Chapter 21 Citra mendengar dentingan jam setiap jumlahnya. Dari sembilan hingga ke lima. Tatapan kosong, menerawang jauh di sudut kamarnya. Menikmati bingkai foto yang selalu menjadi temannya setiap malam. Hanya itulah saat ini yang bisa mengobati rasa rindunya pada sang kekasih. Sekuat apapun ia membendung air mata, tapi tetap saja ia lolos dengan sendirinya. Tiap tetes yang jatuh, ia selalu segera menghapusnya dari pipi dengan telapak tangan. Sudah sejak subuh tadi Ira keluar dan masuk kamar Citra. Dia begitu khawatir akan keadaan anak itu saat ini. Penyesalan terbesar dalam hidup Citra adalah saat ini. Di mana dia tidak pernah bisa melihat orang yang sudah berjuang membahagiakan dirinya, berbohong demi dirinya. Namun ketika orang itu pergi, ia bahkan tidak bisa memeluk dan menemani s