....
Kalau misalnya orang itu bukan Kak Yo, paling langsung aku semprot. Atau kalau dia macam-macam, aku bakalan jerit-jerit lah biar pada dateng orang-orang nolongin. Berhubung yang nyegat itu Kak Yo, malah kayak pengutil yang lagi ketangkep basah sama polisi, aku tuh!
Tidak bisa berkutik!
Aniway, syukurlah aku bisa kembali dengan selamat. Untungnya lagi praktik rekayasa sidang ... eh kok rekayasa, simulasi! Iya, simulasi sidang sudah selesai, jadi aku tidak perlu lagi duduk sederetan plus berdekatan sama cowok urakan yang bikin alergi. Siapa lagi kalau bukan Suneo itu, eh maksudku si Nino. Lagian punya nama kok aneh bener, kayak nama badai. Itu pun kebagusan sih menurutku, lebih cocok dipanggil Suneo. Sebab, sifat sombongnya itu lebih mirip Suneo di film jadul Doraemon. Hehe.
Eh, ngapain jadi mikirin Suneo coba? Skip skip!
Aku menyibakkan poni sambil membenahi posisi duduk agar nyaman. Di depan, Kak Ejik rupanya sudah mengambil alih acara. Dia menyebutkan nama-nama yang tergabung dalam satu kelompok.
Buat apaan sih? Namaku sudah disebut belum ya?
Dari pada salah, akhirnya kutanyakan pada teman sebelah. Cewek berjilbab yang aku lupa namanya, maklumlah ya sama-sama anak baru.
"Eh, Mbak. Nora udah dipanggil belum ya?"
"Belum kayaknya," jawabnya singkat.
"Oh, makasih," timpalku sambil tersenyum sopan.
"... kelompok tiga, dengan pemandu Bang Eros, alias saya sendiri, anggotanya adalah sebagai berikut: El Nino, Rahma, Satria, Eleanora, Salsabila, Ghani ...." lanjut kak Ejik.
Apa? Huwaaaatttt? Tidaaakkkk! Ini kutukan! Dari tiga puluh peserta Asrama putra dan dua puluh lima peserta asrama putri, kenapa harus sekelompok sama Suneo? Bisa tuker nggak ya? Kan sekelompok rata-rata sepuluh orang.
"Mbak, Mbak," panggilku pada cewek tadi. "Namanya siapa sih?"
"Aku Fitri, Sastra Jepang. Kamu Nora kan?" tanyanya balik.
"Iya. Jurusan Ekonomi." Kami bersalaman. "Betewe kelompoknya buat apaan sih? Bisa tuker gak ya?"
"Buat acara penutupan nanti. Kreativitas penghuni asrama katanya. Emang kenapa tuker?" timpal Fitri.
"Sini, sini, aku bisikin," kataku sambil mendekat padanya,"aku alergi sama Nino. Dia resek."
"Oalah. Yaudah tuker saja. Aku kelompok dua."
Ih, baik banget sih!
"Serius, Fit? Makasih banyak ya. Semoga kamu selalu happy . Tengkyu, tengkyu," ujarku girang.
"Iya, sama-sama."
Kami tidak melanjutkan ngobrol, karena Bang Ejik kembali memberikan pengumuman,"Pembacaan nama anggota sudah selesai. Sekarang silakan berkumpul sesuai dengan kelompok masing-masing.!"
"Oh, iya kelompok tiga, silakan ikut saya," lanjut Kak Ejik.
"Kelompok dua, sama saya ya!" sahut Kak Dion dari sudut kiri.
Langsung saja aku membereskan alat tulis dan berjalan mendekati Kak Dion. Namun, di tengah jalan dicegat oleh Nino. "Mau ke mana kamu?"
"Ke sana, kelompok dua. Permisi," ujarku sekenanya.
"Kamu kelompok tiga, Norak!" katanya lagi sembari berdiri menghalangi jalanku.
Resek amat, nih orang!
"Minggir! Aku tukar kelompok sama Fitri," sergahku.
"Emang boleh?" Dia tidak menyerah, masih berdiri di tempatnya dan malah bersedekap seperti menantang.
"Bukan urusan kamu!" Aku setengah mendorong tubuhnya ke samping, lalu berjalan melewatinya. Manusia macam apa dia? Sukanya kok ngurusin orang lain. Suka-suka aku dong, mau ikut kelompok mana! Dasar Suneo!
Gara-gara Nino, aku bersungut-sungut kesal sambil menghampiri kerumunan penghuni asrama yang mengelilingi Kak Dion.
"Ngapain kamu di sini, Ra?" tanya Kak Dion yang malah terkejut melihatku.
"Aku tuker kelompok sama Fitri Kak, mau ikut kak Dion aja," jawabku sedikit merayu.
"Waahhh, nggak bisa gitu Ra. Ini tadi pembagiannya random pakai undian. Nggak fair dong, kalau kamu milih begini. Nanti yang lain protes," tuturnya sedikit menasihati. "Sudah sana, balik ke kelompok tiga saja!"
"Baik, Kak. Maaf," ucapku lemah. Kukira kak Dion akan menerimaku dengan tangan terbuka, ternyata aku salah. Penolakan ini sungguh membuatku kecewa, macam ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.
Ah, lebay!
Ya sudah, aku kembali berjalan menuju kelompok tiga, yang berkumpul di sudut kanan aula.
Fitri pun balik arah meniggalkan kerumunan kelompok tiga, sepertinya juga diusir dari sana.
Kami berpapasan di tengah aula. "Maaf ya Fit, sudah ngerepotin kamu."
Gadis yang wajahnya terlihat kalem itu, tersenyum padaku. "Nggak apa-apa, Ra. Gue ke sana dulu ya," ujarnya sambil menepuk bahuku.
Kami pun berpisah dan kembali ke kelompok masing-masing.
Sampai di kelompok tiga, para anggota sudah duduk melingkar di kursi masing-masing. Tanpa minat, aku mengambil kursi dan meletakkannya di barisan paling belakang. Kak Ejik tengah memberikan pengarahan, tentang atraksi, eh masa atraksi sih? Maksudnya penampilan panggung apa yang akan kami bawakan besok. Ada beberapa pilihan yang dia sebutkan, tapi aku tidak berminat sedikit pun.
"Tidak perlu yang rumit-rumit. Kita bisa bikin paduan suara, nyanyi bareng, atau baca puisi bergiliran. Atau kalau mau agak ribet bikin drama. Bisa juga usul lain kalau ada," ujar Bang Ejik.
Semua terdiam.
"Tidak ada yang mau usul? Kalau begitu voting sajalah," kata Bang Ejik.
"Aku ada usul," sahut Nino tiba-tiba.
Automaticly, perhatian tertuju pada cowok yang berpotongan rambut cepak ala tentara itu. "Kita bikin Boria, kayak Upin Ipin."
Aku tertegun. Hah? Apa? Gila nih anak. Modelnya aja sangar kayak preman terminal, masa nontonnya Upin Ipin? What the ...
Aku ngakak maksimal dalam hati
Tidak berapa lama kemudian beberapa peserta Orientasi menyahut.
"Ngaco lu!"
Iya dia ngaco!
"Yang bener aja, No!"
Iya, ga bener tuh anak!
"Sengklek lu ya!"
Emang!
"Apa kamu pikir kita anak TK?"
Sengaja kutimpali hujatan-hujatan yang diberikan peserta kelompok tiga pada Nino. dalam hati sambil menahan tawa.
"Usul ditolak!" tukas Bang Ejik.
"Paling gampang sih, musikalisasi puisi atau dramatisasi puisi," usulku, memanfaatkan momen ketika semua orang sedang terdiam.
Kontan saja, semua mata melihat padaku.
"Puisinya, siapa yang buat?" tanya Bang Ejik. "Kamu bisa bikin?"
Bisa sih, tapi ogah, males! Jadi aku menggeleng saja. Haha!
"Nyanyi bareng aja. Terus ada yang puisi," usul yang lain.
"Iya, tetep aja pake puisi. Puisinya siapa?" timpal yang lain.
Diskusi kami berlanjut, sehingga tercapai kesepakatan bahwa kami akan membawakan puisi dari Cinta dalam film Ada apa dengan Cinta, yang dibintangi Neng Dian Sas dan bang Nico.
Dengan personel kelompok kami yang berjumlah sepuluh orang, maka pembagian peran pun dimulai.
Konsepnya sederhana, sebuah fragmen singkat yang terinspirasi dari film tersebut Dengan menukil sedikit adegan, yang diimprovisasi, kemudian didramatisasi dengan puisi. Ada juga tarian, nyanyian dari paduan suara, dan juga instrumen gitar.
Kebetulan ada anak seni tari, dia siap menjadi penari latar. Ada juga yang bisa main gitar, sehingga dia nanti yang jadi pengiring. Lima orang siap menyanyi dalam paduan suara. Pembacaan puisinya dibawakan oleh Salsabila.
Nah, bagian yang paling menyebalkan adalah aku dan Nino dipilih ole Bang Ejik sebagai pemeran fragmen. Nino jafi Rangga dan aku jadi Cinta.
"Tidak, Bang! Aku gak mau!" tolakku mentah-mentah pada Bang Ejik, sedikit merengek.
"Aku, main drama? Kamu bercanda Bang?" kata Nino terkejut. "Mending kau suruh aku panjat tiang bendera, Bang! Nguras kolam ikan asrama juga aku bersedia. Tapi main drama? Ah, itu terlalu ..."
"Stop!" potong Bang Ejik. "Kalian berdua harus bersedia, atau tidak lulus Orientasi dan mengulang tahun depan," ancamnya, yang diamini oleh peserta lainnya.
Kejaaaam! Bang Ejik terlalu kejam!
Aku dan Nino berpandangan, lalu sama-sama membuang muka.
Cuih!
Tanpa memedulikan perasaanku yang porak poranda, rapat pun terus berlanjut.
"Jadi ntar kronologisnya begini," kata Bang Ejik memulai penjelasan. " Awalnya kita tampilkan fragmen Rangga ama Cinta lagi jadi best friend. Tapi lama kelamaan Cinta ada rasa sama Rangga. Nah, buat ngetes Rangga ada rasa atau nggak, Cinta ngerekam challenge 'kiss your Best Friend' yang ada di Tik tok itu. Hasilnya, si Rangga nggak mau. Kita puterlah lagu FRIENDS-nya Marshmellow sama Marie Anne itu. We just friend, Bro. Gimana?"
Syukurlah, fragmen yang dijelaskan Bang Ejik tidak seromantis kisah aslinya. Mual banget kalau sampai kudu beradegan bucin dengan Suneo. Mending aku dihukum bersihin kamar mandi. Atau minta tanda tangan sama orang-orang di jalan, nggak apa-apa.
"Seruuuuu!" sahut seorang peserta dengan semangat, dan ditimpali oleh lainnya.
Satya yang main gitar, mengangkat tangan. "Aku harus main berapa lagu ini?"
"Nggak usah banyak-banyak dua doang.
Lagu Ada Apa Dengan Cinta, terus Denting buat ngiringin puisi Rangga. Kalau t****k yang Kiss your BFF, sama FRIENDS pake rekaman kaset aja," jawab Bang Ejik.
"Oke deh, kalo cuma itu sih bisa. Penyanyinya gimana?" tanya Satya lagi.
"Gak masalah, asal ada liriknya," timpal salah satu peserta paduan suara.
"Gampang, ntar cari di yuktup. Sama puisi yang pecahkan gelas biar ramai itu," sahut Kak Eros.
"Siap Kak," sahut Salsabila.
"Aku menarinya di mana?" tanya Rina.
"Pas puisi aja, gimana?" sahut Bang Ejik.
"Lagu DENTING brati?" timpal Rina lagi.
"Iyap. Kostumnya terserah kamu lah," balas Bang Ejik.
"Siap," jawab Rina
Diskusi soal acara nanti pun bergulir dengan seru. Beberapa orang kebagian nyari puisi, ada yang langsung latihan nyanyi. Maklum. OST film jadul yang kita pakai scene itu jarang ada yang tahu. Cuma pernah dengar sekilas aja.
Sementara itu aku, Nino, dan Bang Ejik, ngumpul sendiri diskusi soal fragmennya. Rancangan fragmen yang memang disusung sama Bang Ejik, tapi aku dan Suneo yang kudu bikin dialognya sendiri. Tidak ada kendala memang, hanya saja rancangan di atas kertas belum tentu hasilnya sesuai harapan, ketika dipraktikkan di atas panggung.
Tidak terasa, waktu pun bergulir cepat, hingga tiba saat Ishoma.
"Oke, gaees. Jam satu siang nanti, kalian balik buat latihan. Kita kumpul di teras dome sebelah. Karena penampilannya gak tau jam berapa, yang jelas acaranya habis Maghrib dimulai kan, makanya jangan pada telat. Kita harus memanfaatkan waktu buat latihan semaksimal mungkin. Oke?" kata Bang Ejik mengakhiri acara siang ini.
"Siap, Bang!" jawab Kami serentak.
... bersambung ....