Malam ini Anggita bisa sedikit beristirahat karena Calvin ikut menjaga Bella, dia yang menemani Bella di ranjang rawat, sementara Anggita memutuskan membuka laptopnya di ranjang khusus untuk keluarga yang menjaga pasien.
Dia mendapat email pemberitahuan dari redaksi tempatnya bekerja tentang finalty yang harus dia bayar karena dia tidak menjalankan pekerjaan sesuai kontrak. Anggita mengerjapkan matanya beberapa kali. Harganya cukup tinggi, dia tak bisa berkelit karena dia pun telah menanda tangani kontrak yang mencakup hal tersebut.
Meskipun begitu, tetap saja dia merasa kesal, kenapa Risma, editornya sangat marah padahal dia memang tidak bisa melakukan pekerjaan itu. Di saat seperti ini, ide untuk menulis cerita pun tak dia dapatkan. Bagaimana bisa membuat sebuah cerita jika pikirannya sedang kalut?
Anggita kemudian meletakkan laptop di nakas, dia berjalan menuju jendela, melihat pemandangan malam kota. Seolah kota tak pernah tidur di malam hari, lampu jalanan yang menyala terang dan kendaraan yang masih lalu lalang. Syukurlah kamar ini kedap suara sehingga tak terdengar suara bingar dari motor dua tak yang baru saja lewat. Yang suara knalpotnya bising dan memekakkan telinga.
Anggita melihat langit, tampak olehnya kilat yang bersambar. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan.
Sejenak terpikirkan oleh Anggita, dia akan ke perusahaan redaksi itu nanti, meskipun dia memiliki tabungan untuk membayar denda, namun tetap saja dia merasa tidak rela hati membayarnya. Dia akan mengatakan bahwa dia keberatan dengan denda sebanyak itu, pada pemimpin redaksi.
Anggita meyakinkan dirinya, ya dia akan melakukan itu sekaligus mengajukan komplain tentang Risma yang dinilai terlalu egois.
“Belum tidur?” suara berat khas milik Calvin terdengar, sepertinya dia sudah bisa meregangkan tubuhnya karena Bella yang sudah tertidur pulas. Hari ini frekuensi buang air besar Bella tidak sesering kemarin. Sepertinya besok dia sudah boleh pulang jika melihat hasil testnya.
“Belum, kalau kamu mau pulang, pulang saja besok kerja kan?” tanya Anggita.
“Aku sudah janji sama Bella untuk berada di sini. Ngomong-ngomong Bella bilang dia mau menginap di rumah besok. Dia juga mau kamu ikut,” ucap Calvin yang duduk di sofa tak jauh dari tempat Anggita berdiri.
“Aku enggak bisa, kamu tahu kan?”
“Lakukan ini untuk Bella, bukan buat kamu atau aku, bisa?” tanya Calvin dengan nada suara yang tegas. Anggita membuka mulutnya namun dia tak berkata apa-apa.
“Ya sudah,” jawab Anggita pada akhirnya. Tak mau membantah atau memang dia sudah terlalu penat. Anggita pun menuju tempat tidur, dia berbaring dan menarik selimut menutupi tubuhnya sampai leher. Sebaiknya dia tidur malam ini.
Calvin melihat ponselnya, dia mengirim pesan pada asistennya untuk menunda semua meeting besok karena dia tidak bisa berangkat ke kantor.
Meskipun mungkin dia akan kehilangan sejumlah uangnya, dia merasa tak masalah. Bella adalah prioritasnya.
***
Keesokan harinya, Raiz menyatakan bahwa Bella sudah boleh pulang dengan banyak catatan yang diberikannya pada Anggita termasuk menu makanan dan bahan makanan yang boleh dimakan Bella untuk masa recovery ini.
Bella berada di gendongan Calvin, sementara Anggita membawa tas perlengkapan Bella. Mereka menuju mobil Calvin, sekilas terlihat seperti sepasang suami istri muda yang serasi.
Calvin sengaja membawa car seat Bella di mobilnya, Anggita memilih duduk di belakang bersama Bella. Sebenarnya sangat enggan menjejakkan kaki di rumah itu lagi, terlalu banyak kenangan pahit di rumah yang pernah ditempatinya selama pernikahan.
Semakin memasuki daerah perumahan, semakin teringat masa-masa dahulu. Jalanan yang hampir tiap hari dia lewati.
Bella masih terlihat lemas, hanya duduk bersandar di kursi mobil itu, hingga Calvin menghentikan mobil tepat di depan gerbang besar di sebuah rumah mewah tiga lantai di hadapannya. Gerbang itu terbuka, petugas keamanan yang membukanya. Calvin memasuki gerbang berwarna hitam yang menjulang tinggi tersebut. Berhenti tepat di depan pintu masuk, rumah dengan pilar yang besar itu terlihat sangat kokoh.
Ria, asisten rumah tangga Calvin sudah menyambut di depan pintu. Calvin membuka kan pintu untuk putrinya, sementara Ria membuka pintu sebelahnya, Anggita keluar dari pintu itu dengan membawa tas yang diambil alih oleh Ria dengan sopan. Calvin menggendong Bella.
Lalu muncullah seorang wanita paruh baya dengan tampilan yang sangat modis elegant.
“Cucu oma ... ,” sapanya seraya bertepuk tangan. Bella hanya memaksakan senyumnya menatap neneknya yang memang merupakan kalangan sosialita.
“Oma,” panggil Bella pelan.
“Iya ini Oma, Sayang,” ucap wanita tua itu, yang Anggita tahu ibu dari Calvin memang tidak tinggal bersama Calvin sudah sejak lama, sejak dulu mereka menikah. Mungkin dia hanya datang untuk berkunjung?
Ibu Calvin menoleh pada Anggita dengan sorot mata sendu, “apa kabar, Sayang? Kamu terlihat lelah,” ucap ibu Calvin memegang tangan Anggita.
“Ya sedikit kurang istirahat,” ucap Anggita.
“Ayo istirahat di dalam, biarkan mami yang jaga Bella, ya?” tutur ibu Calvin. Anggita hanya mengangguk, berjalan bersisian dengan ibu Calvin yang memang masih mengharapkannya kembali pada Calvin. Dia tahu itu karena hubungan ibu Calvin dan ibunya masih baik dan mereka masih saling berkirim kabar tentang putra putri mereka.
Anggita merasa sangat lelah dan mengantuk, dia pun beristirahat di kamar tamu, kamar yang dulu sangat jarang dimasukinya.
Karena terlalu lelah, Anggita pun terlelap di kamar itu. Dia merasa tenang karena Bella ada yang menjaganya. Sehingga dia bisa beristirahat.
***
Anggita tak tahu sudah berapa lama dia tertidur, dia hanya melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
Dia pun keluar dari kamar, Bella masih menonton televisi dengan Calvin, sementara ibu Calvin sudah tidak ada di sana.
“Mami ke mana?” tanya Anggita.
“Pulang, besok ke sini lagi,” ucap Calvin. Anggita duduk di samping Bella.
“Mama, aku mau tidur di kamar sama mama dan papa,” ucap Bella memohon.
“Enggak bisa Bella, mama dan papa enggak boleh tidur sekamar lagi,” ucap Anggita pelan.
“Tapi kenapa?” rengek Bella.
“Kamu tidur sama papa ya, atau sama mama?”
“Aku maunya sama mama dan papa! Titik!” ujar Bella merajuk.
“Bella stop, jangan bikin mama marah, oke?”
“Mama enggak sayang aku! Aku benci mama!” ujar Bella seraya berdiri. Anggita memegang tangannya.
“Bukan enggak sayang, tapi mama sama papa memang enggak boleh sekamar.”
“Tapi kenapa??? Mama papa teman-teman aku sekamar! Kenapa mama dan papa enggak!” Anggita merasa sangat pusing, emosinya meninggi.
“KARENA MAMA DAN PAPA SUDAH BERCERAI! MENGERTI!”
“Gita, cukup!!” ujar Calvin, dia memeluk Bella yang sudah menangis.
“Berhenti menangis Bella atau kamu akan muntah!!” kecam Anggita.
“Gita!!!” ujar Calvin. Bella semakin menangis mendengar suara keduanya yang berseru. Hingga benarlah yang dikhawatirkan Anggita. Bella muntah karena terlalu keras menangis.
“Bella, kamu baik-baik saja? Sudah berhenti menangisnya ya, nanti sakit lagi,” ucap Calvin merendahkan suaranya. Ria berlari membawakan handuk kecil, dia juga membawa tissue untuk menyeka mulut Bella. Anggita menutup wajahnya kesal.
“A-aku cuma mau bobo sama mama sama papa, kayak teman lainnya,” isak Bella dengan suaranya yang lemah.
“Iya, tapi jangan nangis lagi ya,” tutur Calvin.
“Tapi ... ,” ucap Anggita.
“Please berhenti, Git. Jangan lukai Bella lagi,” ujar Calvin.
“Terus mau sampai kapan? Cepat atau lambat dia harus tahu tentang perceraian kita,” ucap Anggita. Merasa bahwa tak baik terus membohongi Bella.
“Ya enggak sekarang.”
Calvin merasakan aroma tidak sedap dari bajunya, dia pun menyerahkan Bella pada Ria, namun Bella tak mau, terus memeluk erat leher Calvin. Anggita pun berdiri, berusaha menggendong Bella namun tetap Bella tidak mau lepas dari Calvin.
“Oke, Bella malam ini mama tidur sama papa dan Bella, tapi Bella harus biarkan papa mandi dulu, Ya?” ucap Anggita pada akhirnya, dia menyerah dengan keras kepalanya Bella yang tak dia sadari sama sepertinya!
Bella pun mau berpindah gendongan ke pelukan Anggita, kemudian Calvin meninggalkannya. Dia bergegas mandi, di kamar mandi dia menyalakan kran shower, dia menunduk dan memukul tembok di hadapannya beberapa kali. Melampiaskan amarahnya. Setelah agak tenang, dia pun menyelesaikan acara mandinya dan mengganti pakaian.
Dia kembali turun, mengajak Bella dan Anggita untuk ke kamar. Bella sudah berganti pakaian dengan piyama tidurnya.
“Kamu makan dulu, aku sama Bella sudah makan, nanti menyusul ke atas,” ucap Calvin pada Anggita.
“Enggak lapar,” jawab Anggita.
“Makanlah meski hanya sesuap, Mami yang masak tadi, katanya khusus untuk kamu. Setidaknya hargai usahanya,” ucap Calvin meninggalkan Anggita dengan menggendong Bella.
Anggita pun menuju meja makan, ada cumi saus tiram, makanan kesukaannya dahulu. Dia pun memakannya dengan sedikit nasi, rasanya masih sama. Ibu mertuanya memang jarang masak, namun sekalinya masak, dia akan mencurahkan segala kemampuannya sehingga rasanya sangat enak.
Anggita melihat ponselnya sambil makan, hingga dia mendapat pesan masuk dari Calvin yang mengatakan bahwa Bella tidak mau tidur tanpa Anggita. Anggita hanya menarik napas panjang dan berjalan ke kamar Calvin, kamarnya yang dulu pernah ditempati.
Dia belum mandi dan merasa tubuhnya lengket, sayangnya baju bersihnya sudah habis karena tak terpikir akan menginap di sini. Dan di kamar ini, sudah tak ada lagi pakaiannya.
“Aku mau mandi, bisa kamu pinjamkan baju? Aku enggak bawa baju ganti,” ujar Anggita pada Calvin yang masih membacakan buku cerita untuk Bella.
“Ambil di lemari,” ucap Calvin. Bella pun menuju ruang wardrobe di kamar itu, dulu sebagian besar ruangan ini dipakai olehnya, dengan pakaian dan aksesoris lainnya, ada juga tas dan sepatu. Kini ruangan itu tampak lengang.
Anggita mengambil kaos milik Calvin juga celana pendeknya, yang paling pendek karena dia bisa kedodoran memakai celana lainnya yang berukuran cukup besar.
Dia kemudian mengambil handuk bersih, dia tahu tata letak semua barang Calvin, tak ada yang berubah semenjak dia pergi dari rumah ini.
Bahkan di kamar mandinya, tetap tak ada yang berubah kecuali tak adanya sabun atau perawatan kecantikan milik Anggita. Dengan terpaksa dia memakai sabun milik Calvin. Setelah mandi dan berganti pakaian, dia pun kembali ke kamar itu, Bella menatapnya dengan pandangan sendu.
Anggita berbaring di sisi kanan ranjang, sementara Calvin di sisi kiri mengapit Bella yang berbaring di tengah.
“Bella, maafin mama ya,” ucap Anggita. Bella mengangguk dengan mata berkaca-kaca.
“Ini terakhir kalinya kita tidur bertiga ya, Sayang. Papa dan mama sudah bercerai, kita sudah tidak boleh seperti ini lagi, nanti Tuhan marah,” ucap Anggita seraya mengusap rambut Bella.
“Memangnya cerai itu apa?” tanya Bella polos. Calvin bahkan tak tega menatap matanya sehingga dia memilih berbaring menatap langit-langit kamarnya.
“Cerai itu artinya berpisah, meskipun mama dan papa sudah tidak bisa bersama, tapi mama dan papa tetap sayang Bella.” Anggita menjelaskan dengan suara yang sangat pelan.
“Kalau pisah itu kita enggak bisa bobo bareng satu kamar?”
“Iya enggak boleh, tapi malam ini pengecualian. Besok kita pulang ke apartmen ya Sayang, Bella sayang mama kan?” tanya Anggita, Bella hanya mengangguk pelan meskipun dia belum mengerti sepenuhnya.
“Kalau aku mau bobo sama papa bagaimana?”
“Ya Bella boleh menginap di sini sama papa, tapi ... enggak sama mama,” ucap Anggita berhati-hati, dia cukup menyesali tindakan emosionalnya tadi.
Bella menoleh pada Calvin, Calvin menyadari Bella menatapnya, dia kembali berbaring miring menatap putrinya, matanya memang mewarisi mata Calvin. Calvin mencoba tersenyum dan mengusap pipi Bella.
“Sudah malam, bobo ya, besok papa antar ke apartmen. Papa usahakan setiap hari sabtu atau minggu kita akan bersama, oke?” ucap Calvin pada akhirnya. Bella mengiyakan dan meminta kedua orang tuanya memeluknya. Dia merasa sangat hangat dipeluk seperti ini, terlebih Calvin menarik selimut menutupi tubuh mereka.
Anggita melirik Calvin dan Calvin pun menatapnya hingga mereka kemudian memutuskan tatapan itu, fokus menatap putrinya yang semakin lama semakin memasuki alam mimpinya.
Meninggalkan kedua orang tuanya yang tampak canggung. Namun keduanya tak bisa bergerak karena tangan Bella memegangi tangan mereka. Gerakan sedikit saja akan membuat Bella terjaga. Mereka menyadari bahwa kondisi tubuh Bella yang belum terlalu fit membuatnya menjadi demikian.
***