Sebuah Niatan Buruk

1633 Kata
Hari untuk kami menjelajahi hutan Nimiyan telah tiba, waktunya menyingkirkan Bangkai Monster yang telah menjadi penyebab wabah penyakit yang sudah memakan begitu banyak korban, di temani oleh Torn dan juga Lyod. Sepertinya petualanganku yang mendebarkan akan segera di mulai. “Dengan kemampuan yang di miliki oleh Eishi… aku tidak menyangka benda-benda ini dapat dibuat dalam waktu satu hari,” ujar Torn membuka pembicaraan saat kami melangkah menuju ke arah hutan. “Benar sekali, benda yang nampak aneh dan sulit di buat oleh pengrajin biasa bahkan terasa selesai dalam sekejap mata di tangan terampil Eishi.” “Haha… mungkin kita harus menyebutnya sebagai raja pengrajin.” “Atau Pengrajin Ajaib,” kelakar Lyod sembari tertawa. Mereka cukup terkejut dengan kemampuanku menciptakan benda, bukan hanya mereka… bahkan akupun cukup terkejut awalnya dengan kemampuan seorang kelas Crafter. Berpikir membuat atau menciptakan benda itu cukup sulit, dengan kemampuan Champion berkelas Crafter, ternyata hal yang dirasa sulit malah menjadi gampang. Malam itu… aku hanya memikirkan untuk membuat benda yang mampu mengatasi masalah yang saat ini ingin ku tangani, masalah yang berkaitan dengan virus dan wabah yang menyebar ke seluruh lingkungan melalui udara, maka aku terpikir untuk membuat sebuah masker. Masker yang pertama kali muncul di otakku adalah masker berbentuk paruh burung yang dulunya di pakai oleh orang bumi di kala mereka menghadapi wabah penyakit yang melanda suatu negeri, kalau tak salah... aku pernah membacanya di buku sejarah, penyakit yang di sebut pes atau The Black Death, sebuah masker kuno yang memiliki nilai sejarah. Lalu dengan cara yang unik system yang terlihat mirip dengan Vidio Games itu menampilkan apa yang aku pikirkan ke dalam sebuah tabel layar, dan disana aku ditunjukkan bahan-bahan yang harus ku sediakan untuk membuat masker dan cara menyempurnakan masker tersebut. Aku langsung meminta Lyod dan Torn membantuku mengumpulkannya, saat semua terkumpul, aku bingung harus memulai dari mana, karena di dalam tabel layar dikatakan saat membuat masker itu aku butuh gunting dan juga jarum jahit yang agak besar. Saat aku meminta ke dua hal tersebut, warga desa tidak dapat menemukan benda yang aku maksud, aku bingung… jika aku seorang pengrajin, kenapa Dewa Garileon hanya memberikanku sebuah palu dan juga gergaji? Padahal peralatan seorang pengrajin bukan hanya itu-itu saja, jadi saat aku memegang palu dan gergajiku itu, sebuah hal yang membingungkan terjadi, paluku berubah menjadi jarum dan gergajiku berubah menjadi gunting. Lyod dan Torn terperanga, mereka sempat menyebutku sebagai seorang pesulap, itu karena aku mampu memunculkan sebuah palu dan gergaji dari sebuah ketiadaan dan mengubah bentuk benda itu sesuai dengan kehendakku, dari sana aku sadar bahwa hanya dengan dua benda itu sudah cukup bagiku untuk memenuhi syarat menjadi seorang Crafter. Ternyata apa yang selama ini aku anggap lebih buruk daripada milik Champion lain, memiliki nilai lebih tergantung pada siapa yang menggunakannya. Tak sampai di situ saja, kelas Crafter ini adalah kelas yang menurutku paling ajaib, begitu banyak hal yang mencengangkan di tunjukkan saat aku menggunakan skillku sebagi seorang Crafter. Saat aku menggunting sebuah kulit hewan, aku hanya butuh satu Gerakan memotong, dan secara otomatis potongan itu akan menjadi sebuah bentuk yang sesuai dengan apa yang aku imajinasikan. Saat aku memasukkan satu tusukan benang jahit, benda yang ku jahit itu sudah menjadi jahitan yang sempurna, itu benar-benar membingungkan, tapi saat itu juga aku berpikir bahwa itu sangat praktis. Itulah bagaimana aku bisa membuat benda dan peralatan yang kubutuhkan dengan waktu yang sangat singkat. Mungkin jika aku terus mengasah kemampuanku sebagai seorang Crafter, membuat candi dalam waktu satu malam bukanlah sesuatu yang mustahil bagiku. “Eishi, pakaian yang kau buat ini tidak diragukan lagi dapat menghindarkan diri kita dari wabah penyakit, bahkan aku merasa tidak akan mungkin sesuatu akan menyentuh kulitku saat memakai ini.” “Benar, bahkan anginpun tidak. Ini… gerah,” sahut Torn. “Bersabarlah kalian berdua, memang sangat gerah menggunakan pakaian ini, tapi itu akan lebih baik jika dibandingkan kita harus terkena wabah,” jawabku. “Oh iya… kau menaruh beberapa rempah dan juga bunga-bunga yang wangi di moncong benda yang kau sebut masker ini, memang saat kita memakainya akan merasa nyaman karena wanginya. Tapi… bukankah kita malah tidak dapat mencium bau bangkai monster tersebut?” “Aku juga memikirkan hal itu, Eishi… bagaimana cara kita tau bangkai itu ada dimana saat kita tidak bisa mencium asal baunya,” tambah Torn. Lalu aku memetik sebuah daun, dan daun yang ku pegang itu ku arahkan kehadapan Lyod dan Torn. “Bisakah salah satu dari kalian sedikit berpindah? Aku tidak ingin kalian menghalangi anginnya.” Lyod sedikit bergeser dan daun yang tadinya diam bergoyang terhempas oleh angin. “Di mana daun ini terhempas, arah sebaliknya adalah di mana angin bertiup. Di mana angin bertiup dari sanalah bau menyengat bangkai monster itu berasal.” “Asalnya dari arah hilir sungai,” ujar Torn. “Baguslah, mungkin kita juga akan tau apa yang menyebabkan sungai di desa menjadi kering,” jawabku. Kami bertiga melanjutkan perjalanan dengan ikut pada petunjuk angin, semakin jauh kami bertiga berjalan, seharusnya kami semakin dekat. Tapi, karena maskerku yang begitu sempurna dan rempah serta bunga yang membuat kami tetap mencium bau wangi, bau busuk dari bangkaipun sulit tercium. “Kita sudah cukup jauh dari desa, seharusnya kita sudah bisa melihat bangkai monster itu di sekitar sini, tapi karena kita kesulitan menemukan asal baunya, jadi kita tidak akan mudah menemukannya.” “Eishi, Lyod… apa aku perlu melepas maskerku untuk dapat mencium bau bangkai monster itu?” “Jangan! Terlalu berbahaya, jika baunya sudah dekat, pasti baunya akan sangat menyengat. Jika kau sampai menciumnya secara langsung, kami tidak akan tau kejadian buruk apa yang mungkin terjadi padamu, Torn,” ujarku. “Tapi jika aku tidak melakukannya, bangkainya akan sulit di temukan.” Benar, apa yang dipikirkan oleh Torn adalah hal yang paling masuk akal dalam situasi ini. Tapi… aku tidak boleh menyerah, pasti ada hal lain yang bisa menunjukkan keberadaan bangkai tersebut tanpa kami harus mencari asal baunya. Eishi… berpikir! “Eishi… apa kau sudah menemukan suatu cara agar kita bisa menemukan bangkai itu?” “Aku baru terpikir bahwa di daerah ini kita tidak menjumpai satu ekor binatang berkeliaran. Padahal… tidak jauh setelah kita meninggalkan desa, kita masih bisa menjumpai beberapa unggas dan juga sekelompok Cariot, bahkan beberapa serangga yang berlompatan di antara rumput.” “Tempat ini terlalu sepi, bahkan rerumputan yang kita injak tampak menguning karena kering, dan apa kalian sadar? Dahan pohon yang terlihat tebal ini… mudah sekali dipatahkan,” sambungku sambil menarik dahan pohon yang ada di atas kepalaku dengan sedikit tenaga. “Benar, walaupun daunnya tidak berguguran, tapi pohon ini begitu lapuk, dan daunnya sendiri rapuh. Apa maksudnya ini?” ujar Lyod. “Itu artinya wabah yang disebabkan oleh bangkai tersebut tidak hanya dirasakan oleh manusia saja, tapi binatang dan juga tumbuhan bisa terkena dampak yang sama. Torn… Lyod… kita sudah dekat,” jawabku. “Kita semua harus berpencar di sekitar daerah ini, mungkin bangkai tersebut tergeletak di suatu tempat, saat kita menemukannya, kita harus segera berkumpul di tempat itu. Torn.. Lyod… pegang ini bersama kalian,” sambil memberikan sebuah suar pada mereka aku mengatakannya. “Eishi… benda ini?” “Benda itu namanya adalah Suar, fungsinya adalah mengirim sinyal kepada yang lain. Cara menggunakannya cukup mudah, kau cukup arahkan Suar itu ke atas, lalu kau harus menarik tali ini dengan tanganmu. Setelah itu sebuah asap yang berwarna akan keluar, dan jika kami melihat asap itu, kami bisa langsung tau di mana posisimu berada.” “Seperti yang di harapkan dari Eishi, dia benar-benar membuat benda-benda aneh yang dapat membantu mempermudah kita,” ucap Torn. “Sekarang kalian mengerti, kan. Apa yang harus kalian lakukan?” Lyod dan Torn menangguk, aku seolah-olah bisa melihat ekspresi percaya diri mereka dari balik topeng paruh burung yang mereka kenakan. Dengan begitu kami memulai pencarian bangkai monster itu secara terpisah, karena tempat yang kami datangi sudah memperlihatkan tanda-tanda yang aneh sedari awal, tidak membutuhkan waktu lama untuk menemukan bangkai tersebut. Hanya butuh waktu kira-kira sepuluh menit sejak kita berpencar, dan Suar yang ku buat akhirnya di tembakkan ke arah langit, aku segera bergegas ke tempat itu, dan ketika aku sampai Torn dan Lyod sudah menunggu disana bersama dengan bangkai benda asing yang sudah pasti itu adalah bangkai monsternya. Jika dilihat dari dekat, bangkai tersebut benar-benar besar dan memiliki bentuk yang tidak wajar, maksudku... Bangkai tersebut tidak seperti hewan apapun yang berada di bumi, ada sebagian daging yang masih utuh dan ada sebagian yang sudah memperlihatkan bagian kerangkanya, tapi yang paling menonjol adalah bagian kepala monster yang mirip seperti banteng tapi tekstur kulitnya tidak jauh mirip dengan tekstur kulit buaya, dan jika dihitung... Makhluk ini sepertinya berjalan menggunakan enam kaki. “Benar seperti apa yang telah Eishi duga, ada sebuah bangkai monster di dekat desa.” “Hal seperti ini seharusnya tidak pernah kita temui di sekitar desa kita.” Monster yang seharusnya tidak pernah menampakkan diri di hutan Nimiyan telah mati di hutan yang tidak jauh dari desa, sudah jelas ini sangat janggal. Dari kulit monster ini, aku dapat melihat luka goresan dan tusukan senjata tajam. Apa mungkin monster ini berlari masuk ke dalam hutan setelah dia mendapatkan luka telak saat dia bertempur? Sayangnya, karena luka-luka yang begitu dalam membuat monster ini harus tumbang dan menjadi bangkai. “Jika monster yang sebesar ini masuk ke desa, semua warga desa saat ini mungkin sudah melarikan diri, monster selevel ini untuk warga desa yang sekarang, mana mampu kami melawannya.” “Mengingat sedikitnya pemuda yang ada di desa dan hanya ada anak-anak, sedangkan lainnya adalah para orang tua yang tidak mengerti caranya bertarung, saat monster ini masuk, keadaan pasti langsung berubah menjadi seperti neraka.” “Kita harus bersyukur karena monster ini mati sebelum sampai ke dalam desa,” ujar Lyod. “Aku khawatir kalau monster ini sebenarnya bahkan sudah mati sebelum mencapai tempat ini.” “Eishi, apa maksudmu?” “Seseorang yang telah membawanya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN