Ch 7
Kedatangan Kasih membuat hati Citra sedikit tenang, karena hal yang buruk tidak jadi terjadi. Citra mencoba membuka lakban di mulutnya, membenarkan kancing bajunya, ia masih terus menangis. Penglihatannya buram karena air matanya.
Ia berjalan mendekat pada Kasih. Ia memegang lengan Kasih.
"Bu, tolong saya, bapak mau–" kata-kata itu terpotong oleh ucapan Jhon.
"Kamu mau cari muka sama istri saya? Kamu mau bilang saya menggodamu? Atau mau memperkossamu?" cetusnya.
Di situ Citra merasa benar-benar diperdaya dan di permainkan. menjadi kambing hitam. Jhon memutar balikkan semua fakta.
Citra hanya bisa menangis dan terus menggelengkan kepalanya. Kasih yang melihat itu merasa iba dengan Citra. Bagaimana tidak setelah masalah yang telah ia hadapi dan jelas itu adalah kesalahan Jhon kini Citra hampir saja menjadi korban dari suami bejatnya sendiri.
"Ta – tapi memang benar seperti itu adanya pak, bapak masuk ke kamar saya menutup mulut saya dengan lakban dan – dan bapak mau ...." Isak tangis Citra pecah kembali begitu ingat kejadian yang baru saja menimpanya. Mulutnya tak lagi bisa menyuarakan haknya untuk membela dirinya sendiri. Ia sudah pasrah akan keadaan ini.
"Kamu pintar ya cari alasan padahal kamu sendiri yang memasang itu menutup pintu menguncinya itu kamu sendiri yang lakukan kenapa kamu jadi menyalah kan saya? Hebat banget kamu setelah pulang malah berani beraninya memfitnah saya." sangkal Jhon saat itu.
Citra hanya diam, ia berpikir percuma menjelaskan apa yang terjadi. Dia pikir Kasih tidak akan percaya dengan apa yang ia ucapkan. Ia hanya bisa menangis menerima semuanya, semua cacian dan tuduhan yang Jhon beriklan saat ini.
Ya Tuhan, bantu hamba. Batin Citra. Ia benar-benar berserah pada sang pencipta.
Kasih hanya menatap mereka, tatapannya tajam menghunus kearah Jhon. Air matanya luruh secara perlahan. Terlihat betul kekecewaan dalam hatinya pada Jhon. Dia pergi meninggalkan Citra dan juga Jhony. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ia kesal dengan sikap dan kelakuan Jhon. Tapi ia tidak ada muka untuk tetap berada di depan Citra. Ia malu, malu akan kelakuan setan suaminya.
Jhon menyusul Kasih yang telah keluar dari kamar. Meninggalkan Citra yang sudah terduduk lemas di samping ranjang didepan cermin. Citra menangis melihat pantulan dirinya di depan cermin itu, melihat betapa buruknya dirinya saat ini. Banyak noda membiru merah di d**a dan leher. Ia menarik rambutnya frustasi. Begitu menjijikkan tubuhnya saat ini. Seakan tangisannya pun tak akan merubah keadaan bahwa dirinya hampir saja di lecehkan oleh majikannya sendiri.
Orang yang begitu di hormati setelah ayahnya. Tapi kelakuannya seperti binatang.
Citra menuju ke kamar mandi mengguyur tubuhnya di bawah shower, berharap noda-noda akibat kiss mark itu menghilang beserta derasnya air yang menghujamnya.
Air matanya tak berhenti menetes.
Ya Allah ampuni hamba, maafkan hamba. Kenapa semua harus terjadi? Apa yang salah denganku? sesal Citra pada dirinya sendiri.
.
.
****************
.
..
Di sisi lain ruangan di rumah itu.
Pertengkaran kembali terjadi antara Jhon dan juga Kasih.
"Kenapa kamu tega melakukan itu sama Citra? Tidakkah kau kasihan melihatnya? Selama ini dia sudah berjuang untuk kita! Kau memang iblis, Jhon! Kau tidak pantas dipanggil manusia! Pergilah kau dari sini, ambil! Ambil semua yang kau mau, ambil!!!" teriak Kasih kalap.
Dia begitu menderita akibat ulah Jhon, pertama dia telah mengkhianati dirinya dengan wanita bernama Rasty. Kedua dia tega memperdaya wanita lemah seperti Citra.
"Ma percaya sama aku, aku hanya di jebak sama dia. Entah dengan siapa sebelumnya dia melakukannya, dia membuat seolah itu ulahku, tadi aku bangun ketika dia teriak minta tolong, memanggil kamu, aku ke sana dan setiba aku di sana dia sudah melakban mulutnya bajunya terlepas bekas kiss mark di mana-mana, aku juga tidak tahu, dia langsung menguncinya saat aku mau membukanya, mama sudah berhasil membukanya." kilahnya.
Sungguh Jhon, kau benar-benar lelaki b******n yang pernah ada.
Kasih hanya diam tak menanggapi ucapan dari Jhon. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah dia harus menyelamatkan Citra dari rubah berwujud manusia seperti Jhon.
Kasih begitu menyayangi Citra seperti keluarganya sendiri. Mengingat betapa besar peran Citra dulu saat dirinya dan juga Jhon tidak ada di rumah. Dia yang mengurus serta menjaga anak-anaknya.
Kasih kembali keluar, meninggalkan Jhon di kamar. Ia kembali ke kamar Citra. Namun ia tak mendapati Citra di sana. Kasih duduk di bibir ranjang menunggu Citra kembali. Kasih tahu pasti Citra di kamar mandi.
Setelah beberapa waktu berlalu Citra dengan mata sembamnya masuk ke kamar. Kepalanya terus menunduk, bahkan dia tidak tahu kalau Kasih telah berada di dalam.
Sampai suara Lembut Kasih terdengar di telinganya.
"Citra? Ibu minta maaf akan kelakuan bapak ya? Ibu mau kamu aman, jadi ibu minta sama kamu sebelum saya bangun kamu sudah harus bereskan semua barang-barang kamu dan pergi dari sini. Maafkan saya Citra, saya percaya sama kamu ko. Tapi jika kamu tetap di sini maka, akan sangat tidak aman buat kamu," kata Kasih lembut pada Citra.
Dengan mata bengkak Citra mengangkat pandangannya. Menatap Kasih dengan penuh pengharapan.
"Tapi Bu saya mau kemana lagi? Saya tidak tahu mana-mana di sini, tolong Bu, tolong saya. Maafkan saya." Citra memohon. Bahkan dia meminta maaf, meski dia tahu kalau dirinyalah di sini korbannya. Dia hanya tidak tahu harus pergi kemana, apalagi pagi-pagi buta.
"Tidak Citra, tidak perlu meminta maaf, saya percaya sama kamu. Sebelum kamu datang kami memang sudah bermasalah. Dan kamu sama sekali tidak berhak untuk meminta maaf. Kamu tidak ada kesalahan sama sekali. Percaya sama ibu, jika kamu terlambat keluar dari sini bukan tidak mungkin Jhon akan sangat menyakitimu. Dia adalah laki-laki yang pintar bicara Citra. Hanya saya yang paham dengan dirinya. Maafkan saya jika saya harus mengusir kamu dengan cara seperti ini." kata Kasih panjang lebar.
"Percaya sama saya Citra, ini demi kebaikan kita. Ibu akan kasih kamu uang untuk berobat ya, ibu tahu kamu pasti syok akan kejadian ini." imbuhnya.
Mau tidak mau Citra menuruti permintaan Kasih. Ia bersyukur Kasih percaya dengan dirinya dan membelanya. Ucapan terima kasih terus lolos dari bibir mungil Citra, dengan derai air mata Citra memeluk Kasih. Kasih membalas pelukan itu. Ia merasakan sakit yang Citra rasakan. Karena sakit hatinya tiga hari yang lalu belum terobati.
Kasih memberikan amplop coklat tebal lagi pada Citra sebagai permintaan maaf.
Napas Citra sedikit teratur namun ketakutannya masih belum mereda. Ia takut kalau Jhon akan datang kembali ke kamar itu.
Citra bingung akan pergi kemana setelah ini. Tidak mungkin jika dia harus kembali ke Desa. Apa yang harus ia katakan pada kedua orang tuanya. Tentu mereka akan panik dan bukan tidak mungkin mereka syok juga. Citra tak ingin hal itu terjadi. Semalaman suntuk Citra berpikir ingin kemana. Namun ia tak menemukan jalan keluarnya.
Jam telah menunjukkan pukul tiga lebih tiga puluh menit. Citra telah selesai membereskan baju-bajunya. Dengan ransel di punggungnya ia keluar dari kamar.
Sebelum itu, ia sempatkan untuk berpamitan pada Archa dan Ardha. Citra mencium kening satu persatu anak asuhnya itu. Meski bukan siapa-siapa, Citra sangat menyayangi mereka tulus. Itu sebabnya mereka juga menerima Citra dengan tulus.
"Mbak pamit ya kakak, Adik Ardha. Kalian baik-baik tidak boleh berantem ya. Nurut sama ibu. Belajar yang rajin ya." lirih Citra. Setelah berpamitan Citra pergi keluar dari kamar itu.
****************
Setelah berhasil keluar dari rumah itu, Citra berjalan tidak tahu arah. Suasana di luar masih gelap. Bintang-bintang masih bertaburan dengan rembulan yang menyinari.
Dengan gontai Citra terus berjalan hingga berhenti tepat di depan toko yang masih tutup. Rasa katuk telah menjalar pada manik mata Citra. Benar saja setelah perjalanan yang jauh, Citra belum merasakan istirahat sama sekali. Itu sebabnya matanya lelah saat ini. Citra tertidur di depan toko itu. Menggunakan tasnya sebagai bantalan tidur.
Namun siapa yang sangka tiba-tiba ada tiga orang pemuda menghampiri Citra dalam keadaan mabuk. Dengan botol bir masih berada di tangannya.
"Hei, manis," kata salah satu lelaki itu.
Citra yang setengah sadar kaget akan keberadaan mereka. Citra meraih tasnya, meletakkannya di depan tubuhnya sebagai perisai, perlindungan dirinya.
"Jangan takut manis, sini sama Abang. Pasti dingin kan tidur di emper toko seperti ini." sahut laki-laki ke dua. Dengan dandanan yang aneh.
Tanpa menunggu lama Citra berdiri dan berusaha untuk pergi dari sana. Citra berlari sekuat yang ia bisa. Tapi badannya sudah tidak lagi memiliki daya dan kekuatan. Kepalanya pusing, badannya melemas. Citra tersungkur pada jalanan itu.
Seorang pria terakhir menarik tubuh mungil Citra yang sudah bergetar karena takut. Baru saja ia keluar dari satu masalah dan kini ia kembali di hadapkan pada masalah yang sama, namun lebih menakutkan karena tidak hanya satu tapi tiga orang yang kesetanan.
"Mau kemana cantik?" tanya pria ketiga yang berjenggot itu.
"Iya kita main sebentar dong." Pria ke dua, mulai mendekat pada Citra dan laki-laki berjenggot.
"Iya, kita lagi pusing nih, temenin ya," imbuh pria berikutnya.
"Tolong!! Lepaskan saya, tolong!!"
Citra memberontak dan berteriak. Suaranya serak dan tak keluar. Ia mengumpat pada dirinya yang begitu bodoh. Pada suaranya yang tak mau keluar di saat yang genting seperti ini.
Lagi-lagi hanya air mata yang keluar, entah sudah berapa banyak air mata yang jatuh hari ini. Mereka tertawa melihat Citra tak bisa lagi melawan.
Dua diantara mereka memegang tangan Citra, satu dari mereka membuka kancing baju Citra.
Sekuat apapun Citra mengelak, tenaganya tak akan pernah mengalahkan kekuatan tiga laki-laki di depannya ini.
"Tolong!! tolong saya!! Tolong ampuni saya, lepaskan saya, saya mohon hiks hiks hiks." teriak Citra kembali, ia mencoba mengiba pada preman-preman tersebut.
Tapi preman-preman itu sama sekali tak menghiraukan tangisan juga teriakan Citra. Baju citra berhasil ditanggalkan. Mereka dengan bebas menikmati d**a Citra. Mereka mulai mengeksplor benda itu.
"Tidak! Tolong!! Aku mohon siapapun tolong aku!!" teriak Citra dengan sisa tenaganya.
Ketakutan, terus menjalar dalam hati Citra. Kali ini dia benar-benar berada di titik yang tak mungkin berhasil selamat seperti sebelumnya. Penglihatannya mulai kabur. Baju serta celananya sudah entah tidak tahu dimana, hanya tersisa celana dalam yang masih melindungi tubuh Citra .
Malu, itu yang di rasakan oleh Citra. Badannya sudah tak bisa lagi bergerak. Ia sudah tak sadarkan diri namun ia masih bisa merasakan bahwa mereka mulai menyentuh bagian-bagian tubuh Citra.
Dalam hati Citra hanya bisa menangis.
Aku hina, aku kotor. Aku mohon Ya Allah selamatkan hamba. Kirimkan seseorang yang mampu membawa hamba pergi dari semua ini. Batin Citra.
"Hei!!!"
Siapa yang datang?
Apa dia akan menolong Citra?
Apa justru akan memanaskan keadaan?