Bab 53

1810 Kata
Mesya menatap Delila dengan pandangan bertanya. Apa yang dikatakan oleh wanita ini? “Delila..” Adrel tampak kembali memperingatkan wanita itu. Sungguh, sekalipun Mesya memang tidak pernah mengurusi masa lalu Adrel sebelum pria itu bersama dengannya, tapi mendapati fakta jika wanita yang ada di depannya ini adalah mantan kekasih Adrel, entah kenapa Mesya merasa tidak nyaman. Bukan, Mesya bukan merasa tidak suka. Rasanya hanya tidak nyaman saja ketika dia harus duduk di depan seseorang yang pernah menjadi masa lalu suaminya. Mesya tahu, masa lalu tidak akan bisa diubah. Mesya juga tidak akan menyalahkan Adrel yang dulunya pernah berpacaran dengan orang lain sebelum bersama dengannya. Tapi, melihat jika sekalipun hubungan mereka sudah berakhir, mereka tetap bisa berhubungan dengan baik, semua itu membuat Mesya merasa tidak nyaman. Iya, hanya rasa tidak nyaman saja. “Tidak Mesya, aku hanya bercanda. Kamu nggak akan percaya gitu aja ‘kan?” Delila tersenyum geli sambil mengangkat cangkir tehnya. Wanita itu tampak sangat santai. Mesya menolehkan kepalanya ke arah Adrel, mencoba mencari jawaban dari suaminya sendiri. Iya, ini semua perlu penjelasan. Kalau memang Delila adalah mantan kekasih Adrel, kenapa pria itu tidak menjelaskannya sebelumnya? Mesya ingat jika Adrel memang bukan tipe pria yang suka menyimpan sebuah rahasia. Iya, beberapa saat ini memang Mesya merasa jika ada rahasia di antara mereka berdua. Mesya memang masih tidak mau mengurusi masalah tersebut. Ada masalah yang jauh lebih besar. Mesya tidak boleh memikirkan hal yang lain dulu. Tapi, saat ini tentu berbeda. “Tidak Mesya. Jangan melihat suamimu seperti itu, aku bukan mantan pacarnya. Maafkan aku, kamu terlihat terlalu tenang jadi aku memutuskan membuat lelucon. Maaf sekali telah membuatmu terlampau terkejut..” Delila kembali berbicara. Sekalipun masih merasa janggal, Mesya akhirnya hanya bisa menghembuskan napasnya saja. Beberapa saat kemudian Mesya tersenyum. Baiklah, ini memang bukan saat yang tepat untuk bersantai. Sangat wajar jika Mesya tegang. Ada masalah besar yang sekarang sedang menimpa dirinya. Apa yang bisa Mesya lakukan di saat seperti ini? Apakah dia harus tertawa dengan suara keras? Tidak, tentu saja tidak. Mesya sedang dalam masalah besar, dia tidak akan bisa bersikap santai sebelum semuanya selesai. “Sepertinya kalian memang sangat cocok. Aku berdoa agar kalian selalu bahagia..” Kali ini Delila mengucapkan satu kalimat sambil tersenyum serius. Mesya ikut tersenyum. Siapapun itu, setiap mereka memberikan doa yang baik, Mesya hanya bisa tersenyum lalu kembali mendoakan mereka. Sungguh, Mesya juga ingin selalu bahagia. Tapi, bukankah hidup ini bukan hanya soal bahagia saja? Tidak ada kebahagiaan yang akan abadi. Tetap saja, setelah bahagia, masa akan datang. semua itu memang berjalan secara silih berganti. “Terima kasih, Delila” Adrel menjawab sambil menggenggam tangan Mesya. Mesya merasakan jika pria itu tampak gugup dan gelisah. Ada apa? Kenapa Adrel sampai seperti itu? “Jadi, ada apa kalian datang ke sini?” Delila kembali bertanya. Wanita itu katanya sudah tahu kalau Adrel dan Mesya akan datang. wanita itu juga memiliki sebuah lukisan mengerikan dimana di sana ada Dira yang sedang dalam wujud yang menakutkan. Matanya hitam, terlihat sangat kelam dalam kegelapan. Bagaimana mungkin sekarang Delila bertanya mengenai tujuan Mesya dan Adrel? Tidakkah wanita itu juga tahu apa yang menjadi tujuan Adrel dan Mesya? Sungguh, semua ini memang sangat tidak masuk akal. Tapi, memang inilah yang terjadi. Mendapati sesuatu yang sangat tidak terduga di rumah orang asing, iya.. Mesya tentu sangat terkejut. Mesya yakin kalau wanita ini bahkan belum tahu siapa itu Dira. Bagaimana mungkin sekarang ada lukisan Dira di dalam rumahnya? Mesya memang sangat membutuhkan sebuah penjelasan yang bisa dia percaya. Iya, ini semua memang cukup mengejutkan untuk Mesya. “Bagaimana mungkin ada lukisan Kakakku di dinding rumahmu?” Sebelum Adrel menjawab pertanyaan yang Delila ajukan, Mesya lebih dulu bertanya. Ada sesuatu yang terus membuat hatinya merasa tidak tenang. Mesya ingin tahu bagaimana caranya wanita itu mendapatkan lukisan Kakaknya. Iya, Delila memang sudah memberi tahu kalau lukisan yang ada di dinding rumahnya adalah hasil karya Kakaknya. Tapi, bagaimana bisa? Adakah yang bisa menjelaskan semua ini pada Mesya? Banyak hal mengerikan yang belakangan ini terjadi sehingga Mesya merasa sulit untuk menerima satu lagi hal tidak wajar lainnya. “lukisan itu memang dibuat oleh Kakakku. Aku tahu kalau akan ada seseorang yang menemui aku setelah Kakakku membawa lukisan itu untuk diletakkan di dinding rumahku. Tidak aku sangka kalau kalian yang akan datang..” Delila menjawab sambil tersenyum tipis. Tidak, Delila yang sekarang memang tampak sangat berbeda. Wanita itu terlihat lebih serius. Tidak ada lagi senyuman geli yang menghiasi wajahnya. Apa.. apa yang sekarang terjadi? Kenapa Mesya merasa ada yang berbeda dengan tatapan Delila? Mesya masih menunggu penjelasan Delila mengenai lukisan itu. tapi, tampaknya dia tidak ingin memberikan penjelasan lebih lanjut. Mesya menatap Adrel. Apa yang harus mereka lakukan sekarang? Mesya datang ke sini untuk mencari jawaban dan juga solusi untuk masalah yang sedang dia hadapi. Tapi kenapa setelah datang ke tempat ini, Mesya malah kembali mendapat satu teka-teki yang membingungkan? Sungguh, melihat ada lukisan Dira yang ditempel di dinding orang asing, semua itu bukan hal yang mudah untuk dimengerti. “Kamu sudah tahu kalau aku membutuhkan bantuan?” Adrel bertanya sambil menatap Delila. Wanita itu tersenyum singkat sebelum menganggukkan kepalanya. Dia juga tersenyum ke arah Mesya. “Delila, tolong bantu aku..” Mesya mengatakan satu permohonan yang memang benar-benar timbul di dalam hatinya. Mesya sangat membutuhkan bantuan wanita ini. Benar, Mesya memang belum mengenal Delila dengan baik. Dia tidak tahu apa saja yang bisa dilakukan oleh Delila. Tapi yang pati, kalau Adrel membawanya ke sini.. itu artinya Delila adalah jawaban dari semua masalahnya. Hanya wanita ini yang bisa membantu Mesya menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Mesya menatap Delila, kembali melayangkan tatapan memohon pada wanita yang tampaknya sedang asyik menikmati teh panas buatannya sendiri. Mesya menunggu jawaban Delila. Bahkan, hingga bermenit-menit kemudian, Delila tampak tetap memilih untuk bungkam. Tidak, kenapa wanita ini tidak segera berbicara? “Delila, aku tidak tahu lagi harus mencari bantuan kepada siapa. Tolong, bantu kami..” Sama seperti Mesya, Adrel juga mengajukan permohonan yang sama pada Delila. Mesya melihat jika Delila menghembuskan napasnya dengan gusar. Kenapa? Wanita itu tampaknya sudah mengerti dengan apa yang terjadi. Tapi kenapa dia tampak tidak mau membantu Mesya dan Adrel. “Aku tidak bisa..” Benar, benar seperti yang Mesya duga. Beberapa detik setelah mengatakan kalimat itu, Delila bangkit berdiri. Wanita itu berjalan ke arah lorong tempat lukisan tadi di pasang. Beberapa detik kemudian Delila kembali sambil membawa sebuah lukisan besar dimana ada sosok Dira di dalamnya. Wanita itu tidak sama dengan Dira yang Mesya kenal. Wajahnya sangat mengerikan. Iya, dia sama seperti wanita yang kemarin membuat Mesya terjatuh dari tangga. Dia adalah wanita yang sama yang membuat Mesya sampai harus tertusuk pecahan kaca. Sampai saat ini, kaki Mesya bahkan masih terasa sangat sakit. Mesya harus berjalan dengan sangat pelan agar lukanya tidak terasa sakit. Sejak tadi Adrel harus selalu menuntun Mesya yang berjalan dengan satu kakinya saja. Tangan Mesya juga terasa sakit, tapi tidak sesakit kakinya. Baru tadi malam Mesya mendapat luka ini, lalu paginya Mesya harus datang ke rumah Delila untuk meminta bantuan pada wanita itu. Lalu, Delila mengatakan kalau dia tidak bisa membantu? Ah, ya Tuhan! Kenapa seperti ini? “Dia Kakakmu?” Tanya Delila sambil menunjukkan lukisan itu. Sekalipun tanpa melihatnya lagi, Mesya memang sangat yakin kalau wanita itu memang Dira. Adrel menggenggam tangan Mesya yang tidak diperban. Pria itu meremasnya pelan. Mesya tahu, Adrel hanya mencoba untuk membuat Mesya merasa tenang. Iya, Adrel memang tidak melihat wajah Dira yang mengerikan itu. Adrel tidak melihatnya. Entah kenapa hanya Mesya yang bisa melihat wajah mengerikan itu. “Maaf, aku tidak akan membantu kalian..” Delila kembali berucap sembari berjalan menuju ke arah lorong tadi. Mesya menatap Adrel dengan pandangan ketakutan. Kenapa? Kenapa Delila tidak mau membantunya? Semua ini terasa sangat jelas karena Delila bisa memiliki lukisan ketika Dira sedang sangat mengerikan. Sangat mustahil jika orang biasa bisa memiliki lukisan yang seperti itu. Tidak, Mesya yakin kalau memang ada sesuatu yang disembunyikan oleh Delila. “Delila aku mohon.. tolong bantu aku..” Adrel berdiri sambil menatap Delila yang baru saja kembali dari arah lorong. Wanita itu sepertinya mengembalikan lukisan yang tadi sempat dia ambil. Mesya juga ikut menatap Delila dengan pandangan memohon. Kenapa wanita itu menolak untuk membantunya? Sekarang Mesya sedang sangat membutuhkan sebuah bantuan. Dia tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa lagi. Semua ini terasa sangat mengejutkan dan menakutkan di saat yang bersamaan. “Adrel.. aku tidak bisa..” Mesya menghembuskan napasnya dengan gelisah. Lalu siapa yang bisa membantu mereka? Mesya merasakan jika wanita ini memang menyembunyikan sesuatu. Apa.. apa yang sebenarnya terjadi? “Delila, aku tidak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa. Aku tidak mengenal orang lain yang sepertimu..” Adrel masih mencoba untuk memohon bantuan Delila. Wanita itu tampak menghembuskan napasnya. Dia menatap Adrel sambil menggelengkan kepalanya. Tidak, siapa yang sekarang bisa membantu mereka? Tidak akan ada orang yang bisa membantu. Semua ini terlalu mengerikan. Mesya kembali menatap Delila. Kalau Adrel saja sampai memohon pada wanita itu, kenapa Mesya tidak melakukan hal yang sama? “Aku mohon. Aku akan melakukan apapun supaya kamu bisa membantuku..” Mesya menangkupkan kedua tangannya di depan d**a seperti membentuk gerakan memohon saat sedang berdoa. Wanita itu sampai harus meneteskan air matanya untuk memohon bantuan seseorang yang sebenarnya sangat asing bagi Mesya. Tidak, demi membantu Dira, Mesya akan melakukan apapun. Mesya masih tetap menatap Delila dengan harapan besar. Hanya wanita itu yang bisa Mesya andalkan sekarang. tidak, Mesya tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa. Kemungkinan besar Adrel juga tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa. Semua ini memang membuat Mesya terpaksa harus memohon bantuan pada satu orang asing yang baru dia temui hari ini. “Mesya, hentikan itu. Aku nggak suka ada orang yang memohon bantuanku..” Mesya menatap Delila dengan pandangan putus asa. Tidak, kalau bukan wanita ini, siapa yang akan membantu mereka? Adrel menatap Delila dengan pandangan kecewa juga. Sepertinya pria itu sangat berharap kalau Delila mau membantunya. Sayangnya, Delila tidak bisa mereka harapkan. Wanita itu.. entahlah Mesya sungguh tidak tahu haru berkata apa sekarang. Mesya tidak tahu siapa yang bisa menyelesaikan perkara ini. Tidak, Mesya bahkan tidak berani pulang sekarang. Bagaimana kalau Dira melakukan kekacauan lagi? bukan, itu bukan Dira. Kakaknya sedang tidak ada di dunia ini. Tubuhnya memang milik Dira, tapi roh yang ada di dalamnya bukan Dira. Dia bukan Kakaknya.. “Aku minta maaf sekali. Aku nggak bisa membantu kalian..” Delila kembali meminta maaf sambil menatap Adrel dan Mesya dengan penuh penyesalan. Mesya tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Sungguh, Mesya sangat tidak tahu. Hanya ini yang dia kira bisa dia lakukan, tapi.. semuanya gagal sebelum Mesya mencobanya. Delila sendiri yang menolak untuk membantu. Sekarang apa yang harus dilakukan oleh Mesya dan Adrel? Kemana lagi mereka harus mencari bantuan? “Delila.. kenapa? Aku butuh bantuan kamu..” Adrel tampaknya masih mencoba untuk membujuk Delila. Iya, memang hanya Delila yang Adrel dan Mesya harapkan bisa membantu. Tapi, mau bagaimana lagi? Sekarang Delila sudah menolak untuk membantu. Apa yang bisa Mesya lakukan kalau sudah seperti ini? “Maaf sekali. Aku nggak akan bisa bantuin kalian sekalipun aku mau. Adrel, kamu nggak tahu apa yang sedang kamu hadapi sekarang. dia bukan tandingan manusia..” Mesya mendengar apa yang dikatakan oleh Delila sekalipun wanita itu tampaknya sudah berusaha memelankan suaranya. Tidak, apa yang dikatakan oleh Delila? Apa maksudnya? Bukan tandingan manusia? Mesya masih menatap Delila seakan dia membutuhkan penjelasan lebih. Sayangnya, Delila hanya tersenyum sambil menatap Mesya. Senyuman yang menyiratkan permohonan maafnya. Tidak, manusia tidak akan pernah tahu bagaimana hasilnya kalau mereka belum mencoba. Benar begitu, bukan? Seharusnya sebelum menyerah seperti ini, Delila harus mencobanya dulu. “Delila, aku nggak tahu harus meminta batuan pada siapa. Setidaknya coba untuk bantu kami..” Delila menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Enggak, Mesya. Nggak akan ada gunanya kalau aku mencoba. Aku akan tetap kalah”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN