Aku bangun kesiangan setelah semalam baru bisa tidur jam dua pagi. Badan memberi sinyal lelah untuk segera tidur, tetapi otakku justru semakin terjaga. Semakin aku ingin memejamkan mata, semakin rasa kantuk menghilang entah ke mana. Jam sembilan aku berangkat dari rumah, dan setengah sepuluh aku baru sampai kantor. Tidak akan ada yang mengomentariku mau berangkat jam berapa pun. Ah, kecuali Farhan tentu saja! Kulihat anak itu sedang menatapku dari kejauhan sambil tersenyum lebar. Dia mungkin dari ruang produksi dan hendak kembali naik ke ruangannya. “Pagi, Pak Akhdan! Baru hari senin sudah berangkat siang aja, nih?” Farhan setengah berlari ke arahku. “Gimana kemarin? Kencannya lancar?” “Kulakban juga mulutmu lama-lama.” Farhan malah meringis, lalu berjalan mengekor di belakangku.