Mesya menatap Dira dengan mata yang menyipit. Apa benar jika Dira ingin mengatakan alasan di balik sikap aneh wanita itu selama dua hari?
“Maksud Mbak Dira?”
Dira menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri seakan dia sedang ingin melihat sekitar mereka. Tidak ada orang lain di dapur ini kecuali Mesya dan Dira, jadi.. apa yang sedang ditakutkan oleh wanita itu?
“Ada satu rahasia besar yang mungkin akan membuat kamu menganggap aku berbeda, Sya. Tapi tolong, setelah aku kasih tahu kamu alasan di balik itu semua, kamu akan tetap bolehin aku tinggal di sini?”
Mesya merasa tidak yakin dengan apa yang ditanyakan oleh Dira. Sebenarnya, sebesar apa rahasia itu?
Mesya ingat jika bertahun-tahun yang lalu, saat Dira sedang gencar-gencarnya mendekati Damar, wanita itu juga pernah bersikap sangat aneh.
Bahkan, ada satu kejadian yang membuat Mesya tidak akan bisa lupa. Saat itu hujan sedang turun dengan sangat deras, dan semuanya terjadi begitu saja.
10 tahun yang lalu...
Mesya baru saja akan mengambil sapu untuk membersihkan halaman rumahnya yang kotor akibat angin yang terus berhembus dengan kencang, tapi Mesya baru sadar jika hujan lebih dulu turun.
Baiklah, karena sekarang sudah hujan, Mesya tidak perlu menyapu halaman.
Dari pada berdiam diri di dalam kamar, Mesya lebih memilih pergi ke dapur. Melihat ibunya yang katanya akan masak ikan pepes.
Ikan hasil tangkapan bapak ketika sedang pergi ke sawah tadi malam.
Sejujurnya, Mesya sangat sering melarang bapak pergi ke sawah malam-malam. Bisa dibayangkan jika tengah malam, jalan di sawah akan sangat gelap karena tidak ada satupun penerangan. Hanya dengan bantuan cahaya senter, bapak bisa berjalan menuju ke sawah dan kembali lagi ke rumah. Tidak jarang juga bapak sering terpeleset dan hasilnya pria tua itu tidak bisa berjalan selama satu minggu.
Mesya tidak suka jika bapaknya datang ke sawah tengah malam. Tapi, kadang bapak tetap saja melanggarnya. Kemarin malam juga begitu, bapak mendegar kabar jika sungai besar yang ada di dekat sawah sedang penuh dengan air hujan, dari pada menggunakan air pompa untuk mengairi sawah, bapak lebih memilih untuk pergi ke sawah tengah malam lalu mengairi sawahnya menggunakan air sungai.
Di dekat sawah memang ada sungai besar yang sering kali penuh dengan air hujan.
Kalau sedang hujan badai, beberapa orang di desa Mesya sering ada yang datang ke sana untuk memberikan persembahan dengan harapan hujan bisa segera reda dan tidak ada bencana alam yang akan menyerang mereka. Ya, begitulah kepercayaan beberapa orang yang masih bersifat kejawen. Begitulah yang dikatakan bapak.
Tapi, di keluarga Mesya, tidak ada yang melakukan itu semua. Jika memang ada hujan badai, mereka hanya akan berdoa di rumah. Berdoa kepada Tuhan yang maha besar, yang tentu bisa melakukan apapun tanpa perlu memberikan persembahan seperti bunga-bunga layaknya yang orang-orang lakukan.
“Ibu jadi buat pepes?” Tanya Mesya begitu dia sampai di dapur.
Ibu tampaknya sedang menyiapkan beberapa bumbu untuk pepes yang akan dibuat oleh wanita itu.
Ibu sangat pandai memasak. Mesya selalu makan apapun hasil masakan ibu karena wanita itu selalu bisa memanjakan lidah orang yang mencicipi masakannya. Entahlah, kata ibu bakat memasaknya diturunkan dari ibunya juga. Ya, Mesya sangat percaya akan hal itu. Setiap Mesya main ke rumah neneknya yang dari pihak ibu, Mesya pasti akan dibuatkan berbagai makanan enak hasil masakan neneknya sendiri. Sayang sekali neneknya meninggal dua tahun lalu.
“Jadi, kamu bantuin ibu dong. Masa kamu sukanya makan saja tapi nggak mau bantu”
Mesya mencurutkan bibirnya. Sungguh, seharusnya Mesya tidak perlu datang ke dapur untuk menengok ibunya. Bukan Mesya tidak mau membantu, tapi Mesya memang sangat tidak suka melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan dapur. Mesya pernah terkena cipratan minyak panas ketika dia sedang memasak, sejak saat itu Mesya sangat membenci dapur. Tapi, karena ibu sudah terlanjur meminta bantuan, Mesya tidak akan mungkin pergi begitu saja tanpa membantu ibu.
Akhirnya dengan langkah gontai Mesya mendekati ibunya, melihat dengan jelas apa saja yang akan dilakukan oleh ibu untuk bisa membuat pepes ikan dengan rasa yang enak.
Andai saja mereka tinggal di kota, ibu pasti bisa membuat kedai makanan yang pasti akan ada banyak pengunjungnya karena rasa masakan ibu tidak perlu diragukan lagi.
Sayang sekali, mereka tinggal di desa yang kecil. Jika membuka kedai makanan, kemungkinan besar tidak akan laku karena kebiasaan orang desa adalah makan di rumah masih-masing. Tidak seperti orang kota yang selalu sibuk dan lebih memilih untuk makan di luar.
“Bantuin apa ini?” Tanya Mesya. Sejujurnya semuanya sudah benar-benar lengkap. Ibu hanya tinggal menyelesaikan membuat bumbu dan bisa segera—
Eh, tunggu dulu.. kenapa ikannya masih hidup?
Mesya mengernyitkan dahinya ketika melihat ikan itu masih hidup bahkan masih berenang di dalam air yang berada di ember.
“Itu, tolong kamu bersihin ikannya. Belum ibu bunuh juga, tolong kamu aja, ya?”
Mesya menatap ibunya dengan pandangan tidak percaya. Apa yang dikatakan oleh wanita itu?
Seumur hidup Mesya sama sekali tidak pernah membunuh ikan. Mencuci dan membersihkan ikan juga tidak pernah. Lalu sekarang, Mesya harus melakukan semuanya?
“Bu, apa nggak ada yang lain? Aku nggak berani bunuh ikan!” Kata Mesya dengan suara yang sedikit merengek. Sungguh, dia tidak mengira jika ibu akan setega ini. kenapa harus Mesya yang membunuh ikan yang masih hidup dengan damai itu? Mesya tidak tega!
Ibu yang sedang mencuci beberapa bahan untuk membuat bumbu jadi menolehkan kepalanya ke ara Mesya dengan pandangan tidak percaya. Wanita itu menggeleng pelan sambil tersenyum maklum.
“Ya sudah kalau nggak mau. Kamu tidur aja, nanti kalau sudah mateng, ibu bangunin kamu”
Mendengar kalimat ibunya, Mesya langsung melototkan matanya. Hei, mana mungkin dia tidur ketika ibunya sedang sibuk memasak di dapur?
Sebenarnya, dengan udara sedingin ini dan suara rintik hujan yang terdengar sangat merdu, Mesya bisa saja tidur dengan sangat nyenyak. Astaga, tidur ketika hujan adalah hal yang terbaik. Tapi, Mesya tentu tidak akan melakukan itu.
“Kalau aku tidur, nanti aku sama aja kaya si putri Dira itu..” Dalam hal seperti ini, Mesya memang sangat sering menyindir kakaknya itu. padahal sangat tidak berguna, kakaknya juga tidak akan tahu kalau Mesya menyindir dia.
“Heh, nggak boleh begitu. Sudah, kalau nggak berani, kamu diem saja, lihatin ibu..” Sama seperti seorang ibu pada umumnya, sekarang ibu juga sedang menahan agar Mesya dan Dira tidak terlihat percekcokkan. Sebenarnya, sebagai seorang adik dan kakak, Mesya dan Dira sangat sering bertengkar. Di manapun dan kapanpun, asal mereka bertemu, mereka akan selalu bertengkar.
Mesya akhirnya berjalan mendekati ikan yang masih hidup itu. Astaga, biasanya bapak akan langsung membunuh ikan dan membersihkannya di sungai sebelum dibawa pulang untuk kembali dicuci lalu langsung dimasak. Kali ini kenapa bapak tidak langsung membersihkannya?
“Memang dasar ibu aja yang selalu manjain Mbak Dira, dia jadi kaya begitu sekarang” Kata Mesya.
Mesya mendengar ibu menghela napas. Sudahlah, lagi pula orang tuanya juga tidak akan mendengar apa yang dikatakan oleh Mesya karena bagi mereka, kalau anak memang tidak mau membantu, mereka juga tidak akan memaksa. Sama seperti Mesya kali ini, ibu tidak akan meminta bantuan, tapi kalau Mesya menawarkan, ibu tidak akan segan menyuruhnya.
Bagi orang tuanya, anak memang boleh membantu orang tua. Tapi itu semua tergantung ke anak itu sendiri, kalau memang dia mau, tanpa disuruh juga dia akan tetap membantu. Tapi berbeda dengan itu, kalau memang tidak bisa membantu, orang tua Mesya juga tidak akan memaksa.
Kadang Mesya merasa jika orang tuanya keterlaluan dalam memanjakan kakaknya itu. Dira hidup layaknya tua putri yang tidak perlu melakukan apapun. Tapi orang tuanya juga tidak pernah protes. Asal semua anaknya bahagia, ibu dan bapak juga bahagia.
Orang tua Mesya tidak pernah membedakan antara Mesya dan Dira. Bukan karena Dira adalah anak tiri lalu mereka lantas sering menyuruh Dira atau sebagainya, tidak, bahkan di sini Mesya yang lebih mirik seperti anak tiri. Kakaknya akan selalu dilayani jika dia akan makan dan mandi, sementara Mesya? Ya, memang sih, ibu selalu mengatakan kalau sebagai perempuan Mesya harus selalu bersikap mandiri. Dulu, saat Dira masih kecil, ibu dan bapak keterlaluan dalam memanjakan anak itu sehingga ketika tumbuh dewasa, Dira tetap menjadi anak yang manja. Belajar dari kesalahan, ibu dan bapak tidak memperlakukan Mesya sama seperti Dira. Sebenarnya ini adalah keuntungan untuk Mesya karena orang tuanya mendidik Mesya dengan sangat benar.
“Sudah, jangan ngomel kaya begitu. Kamu jadi mau bantu ibu apa enggak?”
Sambil memberengut akhirnya Mesya mengambil sebuah pisau kecil yang biasa digunakan bapak untuk membersihkan ikan. Mesya sering melihat bapak membersihkan ikan, karena itu, dengan kepercayaan diri yang tinggi, Mesya mengambil ember tempat ikan itu masih berenang dengan tenang.
Baiklah ikan, waktu hidup kalian sudah selesai..
“Ini mau bantu. Tapi nanti kalau kurang bersih, ibu bersihkan sendiri, ya? Aku sebenernya nggak tega kalau bunuh mereka. Boleh nggak aku rawat saja?” Tanya Mesya sambil menatap sedih ke arah ikan yang sedang berenang. Kadang kala ikan itu mencurutkan bibirnya ke atas, seakan mereka sedang memohon agar Mesya tidak jadi membunuhnya.
“Heh, terus ini bumbu pepesnya mau diapakan? Sudah, jangan main-main! Cepet kamu bersihin itu ikannya.” Ibu menatap Mesya dengan pandangan geli. Sama seperti dulu saat Mesya berusaha membatalkan bapak yang akan menyembelih ayam peliharaan mereka. Mesya menangis sambil membawa ayam itu berlari keliling jalan depan rumah sampai semua tetangga melihat aksi tangisannya dan mereka tertawa beramai-ramai. Sampai saat ini, kadang mereka masih sering mengejek Mesya karena perbuatannya saat itu.
Oleh karena itu, bapak dan ibu memutuskan untuk tidak memelihara hewan apapun. Hati Mesya yang sensitif tidak akan tega jika melihat hewan yang setiap hari dia beri makan, pada akhirnya dia makan sendiri.
Baiklah, sekarang kembali ke ikan yang ada di dalam ember.
Mesya sudah memegang pisau, satu tangannya masuk ke dalam air untuk mengambil ikan yang akan dia bunuh pertama. Tapi, tiba-tiba ada suara teriakan yang bersamaan dengan suara petir yang menggelegar. Mesya sangat kaget hingga secara refleks dia menjatuhkan pisaunya. Tampaknya ibu juga terkejut, wanita itu sampai memekik dan langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Mencari sumber suara dari teriakan yang baru saja terdengar bersama dengan suara petir itu.
Mesya sangat mengenal suara teriakan itu.
“Aaargh!!”
Suara itu kembali terdengar.
Jantung Mesya berdetak dengan kencang ketika dia menyadari suara itu semakin jelas. Ini pasti suara Dira! Tapi, apa yang terjadi pada wanita itu hingga dia harus berteriak seperti itu?
“Dira? Ya ampun, kamu kenapa?!”
Suara ibu tampaknya juga terdengar sangat keras sehingga Mesya yang ada di dapur bisa mendengarnya.
Mesya berdiri dan mencoba untuk berjalan masuk ke dalam rumah. Suara ibu terdengar sangat khawatir dan ketakutan, Mesya jadi merasa khawatir dengan apa yang terjadi.
Astaga, memangnya apa yang dilakukan oleh kakaknya itu? Wanita itu selalu saja membuat ibu dan bapak kerepotan.
Sampai di dalam rumah, yang Mesya lihat adalah ibu yang sedang berdiri dengan kaku sambil menutup mulutnya, Mesya segera berlari mendekati ibunya yang ada di depan pintu kamar Dira. Benar sekali, memang wanita itu yang membuat keributan. Kali ini, apa yang dia lakukan?
Mesya merasa jika langkah kakinya sangat berat begitu matanya melihat apa yang terjadi di kamar Dira. Kamar wanita itu sangat berantakan. Tapi bukan itu yang sekarang menjadi fokus penglihatan Mesya.
Dira, wanita itu sedang berdiri menempel pada tembok, kakinya tampak melayang. Hal yang paling membuat Mesya merasa terkejut adalah mata wanita itu yang tampak penuh dengan warna hitam, kadang ada kilat cahaya merah yang tampak saat Dira menggerakkan lehernya yang seakan tercekik dengan tali.
Kaki Dira juga bergerak layaknya dia tidak bisa bernapas. Tubuh Dira mulai pucat seiring dengan teriakan wanita itu yang semakin tidak terkendali.
Mesya tidak sanggup melihat itu semua.
“Mesya, panggil.. panggil bapakmu!”
Mesya sangat menyayangkan bapak yang sampai saat hujan turun, pria itu sedang berada di warung untuk membeli bubuk kopi dan juga gula. Tadi ibu sempat meminta bapak agar pria itu saja yang pergi sementara ibu di rumah untuk masak.
Saat ini, tanpa peduli jika hujan sedang turun dengan sangat lebat disertai dengan angin kencang dan juga petir yang tampak sangat menakutkan, Mesya berlari keluar dari rumah. Membiarkan tetesan air hujan yang lebar membuat bajunya basah.
Mesya berlari sekuat yang dia bisa, karena jujur saja, selain rasa khawatir untuk Dira, Mesya lebih merasa khawatir karena saat ini ibu sedang sendirian di rumah.
Mesya tidak sempat melihat jika ada lubang besar yang ada di jalan, kakinya terperosok sehingga membuat tubuhnya jatuh. Mesya merasakan perih di lututnya yang berdarah sekalipun darah itu langsung tersapu oleh air hujan, Mesya kembali melanjutkan langkahnya. Tidak peduli jika saat ini salah stau kakinya sedang merasa sakit.
Begitu melihat Mesya yang sedang berlari di tengah hujan, bapak yang tampaknya sedang berteduh di warung sambil menikmati secangkir kopi langsung berlari menghampiri Mesya.
Mesya tahu jika bapak pasti sangat khawatir melihat Mesya yang berlari sempoyongan di tengah hujan seperti ini.
“Mesya, kenapa kamu ke sini?”
Di tengah hujan yang sangat deras Mesya masih mendengar suara lantang Bapaknya.
“Mbak Dira, dia.. dia kesurupan!”
***
Mesya masih berdiri dengan kaku saat melihat beberapa orang mulai datang ke rumahnya. Katanya, orang itu adalah orang pintar yang dikenal oleh bude Karti.
Sejujurnya, sebagai orang yang taat agama, Ibu dan Bapak sangat tidak menentang Bude Karti yang memanggil orang pintar ke rumahnya. Menurut Bapak itu menyalahi aturan.
Tapi, kondisi Dira memang sangat tidak memungkinkan. Wanita itu sudah banyak melakukan hal yang menurut Mesya sangat menakutkan. Beberapa kali juga Dira sempat menyiksa dirinya sendiri dengan cara memukulkan kepalanya ke tembok.
“Sya, mending kamu ke rumah Bude Karti saja”
Mesya menoleh ke samping. menatap Adrel yang entah kenapa juga datang ke sini. Sepertinya pria itu tadi sedang ada di warung ketika Mesya datang untuk memanggil Bapak.
Mesya tidak menanggapi pria itu, saat ini Mesya sangat ketakutan. Bukan hanya karena dia takut dengan petir yang terus bersahutan seakan alam juga sedang marah, tapi Dira yang terus berteriak dengan wajah menyeramkan, semua itu membuat Mesya merasa sangat takut.
Apa yang terjadi pada kakaknya itu?
“Dira ini sedang dikuasai oleh roh halus. Kita harus melakukan ritual pengusiran”
Dira yang sedang di kunci di dalam kamar kembali berteriak, diikuti dengan suara benda yang dibanting. Padahal, Mesya tahu dengan benar jika kakaknya itu sedang diikat di kepala ranjang agar tidak melukai dirinya sendiri.
Tadi, dengan bantuan Adrel dan beberapa saudaranya yang datang, mereka memutuskan untuk mengikat Dira sebelum orang pinta yang dipanggil oleh Bude Karti datang.
“Lakukan apa saja supaya Dira bisa terbebas” Bude Karti yang menjawab.
Mesya berlari mendekati ibunya yang duduk dengan kaku di sofa ruang tamu. Rumah Mesya sudah tidak karuan. Semua orang yang datang, mereka terkena air hujan sehingga rumah ini terlihat semakin kacau.
“Saya butuh orang yang paling dekat dengan Dira. Dia yang harus mengikuti pengusiran setan ini. Dia yang harus menjadi pengecoh sebelum kita menangkap roh yang merasuki Dira”
Mesya melihat jika bapak dan ibu bangkit berdiri. Tidak, bukan orang tuanya. Mesya tidak mau bapak dan ibu masuk ke dalam kamar Dira dan berpotensi untuk disakiti oleh wanita yang sedang tidak terkendali itu.
“Saya, saya saja!” Mesya segera bangkit berdiri dan berlari ke arah bude Karti yang sedang berbicara dengan paranormal itu.
Semua orang yang ada di ruangan tamu langsung menatap Mesya dengan pandangan terkejut. Bagaimana mungkin anak berusia 15 tahun ingin menjadi pengecoh untuk pengusiran setan ini?
“Mesya! Biar bapak saja!” Bapak segera mendekati Mesya.
“Anak ini, saya akan membawa anak ini..”
Mesya merasa jika napasnya tercekat ketika tangannya dicekal dan langsung digandeng untuk masuk ke dalam ruangan dimana Dira sedang diikat. Untuk yang terakhir, sebelum pintu di tutup, Mesya melihat bapak yang ingin masuk tapi dihalangi oleh satu orang yang sepertinya adalah anak buah paranormal ini.
Tapi, satu hal yang menarik perhatian Mesya, Adrel yang menerobos masuk begitu saja sebelum pintu itu tertutup dengan sendirinya bersama dengan suara bedebam yang sangat kencang.
Mesya menatap Adrel sejenak, lalu kemudian menatap Dira yang tampaknya sedang melihat ke arah Mesya dengan pandangan tajam. Entah kenapa, saat ini Mesya memang tidak melihat diri Dira sama sekali.
Mata wanita itu hitam pekat. Terlihat sangat menakutkan karena entah kenapa di sekujur kulit Dira terdapat tulisan dengan huruf asing yang tidak pernah Mesya ketahui sebelumnya. Tulisan itu memenuhi tangan Dira dan juga lengannya. Tampaknya itu tulisan yang menyakiti Dira karena di beberapa tempat, Mesya melihat jika kulit kakaknya berdarah.
“Kalian yang diinginkan oleh roh yang ada di tubuh Dira. Baiklah, datanglah ke sini, anak” Paranormal itu meminta agar Adrel datang mendekat.
Jika tadi Mesya masih bisa mendengar gedoran pintu dan juga suara hujan badai yang ada di luar, saat ini Mesya sama sekali tidak bisa mendengar apapun. Rasanya dia seperti ada di tempat yang lain padahal jika dilihat, Mesya sedang berdiri di kamar kakaknya.
Paranormal itu menyalakan lilin di atas lantai, beberapa kali lilin itu mati karena tertiup angin yang berada dari jendela yang kacanya sudah pecah. Jadi itu suara benda yang terdengar tadi.
Adrel segera menghampiri jendela itu, mengambil selimut Dira yang ada di atas lantai untuk menghambat jalannya udara agar tidak mengganggu lilin yang sedang menyala di atas lantai.
Ketika lilin itu menyala dengan benar, entah kenapa tempat di sekitar mereka menjadi sangat gelap. Mesya memekik ketikan mendengar suara tawa Dira yang terdengar sangat menyeramkan.
“Kalian, duduk di sini!”
Mesya tidak bisa melihat apapun, tapi secara tiba-tiba Mesya merasakan ada tangan yang menarik dirinya untuk duduk di dekat cahaya lilin.
“Lihat lilin ini, jaga agar dia tidak ada yang mengganggunya. Jika lilin ini mati, kalian kehilangan Dira dan tubuhnya dikuasai oleh iblis itu untuk selamanya”
Mesya secara refleks langsung menangkupkan tangannya untuk menjaga nyala api dari lilin itu. Tidak, jangan sampai ada sesuatu yang buruk.
“Hai iblis, siapa namamu?!”
Mesya mulai merasakan hawa dingin yang membuatnya menggigil karena secara tiba-tiba ada angin yang berhembus.
“Aku berbicara denganmu! Katakan siapa namamu?!”
Lagi, suara paranormal itu terdengar sangat lantang.
Dari tempat Mesya duduk, dia masih bisa melihat ada kilat mengerikan yang ditampilkan oleh mata Dira.
Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang Dira lakukan hingga gadis itu sampai kerasukan seperti ini.
“Aku berbicara atas kuasaku sendiri, katakan siapa namamu?!”
“MAMMON! AKU ADALAH MAMMON!”
Mesya berjengkit kaget ketika mendengar suara kakaknya yang tidak sama seperti biasanya.
Mammon? Itu adalah iblis yang merasuki kakaknya..
Mesya menatap Dira yang sekarang sedang melayang di atas tempat tidurnya sekalipun tangan dan kakinya terikat. Mesya melihat jika wanita itu tertawa sambil terus memancarkan cahaya kegelapan di ruangan ini.
“Siapa yang mengizinkan dirimu masuk ke dalam tubuh gadis ini?”
Mesya tetap mendengarkan banyak suara mengerikan yang sepertinya tidak akan mungkin bisa dibuat oleh manusia biasa.
“GADIS INI YANG MENGIZINKAN AKU MASUK KE DALAM TUBUHNYA!”
Mesya menatapnya dengan tidak percaya ketika mulut kakaknya mengeluarkan gigi mengerikan yang tidak akan mungkin dimiliki orang manusia biasa. Apa yang terjadi?
Mesya tidak sanggup lagi melihat semua ini.
“Aku perintahkan padamu mammon, pergilah! Pergilah dari tubuh gadis ini!”
Saat itu juga Mesya kembali mendengar jika Dira berteriak dengan suara yang menakutkan. Wanita itu seperti merasa kesakitan.
Mesya menarik tangannya dan segera menutup telinganya, Mesya juga menekuk kakinya agar dia bisa bersembunyi di sana. Mesya tidak sanggup melihat kengerian hari ini.
Perlahan, bersama dengan suara itu, Mesya kembali mendengar teriakan seorang wanita yang sangat dia kenal.
Mesya menarik tangannya, mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang terjadi.
Kamar ini sudah kembali terang. Dira sedang berbaring tidak sadarkan diri di atas ranjangnya.
Mesya menolehkan kepalanya, melihat Adrel yang sedang ada di dekatnya, pria itu masih menjaga lilin yang untungnya masih menyala.
Mesya tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi begitu mendengar suara Dira yang menangis kesakitan sambil terus memanggil ibu, Mesya rasa semuanya sudah baik-baik saja.
“Dia sudah kembali” Itu yang dikatakan oleh para normal sebelum pria itu berjalan mendekati pintu untuk membukanya, membiarkan keluarga yang sedang menunggu di depan pintu masuk untuk melihat keadaan Dira.
Sekalipun dengan tubuh yang gemetar ketakutan, Mesya tersenyum ketika melihat wajah Dira kembali normal. Juga tubuh wanita itu yang kini tidak lagi dipenuhi dengan tulisan hitam yang tidak bisa dibaca.
Hari ini, sebuah kejadian mengerikan terjadi di hidupnya. Mesya tidak akan pernah melupakan hari ini.
Satu hal yang tidak Mesya tahu, tadi ketika wanita itu mulai menutup matanya, lilin yang seharusnya dia jaga, lilin itu mati selama beberapa detik. Adrel dengan cepat kembali menyalakan lilin itu dengan harapan semuanya tetap baik-baik saja.
Bagi Adrel, semuanya memang baik-baik saja.
Tapi yang sebenarnya tidak seperti itu..