita itu yang cenderung lebih diam dari biasanya, itu semua adalah hal yang aneh. Tapi mau bagaimana lagi? Dira sudah terlanjur datang. mau tidak mau Mesya harus menerima dan berusaha untuk bersikap baik. Lagi pula ini adalah saat yang sangat tepat untuk memperbaiki hubungan mereka yang sudah lama retak.
Saat pertama kali memeluk Dira, Mesya memang merasakan ada sesuatu yang telah lama hilang, kini kembali ke kehidupannya. Kakaknya, Mesya kembali bisa meraih wanita itu setelah banyaknya masalah yang terjadi.
Banyak, banyak sekali pertengkaran yang terjadi di antara dua orang saudara. Tapi, mau bagaimanapun juga, Mesya tetap akan menjadi saudara Dira. Begitu juga sebaliknya. Sejak kecil mereka hidup bersama, tinggal di rumah yang sama. Juga dibesarkan dengan cara yang sama. Bagaimana mungkin mereka ingin memutuskan hubungan satu sama lain?
Awalnya Mesya merasa dia bisa melupakan kakaknya, tapi dia salah. Selama ini yang Mesya coba lakukan adalah melupakan, sayangnya Mesya tidak pernah berhasil.
“Aku ke sini bukan cuma pengen numpang istirahat. Aku pengen berbagi masalah juga sama kamu. Mbak nggak sanggup kalau harus memendam semua ini sendirian”
Karena melihat Dira yang mulai mengusap air matanya, Mesya jadi bergerak untuk duduk di samping kakaknya. Mengambil tissu untuk Dira.
Adrel yang sedang duduk sambil menikmati kue buatan Mesya, dia jadi merasa serba salah. Jika Adrel pergi begitu saja, nanti Dira mengira jika pria itu tidak peduli dengan masalahnya. Tapi jika Adrel tetap di sini, bisa saja Dira merasa tidak nyaman. Dira pasti ingin berbincang dengan adiknya saja.
Jadi sekarang, apa yang harus dilakukan oleh Adrel?
“Nggak masalah kalau memang Mbak Dira mau cerita sekarang. Aku dan Adrel, kami pasti siap mendengar keluh kesah Mbak Dira. Tapi kalau Mbak Dira merasa lelah, Mbak boleh istirahat dulu di kamar” Mesya mengusap punggung Dira dengan pelan.
Dulu, saat mereka masih tinggal di rumah yang sama, Mesya sangat jarang berbicara serius dengan Dira.
Alasan yang pertama karena mereka lebih sering bertengkar dari pada berbicara dengan baik. Yang kedua juga sama, selain bertengkar, setiap kali mereka saling bertemu, baik Mesya maupun Dira lebih sering bersikap tidak peduli satu sama lain.
Semenjak sama-sama bertumbuh dewasa, masalah yang lebih serius jadi sering membuat mereka berdua bertengkar. Mesya mulai mengerti jika perbuatan kakaknya salah sehingga dia sering mengur dan tidak sejalan dengan pikiran Dira. Sering kali Dira membuat bapak dan ibu sedih karena tingkahnya yang kelewatan. Hal itulah yang semakin membuat Mesya menjauhi Dira.
Ada banyak masalah yang terjadi di masa lalu, Mesya tidak akan sanggup jika harus mengingat semuanya. Tapi sekarang, di sampingnya sedang ada Dira yang sepertinya tidak sanggup lagi untuk menahan beban pikirannya.
Mungkin memang untuk inilah Dira datang ke kota ini. Dia ingin sedikit terhindar dari masalah rumah tangganya yang hancur, dia mungkin juga ingin sedikit memperbaiki hubungan persaudaraan mereka.
Mesya menyadari jika posisi Dira saat ini sedang sangat tertekan. Kehilangan orang yang kita kira akan selalu bersama dengan kita seumur hidup, itu adalah luka yang tidak akan pernah siap kita terima.
Tapi jika memang keadaan sudah tidak memungkinkan, kehilangan pasti akan terjadi.
