2. Sahabat.

915 Kata
16 Juli 2015... Pagi itu aku datang kesekolah lebih cepat dari biasanya. Alasanku datang pagi bukan untuk mengerjakan PR atau untuk membuat contekan, tapi karena Papaku mengajak untuk berangkat bersama. Dan berhubung Abdee tidak bisa menjemputku pagi itu--karena harus mengantar adiknya terlebih dahulu, aku terpaksa ikut dengan Papa. "Hah!" aku menghela nafas panjang. Sementara mataku menatap ke arah lapangan, tepat kearah seseorang yang tengah bermain basket.  Orang yang aku tatap melambaikan tangannya sambil tersenyum padaku. Aku pun balas tersenyum padanya. Kemudian ia kembali lanjut bermain basket. Dan aku hanya menatapnya dari koridor atas sambil bertopang dagu. Setiap gerakannya dalam menangkap bola basket, ketika kakinya berlari ke arah ring, atau saat ia bersorak senang karena berhasil memasukkan bola ke ring. Semua itu benar-benar menghipnotisku. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Hal itu juga menimbulkan letupan-letupan aneh didadaku, yang justru aku sukai. "DARR!" Aku hampir saja memukul orang yang baru saja mengejutkanku itu, tapi tidak aku lakukan saat tahu orang itu adalah Nike. Aku mendengus kesal. "Lo hobi banget sih ngagetin orang!" Nike tersenyum tak bersalah, menunjukkan pose 2 jarinya padaku. Jika saja dia bukan sahabatku, mungkin aku sudah mencubit pipi tembamnya itu dari tadi. "Lagian lo serius banget liatin Abdee," Aku gelagapan. "Ha? Ap...apaan sih? Ya nggaklah! Masa gue liatin Abdee," aku berusaha untuk tertawa, meski tawaku justru terdengar aneh. "Udah deh nggak usah bohong. Dari bawah gue udah liat, fokus mata lo itu cuma ke Abdee. Lo aja sampe nggak denger gue panggil-panggil." "Eh? Masa sih?" "Tuh kan bener!" Nike menunjuk wajahku. Aku berdecak pelan. Berusaha agar terpengaruh dengan godaannya. "Apaan sih!" ujarku. Aku kemudian melangkah masuk kelas diikuti Nike dibelakangku. "Nabila belum dateng, ya?" "Belum. Lo kayak nggak tahu aja sama Nabila. Dia 'kan kalo dateng pas mau baris," "Oh iya, lupa gue." kekeh Nike. Cewek itu kemudian mengeluarkan sebuah n****+ dari dalam tasnya--yang aku tebak pasti n****+ baru, karena aku tidak pernah melihat n****+ itu sebelumnya. "Baru lagi?" "Ha? Apanya yang baru?" Aku menggerakkan dagu kearah n****+ yang ia pegang. "n****+ lo." Nike terlihat cengengesan sambil membolak-balik novelnya. "Iya baru lagi," "Emang yang kemarin udah selesai bacanya?" "Yang lolipop?" "Iya," "Dari dua hari yang lalu tuh n****+ udah selesai gue baca kali." Aku membelalakkan mata. "Buset! Cepet banget. Lo baca langsung lompat apa gimana?" aku kemudian memilih untuk duduk dibangku sebelahnya.  "Gue juga heran, kenapa gue bisa baca secepet itu." Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Lalu sedikit membaca sinopsis n****+ yang Nike pegang.  Terlatih Patah Hati. Dari judulnya saja aku sudah bisa membayangkan bagaimana nyerinya ketika membaca n****+ itu. "Lo hobi banget sih beli n****+ yang judulnya nyesek gini!" ucapku sambil menepuk-nepuk dadaku pelan. Nike menoyor kepalaku. Jengah melihat sikap dramatisku. "Nggak usah lebay lo!" Aku mencibir. "Ya mau gimana lagi, akting diteater masih kebawa." "Lagian ya, kalo lo pikir n****+ ini tentang patah hati sama pacar, lo salah besar. Karena n****+ ini tuh ceritanya tentang patah hati dikeluarga." "Lah gimana jadinya tuh?" Nike mendesis. "Pokoknya lo baca sendiri aja deh nanti. Gue jamin lo bakal suka," ia membuka halaman tengah n****+, tempat terakhir ia membaca. "Gue aja baru sampe tengah udah suka sama novelnya." "Ogah gue bacanya! Yang ada ntar gue baper sendiri. Lo 'kan tahu gue orangnya baperan. Apa lagi pas baca cerita sad ending, bisa keinget sampe tujuh hari tujuh malem gue." "Kan lebay lagi!"  Aku menyengir padanya. "Sorry. Gue--" "Pagi Nike, Pagi Jihan." Suara cempreng itu, diikuti oleh langkah riang seperti anak kecil. Tanpa menoleh pun aku dan Niks sudah tahu siapa itu. "Pagi juga, Nab." jawabku dan Nike serempak.  "Lagi pada ngapain nih?" usai meletakkan tas dikursinya, Nabila memilih duduk menghadap ke belakang, demi memudahkan ia mengobrol denganku dan Nike.  "Lagi ngomongin tentang n****+ barunya Nike," jawabku. "Kalian berdua n****+ mulu bahasannya. Nggak ada yang lain apa?" "Sebenernya ada yang lain sih," Ucapku sambil berpandangan dengan Nike. Dan seperti mampu membaca pikiranku, Nike ikut tersenyum jahil sepertiku. "Kok gue jadi merinding sih liat kalian berdua gitu," ucap Nabila gugup. Cewek itu bahkan beberapa kali mengusap belakang kepalanya. sepertinya ia sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan ini. "Gimana kalo kita bertiga bahas tentang hubungan lo sama Hendra, Nab." Nabila terlihat terkejut, tapi cewek itu memilih menutupinya dengan sikap biasa. "Kenapa jadi bawa-bawa Hendra deh? Kan nggak ada hubungannya sama dia." "Ya ada dong," ucap Nike bersemangat. Aku sempat terkekeh melihatnya. "Lo nggak mau cerita nih tentang hubungan Hendra yang coba buat PDKT sama lo?" ucapku sambil bersedekap. "Lo tahu dari mana?!" Nabila buru-buru menutup mulutnya dengan tangan saat sadar apa yang baru saja ia lakukan. Pipinya terlihat memerah saat ini, membuatku dan Nike terkekeh geli. Tapi sayangnya kekehanku tak bertahan lama saat seseorang memanggilku. Langsung saja aku menaikkan pandangan. Senyumku merekah saat melihat Abdee berdiri di depan pintu kelas. Cowok itu menggerakkan tangannya memanggilku. Aku pun langsung berdiri menghampirinya. "Ada apa?" tanyaku. "Cuma mau ngasih ini," Abdee menyodorkan sebungkus roti stroberi padaku. Itu roti kesukaanku! "Tadi pas dikantin mau beli minum, gue liat roti kesukaan lo. Tinggal satu doang, karena takut lo nggak kebagian jadi gue beli aja buat lo." Aku menerima roti pemberia Abdee dengan senyum yang tak kutahan-tahan. "Makasih," "Sama-sama," ia mengusap rambutku sekilas. "Kalo gitu gue balik ke kelas dulu ya. Bye." Aku masih berdiri di depan kelas sambil tersenyum seperti orang bodoh. Hingga Abdee masuk ke kelasnya, aku baru beranjak dari sana. Aku memandangi roti pemberian Abdee dengan senyum konyol. Lalu saat aku menatap kedepen, aku baru teringat sesuatu. "CIEEEE JIHAN!" ucap Nike dan Nabila serempak. Terdengar begitu menyebalkan ditelingaku. Sialan! Kenapa sekarang jadi aku yang kena?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN