25 ; Rumah Duka

1965 Kata

Gundukan tanah basah dengan taburan bunga di atasnya menjadi saksi bisu dari rasa kehilangan. Menimbulkan tangisan kepedihan yang terdengar memekakkan telinga. Yena sudah berkali-kali mengusap air matanya. Tapi sedetik kemudian turun lagi. Membuatnya berkali-kali melakukan hal yang sama. Merangkul sang mama yang terlihat lebih tabah. Tapi tidak bisa dipungkiri, hati seorang ibu pasti lebih merasakan sakit saat salah satu anaknya pergi untuk selama-lamanya. Yena tidak hentinya memberikan usapan lembut di bahu wanita paruh baya itu. Mencoba menenangkan sekaligus memberitahu, jika Yena masih di sana. Berstatus sebagai putri satu-satunya yang masih tersisa di samping Mama. Tidak mau bersedih terlalu dalam. Bukankah itu termasuk dalam fase kehidupan manusia normal? Merasakan kehilangan. Ba

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN