Bittersweet 05

1168 Kata
Pria itu berjalan ke arah keduanya, melirik sebentar ke arah Minkyu yang juga tengah melihat ke arahnya. "Apa yang Oppa lakukan di sini?" tanya Seoah heran. "Hanya kebetulan lewat dan ingin mampir," sahut Wonshik sambil menggaruk tengkuk. Sebelah alis Seoah naik. Ia merasa agak ragu dengan perkataan Wonshik. Hanya kebetulan lewat? Cukup mustahil mengingat jarak laut dan rumah yang cukup jauh, juga waktu yang baru menunjukkan pukul sembilan pagi. Masih terlalu pagi untuk berjalan-jalan ataupun semacamnya. "Apa yang kau makan?" Mencoba mengalihkan perhatian, Wonshik memilih duduk di samping Seoah. Gadis itu diam, namun beberapa detik kemudian ia menggeser kursi yang di tempatinya sedikit menjauh dari Wonshik. Melihat hal itu membuat Wonshik terdiam. Sejenak ia lupa dengan apa yang tengah terjadi antara dirinya dan Yoon Seoah. Gadis itu pasti merasa tidak nyaman berada di dekatnya. "Mie soba dingin, Minkyu yang membuatnya." Pria yang disebut namanya menghela napas. Setidaknya masih ada yang mengingat keberadaanya di sana. "Temanmu?" "Kenalan," sahut Seoah pendek. Wonshik mengangguk saja. Suasana di antara mereka jadi agak canggung, dan beberapa kali Seoah melirik ke arah Minkyu ataupun Wonshik. Keduanya sesekali saling beradu pandang. Kilatan aneh seolah ada di sorot mata keduanya, seperti dia kubu yang saling bertolak belakang. "Oppa, kau mau makan juga?" Berusaha mencairkan suasana, Seoah berucap. Wonshik menoleh, tersenyum tipis dan menggeleng. "Tidak. Mie tidak bagus untuk kesehatan," katanya. Perasaan Seoah menjadi tidak karuan saat sebelah tangan pria itu hinggap dan memberi usapan lembut pada pucuk kepalanya. Ia ingin mengelak, menolak dengan apa yang baru saja dilakukan Wonshik padanya. Tapi mengingat sudah ada beberapa pengunjung yang datang, membuatnya hanya bisa diam menerima. Acara makan-makan pagi itu berjalan cukup baik. Meski Wonshik tidak turut menyantap mie soba, pria itu tetap duduk di sana dan memperhatikan Seoah yang jadi kikuk sendiri. Sementara Minkyu. Ia tahu ada sesuatu yang lain dari pria bernama Wonshik itu. Ia juga ingat dengan jelas jika pria itulah yang membuat Seoah menangis hebat tempo hari. "Mau kemana lagi kita?" tanya Minkyu begitu ketiganya keluar dari kedai. "Bagaimana jika ke kebun strawberry?" "Seoah harus kembali ke rumah dengan segera." Bukan. Itu bukan Yoon Seoah yang berucap. Melainkan Jeon Wonshik. Pria itu juga dengan posesif merangkul bahu Se9ah agar mendekat ke arahnya. Menyadari perlakuan Wonshik. Perlahan Seoah melepas rangkulan pria itu. Ia memilih untuk bergeser dan berdiri di samping Minkyu. "Oppa pulanglah. Bukannya hari ini Oppa dan Unnie akan melakukan fitting pakaian dan juga cincin?" Seoah berucap dengan setenang mungkin. Ia tentu saja sadar diri, dan tidak ingin menambah dalam luka yang dirasakannya saat ini. Ia perlu waktu untuk sembuh. "Unnie yang memberitahuku. Cepatlah pulang, agar Unnie tidak menunggu. Kami pergi dulu," katanya seolah tahu arti tatapan mata Wonshik. Ia kemudian menggandeng lengan Minkyu dan menyeret pria itu menjauh dari si pria Jeon yang hanya bisa terdiam di tempatnya. *** Minkyu benar-benar membawa Seoah ke kebun strawberry seperti yang dikatakannya sebelumnya. Minkyu datang dengan dua keranjang kecil dalam tangan. Ia mengelus pelan lengan Seoah yang tampak tengah melamun. "Siap berburu buah merah?" Minkyu berucap dengan suara yang sengaja ditinggikan. Ia juga memasang wajah konyol di hadapan Seoah. "Jangan memasang wajah masam lagi. Saat kau bersama Kim Minkyu, kau harus merasa bahagia. Itu hukumnya wajib," katanya dengan nada jenaka. Seoah tersenyum tipis, ia ingin menghargai usaha Minkyu menghiburnya. "No, no. Bukan seperti itu, tapi seperti ini." Pria itu mendekat, jemarinya perlahan menarik sudut bibir Seoah menjadi dua lengkungan atas. Sebuah senyuman yang jauh lebih baik. "Sudah pernah ku katakan jika kamu terlihat jauh lebih cantik saat tersenyum seperti itu," ujarnya lagi. "Bagaimana jika seseorang tersenyum tapi tidak