Nidya memalingkan wajahnya, ia masih syok dengan apa yang dia lihat saat itu. "Mat, mengapa dia disini. Bagaimana dia bisa tahu?!" batinnya. Ini cukup menakutkan bagi Nidya mengingat, orang tuanya begitu membenci Mat dan mungkin saja akan menjadi penghalang rencananya yang sudah berjalan. "Bagaimana bisnismu?" tanya Toni mengalihkan perhatian Nidya. "Berjalan dengan lancar, Pah." "Baguslah, Papah yakin bisnismu akan semakin maju. Terlepas hubunganmu dengan pria kemarin, Papah harap kamu bisa berdiri di kakimu sendiri," ungkap Toni. "Papah tenang saja, kami hanya rekan kerja tidak lebih." Toni memegang tangan putrinya lalu berucap, "Kamu berhak bahagia, Nak. Lupakan masa lalu dan raih masa depanmu. Papah hanya ingin kamu berdiri di atas kakimu sendiri, karena Papah tidak ingin kamu t