Ada dua orang dalam sebuah pernikahan, tidak mudah untuk tetap menjaga janji yang dulunya terasa ringan untuk diucapkan.
Tidak peduli seberapa lama rumah tangga sudah dibina, masalah besar tetap akan datang. Kadang menghantam dengan kencang sehingga membuat kita terguncang. Tapi mau seperti apapun masalah dan badai yang datang, jika dua orang tetap berusaha bertahan, semuanya akan tetap baik-baik saja. Masalah tidak pernah berhenti datang jika kita masih membuka mata. Sekarang yang harus dipikirkan bukan lagi bagaimana caranya agar masalah tidak mendatangi kita, sekarang yang harus dicari adalah solusi agar kita bisa tetap bertahan menghadapi banyaknya masalah yang terjadi.
Tidak mudah, Mesya tahu itu.
Selama lima tahun ini, mungkin Mesya juga sudah sering merasa ingin menyerah. Tapi semua yang sudah dia lewati bersama dengan Adrel, semua itu yang membuat Mesya bertahan. Jika tidak dengan Adrel, bagaimana dia bisa hidup?
Mesya cukup tahu jika mungkin masalah yang dia hadapi bersama dengan Adrel belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan orang lain. Oleh sebab itu Mesya selalu bersyukur karena Tuhan memberikan Mesya suami yang sangat baik. Yang sangat mencintai Mesya dengan semua kekurangan wanita itu. Yang bisa menahan diri agar masalah mereka tidak semakin besar. Adrel yang selalu menjaga tutur katanya dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Iya, itulah yang selalu membuat Mesya bertahan.
Mereka memang menghadapi banyak sekali masalah, tapi Adrel tidak akan membiarkan masalah itu semakin besar. Adrel akan mencari jalan keluar untuk setiap masalah mereka, dan sebai seorang istri yang baik, Mesya tentu saja ikut bekerja sama. Mereka berdua akan sama-sama berbicara dengan baik-baik untuk mencari solusi.
Kata Adrel, pertengkaran mereka yang mungkin hanya terjadi selama beberapa menit tidak akan pernah bisa menghancurkan rumah tangga mereka yang sudah lama dibina bersama.
“Aku nggak nyangka kalau Damar bakal tinggalin aku kaya begini..”
Damar, Mesya masih ingat bagaimana prilaku buruk pria itu. Dia pria tidak sopan yang suka memotong ucapan ibu dan bapak. Damar juga pernah melakukan kesalahan paling fatal yang membuat Mesya tidak akan pernah mau memaafkan pria itu seumur hidupnya.
Damar menolak ketika Mesya meminta bantuan agar ibu bisa dibawa ke rumah sakit menggunakan mobil Mesya. Sayangnya, di desa hanya pria itu yang bisa menyetir. Mungkin ada beberapa yang bisa, tapi kalau mereka bisa menyetir, mereka akan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan sebagai sopir.
Saat itu Mesya merasa sangat marah. Sekalipun mungkin kematian ibu adalah rencana Tuhan, tapi seandainya Damar mau membantu, pasti ibu bisa bertahan selama beberapa saat. Pria itu.. sampai kapanpun Mesya akan tetap membencinya.
Sangat disayangkan karena dulu Dira menikah dengan cara memaksa orang tua. Ibu dan bapak tidak pernah setuju jika Dira berhubungan dengan Damar. Pria itu dulu salah satu pemuda yang tidak baik. Dia sering mencuri ayam di desa. Lagi pula, ketika menikah dengan Dira, Damar belum memiliki pekerjaan tetap karena setiap kali mendapat pekerjaan, Damar pasti selalu bermalas-malasan.
Sudahlah, Mesya tidak mungkin terus-menerus mengingat kesalahan pria itu. Apapun yang sudah terjadi di masa lalu, semua itu tidak akan pernah bisa diubah bagaimanapun caranya. Sangat buang-buang waktu jika Mesya masih mengingat semua itu.
“Aku sudah lakukan semuanya biar dia tetep sama aku, Sya. Tapi ternyata aku salah, semua itu nggak bertahan lama. Damar kembali pengen menceraikan aku..” Dira yang masih menangis tampaknya tetap ingin menceritakan apa yang terjadi.
Mesya menganggukkan kepalanya. Dia sangat tahu jika sejak dulu Dira selalu mengejar Damar. Bahkan dulu yang lebih dulu menyatakan cinta adalah Dira. Berkali-kali ditolak oleh Damar, entah kenapa yang terakhir malah Damar yang melamar Dira.
Saat itu ibu dan bapak tidak setuju. Biasa, orang desa akan selalu melihat seseorang dari bibit, bebet, bobot.
Damar berasal dari keluarga yang sedikit awut-awutan. Dulu ibunya adalah seorang pekerja seks yang cukup terkenal di desa. Bapaknya Damar adalah seorang penadah wanita tidak benar seperti ibunya. Entah bagaimana mereka akhirnya menikah dan memiliki anak. Sejak kecil Damar sering mendapat masalah karena mencuri ayam. Pernah juga ayam di rumah bude Karti dicuri oleh pria itu. Padahal saat itu Damar sudah menikah dengan Dira.
Selain latar keluarganya yang sedikit tidak baik, sampai Dira menikah dengan pria itu, Damar juga belum pernah berbicara dengan resmi di hadapan keluarga besar jika dia ingin melamar Dira.
Damar hanya mengatakan jika dia ingin menikahi Dira di depan beberapa anak muda yang saat itu sedang mengurus acara karang taruna. Saat itu Mesya tahu jika kakaknya ingin menikah dengan pria yang selama ini sangat tidak disukai oleh ibu dan bapak.
Beberapa saat kemudian Dira baru izin ke bapak dan ibu. Hanya Dira sendiri, tidak ada Damar yang datang dan meminta Dira dengan baik di hadapan kedua orang tuanya. Itu mungkin juga salah satu faktor yang membuat ibu dan bapak kurang setuju terhadap hubungan Dira dan Damar.
Tapi pada akhirnya, karena terus memaksa untuk dinikahkan sampai Dira mengancam, dia akan kawin lari, bapak dan ibu mau melakukan pernikahan tertutup yang hanya dihadiri oleh beberapa keluarga dan tetangga dekat saja.
Rasanya sangat malu jika orang terpandang seperti bapak dan ibu harus berbesan dengan dua orang yang namanya paling tercemar di desa ini.
Gosip mengenai Dira yang hamil di luar nikah langsung merebak begitu saja. Tapi entah ini keuntungan atau justru musibah, sampai bertahun-tahun berlalu gosip itu tidak pernah terbukti kebenarannya karena Dira tidak kunjung hamil.
Mesya bahkan baru tahu jika Kakaknya pernah hamil meskipun pada akhirnya bayinya meninggal begitu saja.
“Kamu tahu ‘kan bagaimana aku selalu mengejar dia?”
Iya, tentu saja Mesya tahu. Kakaknya itu pernah bertindak seperti w************n hanya untuk mendapatkan perhatian Damar. Entahlah, sekalipun sudah bertahun-tahun berlalu, Mesya tentu tidak akan bisa melupakan itu semua dengan mudah.
Mungkin juga Adrel tahu bagaimana kelakuan kakaknya dulu mengingat jika Adrel adalah teman Damar.
“Iya, aku tahu. Tapi mungkin dia bukan yang terbaik buat Mbak Dira”
Mesya tidak tahu lagi harus mengatakan apa untuk menghentikan tangisan kakaknya. Benar, kehilangan orang yang masih bisa kita lihat fisiknya memang terasa jauh lebih menyakitkan. Maka dari itu, Mesya tidak akan sanggup jika nanti dia harus kehilangan Adrel. Pria itu adalah kehidupannya. Satu-satunya orang yang akan tetap membuat Mesya bertahan meskipun selama lima tahun ini mereka selalu dihantam oleh badai yang sama.