Happy Reading.
Setelah kedua orang itu pergi, Alvaro mengajak Deby masuk ke dalam rumah sakit. "Sebentar tuan, saya lapar. Tadi saya belum sarapan dan langsung ke rumah sakit, saya akan mencari sarapan dulu," ujar Deby memundurkan langkahnya.
Entah kenapa dia merasa harus waspada terhadap Alvaro, pria yang tadi malam sudah membeli keperawanan nya ini terlihat begitu menakutkan. Kenapa juga Alvaro bersandiwara seperti ini, Deby kan jadi takut.
Alvaro menaikkan sebelah alisnya, ini sudah waktunya jam makan siang dan wanita itu belum sarapan? Kenapa wajahnya terlihat menyedihkan sekali. Batin Alvaro.
"Ayo kita makan bersama di restoran depan, ini sudah waktunya makan siang, sekalian aku dan anak buahku juga akan makan siang," ujar Alvaro.
Deby melebarkan matanya tidak percaya dengan ucapan Alvaro. Sepertinya pria itu tidak akan membiarkannya lolos begitu saja.
"Sebenarnya apa maunya orang ini? Tidak mungkin kan kalau dia mau mengambil kembali uangnya yang berjumlah satu miliar itu?" batin Deby.
Alvaro yang tahu gerak gerik Deby yang sepertinya ingin kabur akhirnya menarik lengan gadis itu, tentu saja hal itu membuat Deby terkejut.
"Tolong jangan seperti ini donk?! Saya tuh beneran laper, tuan!" sentak Deby menarik tangannya kembali.
Awalnya para pengawal Alvaro akan maju dan menahan Deby, tetapi Alvaro meng-kode dengan tangannya agar mereka berhenti. Alvaro menyeringai melihat Deby yang waspadai. Sungguh wanita yang benar-benar menarik.
"Oke, bukankah tadi aku sudah mengajakmu makan di restoran depan itu, akan ku traktir. Kenapa kamu tidak mau?"
"Eng ... Deby harus berpikir keras dengan pertanyaan ini, dia tidak mungkin kalau dia akan kabur dan tidak mau bertemu dengan Alvaro lagi. Akhirnya wanita itu menghela nafasnya.
"Tuan, sebenarnya aku sedang dalam masalah besar, pihak rumah sakit tidak jadi mengoperasi kakakku karena ternyata donor ginjalnya sudah diberikan kepada orang lain semalam, dan sekarang aku sangat bingung bagaimana caranya agar bisa mendapatkan ginjal pengganti, pihak rumah sakit akan mengusahakan, tetapi tetap saja mereka akan menunggu beberapa lama sampai menemukan pendonor yang tepat. Aku yakin jika mereka pasti akan mencarikan ginjal itu. Tetapi karena aku bukan orang terpandang dan kaya raya, mungkin tidak akan secepatnya di carikan, beda ceritanya dengan orang yang memiliki jabatan dan kaya," ujar Deby akhirnya mengeluarkan semua unek-uneknya. "Tuan paham kan maksudku?"
Alvaro menaikkan sebelah alisnya, entah kenapa rasanya segala suatu hal tentang wanita didepannya ini semua tentang uang. Mungkin kehidupannya memang tidak sebaik dirinya. Ah, sepertinya memang seperti itu, bukankah Deby sendiri yang mengatakan jika dia menjual keperawanannya karena butuh uang banyak.
"Jadi, saya mohon, jangan ambil uangnya lagi, tuan," Deby memohon. Dia benar-benar takut jika Alvaro akan mengambil uang yang telah diberikan itu.
Sebenarnya tidak seharusnya dia resah, bukankah perjanjian dirinya dan Alvaro memang sepakat dengan uang sebesar itu.
"Kalau begitu ayo ikut aku," Alvaro lagi-lagi menarik tangan Deby dan membawa masuk ke dalam rumah sakit. Deby akhirnya hanya menurut pasrah karena banyak pasang mata yang melihatnya. Mungkin saja orang-orang mengira mereka sedang berdebat masalah asmara karena setahunya mereka adalah pasangan kekasih.
Alvaro berhenti di depan lift tanpa melepaskan tangannya pada genggaman tangan Deby. Alvaro menarik Deby lembut masuk ke dalam. Keduanya hanya diam saja, jantung Deby sudah bergemuruh hebat. Dia merasa takut dengan perlakuan Alvaro terhadapnya.
"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu ataupun mengambil uangmu kembali," ujar Alvaro yang mengetahui kegugupan Deby.
Tidak berapa lama kemudian pintu lift terbuka dan mereka sampai di lantai empat, tempat ruangan Alvaro. Meskipun pria itu tidak bekerja sepenuhnya dirumah sakit tersebut, tetapi Alvaro masih memantaunya dan terkadang datang langsung ke rumah sakit.
"Tuan, Anda mau membawa saya kemana?"
"Ikuti aku saja, nanti kamu tau sendiri," jawab pria itu. Akhirnya Deby menurut dan mengikuti langkah Alvaro. Mereka berhenti di depan pintu besi yang ada tanda hologram di sampingnya. Alvaro mengangkat tangannya dan menekan tanda itu, pintu besi itu terbuka.
Deby benar-benar terpana dengan kinerja alat tersebut.
Alvaro masuk di ikuti oleh Deby, dan setelah beberapa langkah pintu itu pun tertutup otomatis. Alvaro berjalan ke arah kulkas dan mengambil dua botol air mineral dari dalam sana. Pria itu memberikan satu botol kepada Deby dan di sambut oleh Deby dengan kening yang mengkerut.
"Minumlah, perbanyak minum air putih agar konsentrasi mu tetap fokus," Deby menarik kedua sudut bibirnya saat melihat Alvaro yang meminum air mineral itu dengan begitu seksi.
Dia jadi mengingat bagaimana malam itu Alvaro membuatnya menjerit kenikmatan di bawah kukungannya.
"Kenapa tidak di minum?" tanya Alvaro. Deby yang mendengar ucapan pria itu langsung saja membuka tutup botol plastik itu dan meminumnya langsung.
"Uhukk, uhukk!" Deby tersedak.
"Ck, bisa tidak kalau minumnya lebih hati-hati," ujar Alvaro.
"Kalau saja kamu tidak membuat ku terkejut, aku juga tidak akan tersedak, tahu!" batin Deby mengelap bekas air yang ada di baju bagian depannya.
Alvaro menyuruh Deby duduk di salah satu sofa yang ada di sudut ruangan itu. Deby menurut, dia menatap sekeliling dan baru sadar jika dia berada di ruangan yang begitu besar dan megah. Wanita itu kemudian menatap Alvaro yang kini sudah duduk di depannya.
Deby menyipitkan matanya melihat Alvaro yang saat ini juga tengah menatapnya. Wanita itu merasa curiga dengan sikap Alvaro yang tiba-tiba seperti itu. Deby yakin ada yang diinginkan oleh pria itu darinya, tidak mungkin seorang Alvaro, pria yang begitu disegani oleh semua orang tiba-tiba berubah menjadi posesif dan pahlawan untuknya.
"Sebenarnya apa yang Tuan inginkan? Saya tahu jika sikap Tuan itu pasti ada apa-apanya? Apakah Tuan menginginkan saya lagi? Atau Tuan meminta uangnya kembali?" tanya Deby berturut-turut.
Alvaro berdehem, melihat wanita itu entah kenapa Alvaro mengingat kegiatan yang mereka lakukan semalam. Alvaro tidak bisa menghilangkan Deby dari pikirannya. Ah, mungkin karena Deby adalah wanita pertama yang menyerahkan keperawanan untuknya dan hal itu membuat penilaian Alvaro berbeda terhadap Deby.
"Sial, bukankah semua wanita itu sama saja, mereka sama-sama makhluk yang menyeramkan dan bisa membuatku depresi. Aku tidak boleh jatuh dan larut dalam pesonanya," batin Alvaro.
"Ya, aku salut padamu. Ternyata kamu sudah bisa menebak apa yang aku lakukan terhadapmu, tentu saja semua itu tidaklah gratis, kan aku bukan orang yang cukup dermawan. Setiap sesuatu harus ada balasannya, bukan?"
Deby mengepalkan tangannya ketika mendengar ucapan Alvaro.
"Emangnya siapa yang ingin meminta bantuanmu? Meskipun kau tidak membantu aku juga tidak apa-apa, dasar bule," batin Deby.