21 Pembalasan Dendam

1030 Kata
Dino yang merasa bersalah duduk terdiam di atas kasur yang masih berantakan. Sedang Rani duduk di atas sofa kecil berseberangan dengan sang suami. "Maafkan aku, Ran. Aku khilaf. Kami terlalu sering bersama dan kesibukanmu waktu itu membuat aku lupa diri." Dino mencoba memberi alasan mengapa ia akhirnya selingkuh dengan Nissa. Rani menatap sang suami dengan tatapan yang seperti ingin memakan laki=laki itu hidup-hidup. "Oh, jadi sekarang aku yang salah? Begitu? Jadi karena kamu merasa kurang diperhatikan makanya kamu cari perhatian dari perempuan lain? I see." Nada suara Rani terdengar lembut, tetapi tajam dan menusuk. Ia sedang tidak ingin berwajah dan bicara manis. Ia sekarang ingin sekali menghancurkan seisi kamar hotel itu. "Bukan begitu, Ran. Tapi, saat aku butuh kamu waktu itu kita sedang berjauhan ... dan ... dan Nissa yang memang terus-terusan menggodaku membuatku lupa diri." Rani bertambah kesal, pokoknya apa pun yang dikatakan suaminya saat ini adalah sebuah kesalahan. Bagi wanita itu, Dino tidak dalam kondisi bisa menjelaskan segala sesuatunya dengan baik. "Oke, jadi sekarang salah Nisa. Salahnya, lah, kamu menidurinya, bermesraan di saat sedang berjauhan dengan istrimu, dan mengulanginya lagi karena keenakan dan tidak ketahuan. Enak betul!" Rani masih berkata sarkas. Ia ingin menyakiti sang suami, tetapi bukan dengan tangannya. Kalau saja di tangannya ada senjata sudah dipastikan laki-laki itu tak akan selamat. "Aku sudah bilang maaf, kan? Semua salahku, tetapi semua itu kulakukan bukan karena keinginan semata. Waktu itu aku benar-benar khilaf. Tolong maafkan aku, Ran. Anggap semua hanyalah kesalahan, aku akan perbaiki semuanya. Aku janji tidak akan mengulangnya lagi, Ran." "Memang semuanya itu salahmu, Mas!" Rani berdiri dan berjalan mendekat. Dino merasa mata istrinya itu tampak membara dengan kemarahan yang belum tertumpahkan semua. "Iya, salahku. Please, Ran. Jangan sampai ada yang tahu masalah ini. Aku benar-benar malu, aku sendiri tidak menyangka mengapa aku sebodoh itu. Aku akan perbaiki semua, kita akan semakin mesra setelah kejadian ini, aku janji." Dino menunjukkan dua jari membentuk huruf V, ia pun berdiri dan menatap sang istri dengan tatapan yang selama ini akan membuat istrinya meleleh hatinya. Namun, Dino salah. Rani benar-benar sedang marah besar. Kemarahannya ini tidak akan mudah luluh hanya dengan tatapan, tanpa laki-laki itu tahu, wanita itu telah memutuskan sesuatu. "Baiklah, demi anak-anak aku akan memaafkanmu. Aku tidak akan laporkan kelakuan ini ke orang tua kita. Aku akan anggap semua angin lalu, tetapi percayalah aku akan membuatmu menyesal telah berselingkuh dariku, Mas." "Terima kasih, Ran. Aku akan memperbaiki semuanya. Aku janji pernikahan kita akan baik-baik saja, anak-anak dan keluarga kita tidak perlu tahu tentang masalah ini. Aku janji akan membahagiakanmu." Dino mencoba memeluk wanita yang dicintainya itu, ia tidak habis pikir mengapa ia pernah berbuat hal yang tidak seharusnya. ia menyesal tak mampu menahan hasrat dalam dirinya. "Aku memiliki syarat." "Katakan, katakan apa saja syaratmu itu. Aku akan memenuhinya." Rani menatap sang suami, ia tidak bisa mengontrol tatapannya yang membenci laki-laki di depannya itu. Ia menyesal telah mempercayai semua yang dikatakan sang suami. Sekarang, ia akan mengambil jalan yang egois. Aku berhak untuk bahagia. "Pertama aku akan kembali bekerja." "Tentu saja, kau boleh bekerja lagi, apakah kau akan kembali ke kantor yang lama? Aku akan membantumu bicara dengan bosmu." Dino yang sempat berpikir sang istri akan meminta hal-hal ekstrim darinya bernapas lega. "Tidak. Aku tidak mau bekerja dengan di sana lagi. Aku punya kenalan seorang dokter yang baru membuka klinik. Ia membutuhkan tenaga administrasi. Aku akan bekerja untuknya." "Klinik? Dokter? Laki-laki atau perempuan dokternya?" "Kenapa kalau laki-laki? Kau takut aku akan berselingkuh? Ha-ha, lucu!" "Ah, bukan begitu, Sayang. Aku hanya ingin tahu." "Laki-laki. Ia mantan dokter klinik di kantorku. Saat mengetahui aku berhenti dari kantor ia pernah memberikan kartu nama dan memintaku untuk bekerja untuknya jika aku mau. Saat itu aku jelas ingin fokus mengurus rumah tangga, tapi sekarang. Aku berpikir, bekerja atau di rumah, kalau memang suami sudah niat berselingkuh maka tidak akan ada bedanya, iya, kan?" Dino menunduk, ia membiarkan sang istri berkata tajam semacam itu. Baginya itu lebih baik daripada rani meninggalkannya. "Baiklah, baiklah. Boleh. Kau boleh bekerja di sana. Aku tidak akan berkata apa-apa tentang ini." "Memang harusnya begitu, aku ingin tahu seperti apa ketika suamiku yang tukang selingkuh ini mencemburui istrinya yang gemuk ini." "Ran, please jangan kejam begitu. Jangan menyimpan denda begitu, marahlah sesukamu aku akan menerimanya." "Aku tidak akan menurut kali ini, Mas. Aku akan lakukan apa yang aku mau sampai kemarahanku reda, dan syaratku adalah kau tidak berhak melarangnya. Kalau kau tidak suka itu urusanmu, seharusnya kau berpikir sebelum selingkuh. Kau tahu aku seperti apa kalau marah, kan? Rani melipat kedua lengan di depan tubuhnya. Sikapnya yang defensif membuat Dino terdiam. "Baiklah, baiklah. Aku memang salah. Kau boleh menghukumku. Tapi, asal kau tahu aku tetp mencintaimu, Ran." "Terserah!" Dino kembali mencoba memeluk sang istri. Namun, Rani menghindar dan masuk ke dalam kamar mandi. Dari dalam sana ia berteriak kepada sang suami yang terduduk lesu di atas sofa yang tadi diduduki Rani. "Kita pulang sekarang! Ambil anak-anak di rumah Ibu terus kita langsung balik ke Jakarta." "Tapi, Ran. Aku udah booking hotel ini selama tiga hari. Masih sehari lagi, sabar, ya, Sayang. Nanti kita kena biaya penalti." Rani diam di bawah pancuran, membiarkan dirinya basah seluruhnya. Air matanya tidak tampak dalam kucuran air deras yang keluar dari keran. Ia ingin menangis dengan keras, memaki-maki, atau menjerit sekencang mungkin. Akan tetapi, hatinya terlalu sakit. Ia tidak ingin laki-laki di luar sana melihat betapa ia sedang kesakitan. Wanita itu keluar dari kamar mandi, membiarkan tetes air masih membasahi wajah dan punggungnya. Dino mendekat dan memberikan handuk kecil kepada sang istri. Rani masih terdiam dan membiarkan handuk tersebut menutupi kepalanya. Ia berjalan tenang menuju ke depan kaca rias. Dino mengambil inisiatif untuk mengeringkan rambut Rani, ia mulai menggerak-gerakan tangannya di balik handuk. Pelan-pelan ia membuat tetesan air mengering dengan usapannya. Setelah itu ia mencolokkan kabel pengering rambut dan mulai mengeringkan rambut sang istri. Rani menatap wajah sang suami, laki-laki itu memang selalu memperlakukannya dengan baik selama ini. Pria sempurna yang belum tentu ia temukan lagi di luar sana. Wanita itu tidak tahu, sampai kapan kemarahannya akan berakhir. Setiap mengingat setiap kebohongan laki-laki itu yang pernah diucapkan, membuat mata Rani kembali mengeras. "Kita pulang hari ini." = = = = = = = = =

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN