Win-Win No Solution

1309 Kata
“Maksud pak Aiman gimana yah?” tanya bapak bingung. Akupun ikut bingung. Tapi jujur saja, aku bisa tebak ke mana arah pembicaraan ini. Instingku terlalu kuat untuk hal mencurigakan seperti ini. “Begini pak, ijinkan saya nikahin Mela, anak bapak.” Aku yang tadinya nangis brutal, kini pipiku langsung kering kerontang mendengar ucapannya. Bukan seperti aku yang kaget hingga berdiri dari sofa, ibu sama bapak malah bisik-bisik di sampingku. “Om ini masih pagi, jangan ngajak gelut dong.“ “Ih Mela! Jangan nggak sopan gitu.” “Om polisi ini yang nggak sopan buk. Baru kenal beberapa minggu udah ngajak kawin,” protesku. “Hussh nikah Mel, kawin mah kucing.” “Sama aja! Nikah, kawin, kimpoi —“ Bibirku langsung dijejelin bantal sofa oleh ibu. Bapak malah terkekeh begitu pula dengan om polisi itu. “Maaf pak Aiman, si Mela mulutnya nggak bisa diajarin.” “Nggak apa-apa buk. Dia lucu kok,” senyumnya yang menurutku malah terlihat horor. Aku menatapnya benci persis seperti di sinetron yang biasa ibu tonton. “Jadi gini...pak —“ “Panggil nama saja pak Agus,” ujarnya basa-basi sambil senyum-senyum kucing garong. Aku muak melihatnya. Rasanya mau muntah tapi nanti ibu kayak reog seperti tadi. “Ehm gini nak Aiman, memangnya apa yang membuat nak Aiman yakin untuk menikahi Mela? Anak saya ini...yah begitulah kelakuannya. Walaupun pintar dan cerdas, dia anak yang nggak bisa dikekang. Kalau nak Aiman nikah sama Mela bisa-bisa nanti pernikahannya banyak terjadi gonjang-ganjing.” Bagus pak! Aku yakin bapak nggak setuju aku nikah muda. Apalagi sama duda yang cerai karena istrinya selingkuh ini. Sudah pasti kan dibalik itu ada sesuatu. Bisa saja si istri selingkuh karena Aiman yang tipikal kurang memperhatikan istrinya. Pokoknya...aku padamu pak! “Selain bantu bapak buat wujudkan semua mimpi-mimpi Mela, saya lakuin ini juga untuk Gala. Saya nggak ngarang cerita tapi Gala setiap hari maunya main dengan Mela. Mau tidur cerita tentang Mela dulu. Saya lihat Mela pun tulus ngejaga Gala selama ini. Jadi selain yang saya bilang agar bapak nyaman lepasin Mela melanjutkan pendidikannya di Jakarta, saya juga butuh Mela untuk jadi istri juga ibu buat Gala yang bapak tahu sendiri Gala dari kecil kekurangan kasih sayang dari mamanya.” Good! Si polisi jago banget aktingnya! Udah kayak aktor kelas kakap yang menang Oscar setiap tahun. Buset deh, omelku dalam hati. “Iya. Kak Mel. Ikut Gala ke Jakarta, yah.” Anaknya juga ikut merayu. Nih pasti ajaran bapaknya nih. “Memangnya nak Aiman pindah tugas ke Jakarta?” “Iya pak. Alhamdulillah tugas di sini sudah selesai. Jadi dapat kenaikan pangkat dan rencana ditugaskan di Polda metro jaya.” Bapak dan ibu kembali bisik-bisik. Sedangkan aku memilih beradu pandang dengan om polisi itu. Selesai diskusi sendiri, ibu sama bapak malah saling melempar senyum. Kayaknya mereka sudah membuat keputusan. Nggak bisa dibiarin nih. Aku mesti berontak! “Kayaknya kita butuh ngobrol deh.” Tanpa menunggu jawaban, aku menarik Aiman keluar rumah. Bapak memperhatikan kami dari kursinya. Begitu pula dengan ibu yang sedang bermain dengan anak polisi yang bapaknya kini sedang kuseret tangannya keluar pagar. Om terkampret ini malah senyum-senyum sendiri karena kuajak pergi. Apa dia pikir aku sedang mengajaknya mojok? Bah! "Om! Saya tahu saya salah. Dan saya berterima kasih sebanyak-banyaknya pada om yang —" "Jangan panggil saya om, Mela —" ringisnya. Aku tetap melanjutkan ucapan ku walau dia memotongnya sejenak. "— yang sudah menyelamatkan saya dari insiden memalukan kemarin. Tapi om —" Aiman menarik alisnya ke atas. Lihatlah duda satu anak ini. Usianya memang dua kali lipat dari usiaku, tapi kenapa ketampanannya setara dengan mas Adi si kasir Indoapril sih? Mereka kalau jalan bareng mungkin nggak akan kelihatan umurnya beda jauh! "Sekali lagi kamu panggil saya om, langsung saya nikahin nih." Aku mendelik. Aiman malah cengengesan tanpa dosa. "Oke! Oke! Bang Aiman! Gini yah..intinya saya nggak mau nikah sama abang. Jangan paksa saya untuk balas budi dengan cara seperti itu please!" Aku menggosok-gosokkan kedua tanganku untuk minta ampun. Tapi beliau ini tetap tak bergeming. "Saya masih kinyis-kinyis begini om! Eh bang!" Aku masih belum puas bicara. Jadi kulanjutkan saja ucapanku kayak panjangnya rel kereta api Medan – Tanjung balai tanpa menunggu gilirannya untuk bicara. “Lagi pula saya ini cita-citanya mau kerja kantoran, tinggal di apartemen, bisa jalan-jalan dari hasil keringat sendiri, hahaha hihihi sama teman seperjuangan, bukan malah jadi babysitter.” “Yang bilang mau jadiin kamu babysitter siapa?” “Ya kamu lah tadi ngomong ke bapak pake bawa-bawa Gala. Jagain Gala karena Gala anggap saya kayak ibunya sendiri.” “Nggak Mel. Makannya saya niat nikahin kamu. Saya nggak main-main soal sayangnya Gala ke kamu. Dia beneran anggep kamu kayak mamanya sendiri. Bahkan asisten saya yang dulu nggak sampai buat dia seperti ini,” jawabnya datar. Bener juga. Tapi....kalau ibu-ibu asisten Gala yang dulu perhatiannya kayak aku, apa si Aiman ini juga bakal nikahin ibu-ibu itu? Pasti enggak! Heleh...modus ae nih kang telor gulung. “Kan bisa anggep saya seperti anak kost. Istilahnya numpang sama kamu nanti di Jakarta nyambi jagain Gala, sesempatnya.” Aku masih berusaha mencari alasan. Tapi om satu ini sepertinya sudah sangat bulat sekali dengan niatnya. “Saya nggak mau dibilang kumpul kebo. Saya ini duda loh.” Aku menghela napas panjang. Betul juga apa yang dibilang beliau ini. Bah..macam mana ini? Aiman maju selangkah yang membuatku langsung refleks mundur ke belakang. Di belakangku ada selokan yang kalau saja Aiman tidak menahan punggungku, bisa saja aku terjerembab jatuh ke dalamnya. Tapi tetap saja, posisi seperti ini malah membuat wajah Aiman terlalu dekat di depan wajahku. Dan itu membuatku grogi hingga rasanya ingin pipis. “Memangnya kenapa sih? Saya juga masih kinyis-kinyis kok. Langka loh dapet duda kayak saya. Seharusnya kamu beruntung.” Beruntung nenek gayung! Maunya apa sih om-om satu ini! Baru saja selesai mengumpat, Aiman malah semakin memajukan wajahnya padaku. Aku refleks tutup mata sambil mendorong tubuhnya menjauh. Aiman tertawa, aku yang ketar-ketir. "Jangan macem-macem yah! Saya laporin polisi!" "Kan saya polisinya —" balasnya. Aku langsung menghentak-hentakkan kaki karena merasa tak berdaya sama sekali. Oh Mela Iskandar! Mana embel-embel preman yang biasa kau gaungkan? Hari ini melawan duda beranak satu ini saja kau tak berdaya! Padahal kemarin kau berkelahi satu lawan satu dengan preman amplas dan kau tak gentar! Ayo Mel! Hajar! "Pokoknya saya nggak mau!" "Kamu tinggal pilih saja. Nggak jadi kuliah di UI dan ke Jakarta atau kamu jadi kuliah tapi menikah sama saya sambil asuh anak saya. Kamu kan pinter Mela. Pasti bisa milih mana yang baik untuk masa depan kamu," ucapnya sambil mengacak rambutku dan juga tersenyum penuh persekongkolan padaku. “Berapa lama?” “Apanya?” “Pernikahan ini. Saya cuma fokus kuliah dan jagain Gala. Selesai kuliah kita pisah, kan?” “Terserah kamu. Soal berapa lamanya ya liat seberapa lama kamu kuliah. Tapi kayaknya empat tahun enggak cukup deh buat kamu,” ucapnya sepele. Siaaaal! “Satu lagi. Pernikahan ini kan terjadi nggak berdasarkan cinta. Jadi kalau saya nikah sama om, saya nggak diapa-apain kan? Saya mau tetap perawan tinting sampai saya lulus!” Aiman kembali mendekat sambil menyunggingkan senyum miringnya padaku. “Tenang aja Mel. Kamu itu ibarat kacang goreng yang kelamaan diangkat. Saya jadi kurang nafsu buat makannya.” Dasar kutu sompret! Habis juga kesabaran ku dengan om-om satu ini! Dengan langkah lebar, aku mengikutinya yang hendak kembali ke rumah. Peduli amat dengan jabatannya, aku jelas sekali ingin melakukan ini. "Om... bentar!" Aiman berbalik dan saat itu juga kulayangkan satu pukulan keras ke wajahnya. Dia mengaduh tapi tak membalasku. Justru malah tertawa nyengir sambil mengelus pipinya. "Boleh juga. Tapi laporan kamu jadi dua yah. Penggerebekan dan pemukulan. Hukumannya bisa lebih dari tiga tahun loh." Aku menjerit frustasi sambil mengacak rambutku gemas. “Jangan galak-galak Mel sama calon suami. Jadi gimana? Setuju kan? Kalau setuju, minggu depan kita ijab kabul. Oke?” Ya Allah! Kenapa nasibku jadi begini? ==
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN