“Hati-hati di jalan, Dil,” ucapku begitu mengantar Dila menuju mobil lexus putihnya. Dia mengangguk, lalu tersenyum lebar sembari melambaikan tangan. “Iya, Pak. Saya duluan, ya? Pak Akhdan juga hati-hati!” “Iya.” Setelah mobil Dila keluar area parkiran, entah kenapa badanku langsung terasa lemas sampai aku harus menyandar di mobil orang. Aku memegangi dadaku yang berdetak sangat cepat sejak Dila dengan jelas mengiyakan kalau dia membalas perasaanku. Aku pikir ini mimpi, karena aku sama sekali tidak berekspektasi apa pun pada pertemuan kali ini. Aku hanya mengajak Dila makan malam dengan alasan yang kurang jelas— atau lebih tepatnya memberi ruang untuk Dila menjelaskan percakapan kami yang tertunda – dan dia langsung mengiyakan. Dan ya... siapa yang menyangka kalau malamnya kami