tulus? Apa ia masih terlihat cantik?" Minkyu tersenyum tipis. Ia mengusap pelan kepala Seoah dengan lembut. "Ya. Karena biasanya di balik senyum ada alasan tersendiri, tapi saat seseorang tersenyum dengan tulus ia akan terlihat jauh lebih cantik," sahutnya. Seoah diam. Entah mengapa perlakuan Minkyu bisa membuatnya sedikit merasa tenang. Ia sendiri juga merasa heran dengan hal itu. Hari itu mereka habiskan dengan bersenang-senang, mulai dari memetik strawberry, mengunjungi akuarium karena si pria Kim yang tiba-tiba saja diberi dua tiket gratis oleh kawannya. Dan berakhir seperti sekarang. Keduanya berdiri di depan sebuah gedung apartemen tempat tinggal Kim Minkyu. Alasan mengapa keduanya ada di sana adalah karena tiba-tiba saja nenek Minkyu menelepon dan meminta bantuannya untuk membenarkan lampu di ruang tengah. "Kau yakin akan menunggu di sini? Masuk saja, hari juga sudah semakin sore." Kata si pria Kim masih coba meyakinkan. Seoah menggeleng. "Ku tunggu di sini saja. Sekalian mencari udara," ucapnya. Meski dengan wajah merengut juga khawatir, pada akhirnya Minkyu berjalan pergi. Beberapa langkah pria itu berjalan, ia kembali berbalik. Meyakinkan si gadis Yoon sekali lagi lewat ucapan tanpa suara. Seoah terkekeh. Ia mengangguk kemudian melambaikan tangan ke arah Minkyu, meminta pria itu untuk segera masuk. Sekitar sepuluh menit sudah Seoah menunggu. Tapi batang hidung Kim Minkyu tidak kunjung terlihat. Ia yang merasa bosan hanya mengetuk-ngetukkan sepatunya di atas tanah. Atensinya kemudian teralih saat tiba-tiba saja sebuah jeruk keprok menggelinding ke arah kakinya. Ia memungut jeruk tersebut, dan melihat seorang nenek yang tengah memunguti beberapa jeruk keprok yang terjatuh. Tanpa berpikir panjang Seoah segera membantu nenek tersebut. Ia memunguti beberpa jeruk dan memberikannya pada si nenek. "Terima kasih banyak, nak," kata nenek tersebut dengan senyum ramah. "Tidak masalah, nek. Mari saya bantu membawa buahnya." Dua wanita beda generasi itu berjalan beriringan dengan Seoah yang membawa sekantong buah-buahan. Keduanya tiba di lantai tiga, dimana unit apartemen si nenek berada. Belum sempat wanita paruh baya itu membuka pintu apartemen, dari arah dalam lebih dulu muncul Minkyu dengan wajah panik. "Nenek!" kejut pria itu. Wajahnya panik luar biasa. "Kau sudah datang?" "Ku pikir nenek hilang atau terjadi sesuatu karena di dalam sangat berantakan. Nenek kemana saja?" tanya pria itu cepat. "Tenanglah. Nenek baik-baik saja. Nenek hanya pergi ke minimarket depan untuk membeli jeruk keprok kesukaanmu." "Lalu kenapa rumah sangat berantakan?" "Itu ulah Aji. Dia menjadi semakin aktif akhir-akhir ini." Minkyu menghela napas lega. Kemudian tanpa sengaja ekor matanya menangkap sosok Seoah yang sejak tadi hanya diam di tempat. "Loh? Kau ada di sini?" tanya nya. "Dia gadis baik yang menolong nenek tadi saat jeruknya tumpah ke jalan. Kalian saling mengenal?" "Dia teman Minkyu, nek." "Kalau begitu, ayo masuk. Nenek buatkan makan malam untuk kalian." Ketiga orang tersebut pun masuk ke dalam unit apartemen milik nenek Minkyu. Sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya, Minkyu yang tengah memperbaiki lampu di ruang tengah tersenyum kecil saat melihat Seoah yang tengah membantu sang nenek memasak di dapur. Unit apartemen itu cukup kecil, dan tidak ada sekat pemisah antara dapur juga ruang tengah yang sekaligus berfungsi sebagai ruang tamu. Tidak membutuhkan waktu lama, makanan sudah dihidangkan di meja depan televisi. Sang nenek segera memanggil Minkyu yang saat itu tengah menyimpan kursi untuk bergabung makan malam. Menu sederhana tersaji di atas meja. Hanya tersedia chapjae, beberapa gorengan juga tteokbokki buatan rumah. Tapi meski begitu, suasana hangat yang tercipta di sana benar-benar terasa nyaman. Terlebih Nenek Minkyu dengan senang hati menunjukan beberapa foto juga kenangan masa kecil pria itu pada Seoah. "Kalian terlihat cocok. Apa kalian adalah sepasang kekasih sebenarnya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN