Obsession Sandra

1892 Kata
Suara nada dering panggilan dari ponsel mengudara kencang sekali, sukses membuat Sandra terjaga. Ia memicingkan matanya menerima cahaya yang terang dari celah gorden yang sedikit terbuka. “Sudah pagi…” Sandra menggeliat mengangkat kedua tangannya, seketika ia terkesiap saat sadar tangannya terikat oleh kaus kaki. Sandra terperangah melihat seluruh tubuhnya, ia masih memakai pakaian seksinya seperti tadi malam, “Oh Tuhan! Oh my God!” Sandra langsung memutar ulang dan berusaha mengingat-ingat apa yang sudah terjadi malam tadi, bagaimana dengan rencananya apakah semua berhasil, atau dia malah mengacaukannya. “Appart kak Alan?” Sandra menetap kesekitar, memastikan dimana dia sekarang sepertinya memang ini adalah appartemen milik Alan. "Dimana dia?" Sandra menutup wajahnya susah payah dengan tangannya yang masih terikat itu, atau jangan-jangan kak Alan sudah tahu semua? “Atau jangan-jangan aku menodainya atau minta di nodai.” “OH GOD! Tyas! TYAS!” Sandra yakin yang menghubunginya adalah Tyas, segera ia merangkak susah payah menuju nakas tempat dimana Alan meletakkan ponselnya. Sembari berusaha membuka ikatan kaus kaki di tangan dan kakinya itu. “Apa-apaan sih ikat-ikat akau kaya gini! Arghhh….” Sandra terus memaska membukanya hingga ia pun berhasil melepaskan ikatan dan segera mengambil ponselnya. “Tyas!!” Teriak Sandra mengangkat panggilan dari Tyas itu. “Sandraaaaa, gimana?” Sandra segera turun dari ranjang, “Aku di apart milik kak Alan, aku nggak tahu apa yang terjadi, bangun-bangun sudah di ikat.” “Sandra! Diikat? Kamu melakukan apa? OH MY GOOODDDDD!!” “Tyas aku harus apa? Aku nggak tahu apa yang terjadi, sekarang kak Alan nggak tahu kemana mungkin sudah berangkat ke kantor, buruan jemput aku!” “Aku baru sampai kantor, nggak mungkin jemput kamu—“ “Tyas! Sekarang aku harus apa?” Sandra begitu paniknya ia menyentuh seluruh tubuhnya memeriksa dalamannya apakah dia membuka dan benar berbuat hal yang tidak senonoh. “Tenang Sandra! Tenang, kak Alan tahunya kamu itu mabuk, kalau pun iya kamu melakukan hal-hal yang nggak wajar dia pasti maklum, kalau kamu ungkapin perasaan kamu juga mungkin dia fikir kamu sedang mabuk, sekarang tenang! Coba tunggu kak Alan, lihat bagaimana responnya, sikap kak Alan bisa jadi jawaban atas apa yang sudah kamu lakuin, yang pasti semalam aku lihat kamu cium kak Alan di club, SANDRAAAA YOU’RE CRAZY!” Tyas terbahak-bahak disana. Sandra mengusap bibirnya mengingat samar-samar kejadian itu, “Tyaaaaaas! Demi Tuhan? Aku takut…aku mau pulang, aku harus pulang sekarang, aku takut lihat wajah kak Alan.” Sandra mengedarkan pandangannya mencari tas miliknya, stilettosnya berjalan mencari-cari di kamar milik kakaknya itu, segera ia memakai stillettosnya yang sangat tinggi itu. "Aku harus pulang!" “Sandra—“ “Stop Yas! Aku nggak mau lagi dengar rencana gila kamu lagi.” Sandra siap menarik tasnya. “MAU KEMANA?” tegur baritone itu, membuat Sandra terkesiap sekali, manusia yang ia fikir sudah pergi bekerja ternyata masih ada disini, Alan tampak datang membawa beberapa bungkusan. Seketika Alan mengambil paksa ponsel Sandra ditelinganya, tatapan Alan begitu dingin menatap adiknya itu,”Kamu jangan pancing kakakmu semakin marah, Baby! Kamu sudah kelewatan!” Raut wajah Alan begitu menjelaskan ia sangat murka dengan adiknya itu,”Siapa dia, apa yang terjadi! Jangan sampai kakak yang mencari dan menghabisinya sampai tidak bersisa.” Sandra terpatri ditempat dengan kakinya yang seakan tidam berdaya untuk lari, “Si-siapa?” Sandra menggelengkan kepalanya takut sekali. “Siapa dia SANDRA! Siapa yang beri kamu izin keluar, apa lagi ke club malam sampai mabuk seperti itu, sejak kapan kamu seperti itu, SIAPA DIA? Apa yang telah dia buat denganmu!” Wajah Alan masih menyorotkan kemarahan dengan ekspresinya yang siap menelan Sandra hidup-hidup. Howeekkk…. Sandra tersedak hingga ia terasa akan muntah, sisa hang overnya masih begitu terasa bercampur rasa gugup dan tekanan dari Alan yang membuatnya limbung, Sandra muntah dihadapan Alan dia segera berjongkok. Alan pun panik segera ia meletakkan sembarang bungkusannya lalu merendahkan tubuhnya mengangkup tubuh Sandra. Sandra tidak bercanda atau sedang beralasan dia memang masih sangat mual sekali, Alan membantu Sandra bangkit lalu ke wastafle untuk menyelesaikan muntahnya, ia terus mengusap-usap pundak Sandra memberikannya minyak angin yang baru ia beli. Alan bahkan tidak berangkat ke kantor karena Sandra dan ia mengatakan pada kedua orang tuanya akan pergi bersama Sandra hari ini ke sebuah tempat wisata, tidak ingin sang Mama shock atas perilaku anaknya gadisnya, mengingat kondisi Mama kalau banyak fikiran sakitnya akan kambuh. “Aku nggak apa-apa…” Sandra mengusap wajahnya, memberikan kesegaran pada rasa panas dan tidak segar pada dirinya itu, “Aku mau mandi kak.” “Sarapan dulu, minum obat lalu mandi, kamu tahu? Kamu bisa buat mama pingsan jika tahu kamu seperti ini.” Sandra menarik nafasnya, ia tahu itu tapi sungguh dia tidak berniat membuat sang mama kecewa, dia hanya sedang ingin mencari perhatian Alan saja, “Maa kak…” “Kakak tunggu diluar.” Alan tidak mengindahkan segera keluar dari kamar mandi melihat Sandra sudah lebih baik tidak muntah-muntah lagi. *** Dengan rasa gugup dan takut Sandra kemudian menghampiri Alan yang sudah berada dimeja makan, lelaki itu tampak menyiapkan makanan yang ia beli diluar lalu menyusunnya ke wadah-wadah dimeja. Tatapan Sandra takut langkahnya pun pelan sekali, segera ia menarik kursi untuk duduk. Alan meletakkan roti ke piring Sandra juga s**u ke gelas miliknya. “Mau bubur atau roti?” “Hemm….bubur…” Alan segera mengganti piring Sandra dengan mangkuk bubur miliknya, “Habiskan…” “Hemm…” Angguk Sandra lemah. Beberapa menit hening, Alan memilih menyalakan tablet miliknya sembari memakan roti berselai miliknya, Sandra sedikit lebih tenang Alan berhenti menanyakan itu, namun ia tidak yakin Alan tidak akan menanyakannya lagi, Alan hanya menunda saja. “Siapa dia baby?” tanya Alan lagi tanpa melihat, paham Sandra meliriknya takut sembari mengaduk-aduk buburnya itu. Sial. Degh... Baru saja dibilang. “Si-siapa?” Alan meletakkan tab miliknya, kemudian menatap adiknya yang berantakan itu, pagi ini dia seperti Sandra yang biasa, Sandra yang penakut dan hanya gadis kecil yang manja, namun malam tadi, Alan begitu meremang, mendapati Sandra seperti orang lain, seorang pemain handal, memainkan jemarinya mengusap leher Alan dan sekali tarikan ia bisa melepas kancing kemeja Alan dengan lihay, wajahnya begitu seperti wanita dewasa penuh sensual pintar sekali berpagutan. “Jawab atau kakak benar-benar akan mencari dan menghajarnya.” “Su-sudah berakhir kak, jangan lakukan apapun, dia sudah pergi keluar negri, iya keluar negri, kami berpisah….” Sandra berkilah, dia pun mengarang cerita tapi dia bisa menangkap malam tadi dia hanya berbuat gila namun tidak mengungkap perasaanya, ini lebih baik fikir Sandra. “Dia siapa? Berapa lama kalian bersama.” “Bukan siapa-siapa kak, dia hanya masa lalu sudahlah, aku mohon biarkan berlalu dan aku minta maaf menyusahkan kakak malam tadi.” “Sejauh apa hubungan kalian?” Alan mengusap dahinya harusnya mungkin dia perlu bertanya seperti ini, ini terlalu kekanankan namun mengingat keagresifan Sandra ia menjadi ingin tahu, “Ah sudahlah, kamu tahu perbuatan kamu itu membahayakan dirimu sendiri? Sandra jangan lakukan lagi, pastikan ini terakhir kali, fikirkan orang-orang di sekeliling kamu termasuk orang tua kita, jika kamu kenapa-kenapa bagaimana terlukanya orang tua kita. Semua orang pernah merasakan sakit dan kecewa tapi tidak perlu menyiksa diri dan menyakiti diri sendiri seperti itu, bersama siapa kamu datang ke sana?” “Kak—please! Sudah, aku minta maaf jangan bahas lagi, dia sudah pergi.” “Dia membawa pengaruh buruk! Dia pantas pergi dan tidak layak untuk kamu, itu yang membuat kamu berubah akhir-akhir ini sampai menjauhi kakakmu? Dia tidak pantas dicintai dan kamu terlalu bodoh mencintai orang sampai menyakiti diri kamu sendiri.” Alan tersenyum menyimpul cibiran mengejek kepada Sandra sembari mensesap minumannya, “Yakin dia benar pergi, bukan sedang menutupinya?” Bodoh.... Aku bukan bodoh namun sangat amat t***l mencintai dia, dia! Si berengsek itu, KAMU! “Sudahlah, terserah kakak mau percaya atau tidak.” Alan lagi-lagi tersenyum seperti memperolok Sandra, “Kamu tidak pernah dilarang untuk bersama siapapun tapi tidak dengan menghancurkan dirimu sendiri, kamu terlalu muda Baby, jalan kamu masih panjang.” Sandra mengacuhkan itu, dia sadar memang dia terlalu bodoh mencintai kakaknya sendiri dan menyetujui ide gila Tyas sahabatnya demi bisa dilihat Alan dia bukan bocah kecil. “Apakah kakak nggak pernah mencintai seseorang begitu dalam?” “Hemmm…lalu kamu fikir kamu mencinta seseorang boleh bersikap bodoh dan tidak realistis seperti tadi malam?” Sandra terdiam, berulang kali Alan mengumpatinya bodoh, memalukan dan banyak hal, lucunya perasaanya tidak kian luntur seperti sudah sangat terobsesi rasanya ingin berteriak mengatakan aku bodoh karenamu! Karenamu. Sandra kenapa kau seperti ini, Sandra mencoba menetralkan diri ia memulih diam kemudian ia memilih memakan buburnya yang sudah tidak panas lagi itu. Hanya ada suara sendok dan mangkuk yang beradu, juga suara-suara dari tab milik Alan dimeja makan itu, Alan tampak mulai sibuk dengan pekejaanya sembari menyantap sarapannya, hingga Sandra mengangkat wajahnya melihat pada sang kaka. “Kakak jadi bertunangan dengan Jessy? Kenapa Jessy?” Tanya Sandra berbasa-basi agar tidak terlalu canggung dan tegang. Alan tertawa menoleh pada adiknya kemudian meraih gelas air putihnya, “Kenapa?” Tanya Alan kembali. “Ya kenapa Jessy, aku sebagai adik kan ingin tahu, dia mungkin terbaik atau apalah…” suap Sandra buburnya lagi kedalam mulut. Alan melengkungkan senyuman, “Bukan hanya sebuah alasan klise Jessy baik, tapi kamu pasti tahu dia adalah gadis yang smart, mandiri dan yang pasti apapu itu—kakakmu ini mencintai dia…” Jelas Alan menatap balik Sandra dengan ekspresi seriusnya itu. Menelan bubur terasa tercekik tulang, basa-basi Sandra malah menyakitinya sendiri, ‘Kakakmu ini mencintai dia.’ Sepenggal kalimat yang cukup bisa menampar dan menyadarkan Sandra seketika bahwa orang yang ia cintai mencitai orang lain, Sandra menahan sesak rasanya ingin menangis. Namun Alan berkali-kali sudah memngumpatinya tadi jangan bodoh, Sandra mengulas senyuman mencoba tenang, dia memang harus sadar dan tidak bisa terus-terusan terobsesi seperti ini. Kali ini dia berjanji pada dirinya sendiri akan berhenti, berhenti mencintai Alan, bagaimanapun dia harus pergi dan sejenak menjauhi diri dari hal-hal yang membuatnya sulit menjadi normal dan sealu bersikap diluar kendali. Jessy memang sosok mandiri, gadis yang smart dan sukses dalam banyak hal. “Semoga acara pertunangan kakak berjalan dengan lancar, oh ya mama sudah bilang kan, baby mau kerja?” Alan segera bangkit, “Tidak ada izin tinggal keluar rumah, jangan banyak alasan.” “Aku sudah dewasa kak, stop seperti ini! lihat Jessy dia tinggal sendiri dan mandiri, bagaimana aku bisa berkembang jika semuanya terlalu menganggapku seperti anak kecil.” “Menjadi dewasa dan mandiri tidak perlu keluar dari rumah, jangan bandingkan diri kamu dengan Jessy dia bisa mengambil keputusan yang mana salah benar. Jessy bukan bocah cengeng yang jatuh nangis dia sudah dewasa dan bisa menanggung resiko untuk hidupnya sendiri.” Sandra muak sekali berada disini, ia ingin menangis sekencang-kencanganya’ banggakan saja dia terus! Sandra siap meledak dia tidak lagi peduli ocehan Alan segera bangkit dari meja makan, mengambil tasnya di atas buffet menenteng stilltettosnya segera pergi keluar. “BABYYYY!” Pekik Alan. Sandra mengacuhkan, ia memutar kekanan dan kekiri, lalu mengambil jalan lain untuk pergi agar tidak bertemu saat Alan mengejarnya, di dalam elevator Sandra yang berantakan masih dengan dress seksinya itu berjongkok dan menangis. Alan ikut keluar membawa jaketnya mengejar Sandra ingat Sandra memakai gaun yang sangat terbuka, Alan pun masuk ke elevator lain namun dengan tujuan yang berbeda bukan di lantai yang sama dengan tujuan Sandra untuk lari. “t***l…bodoh…apa lagi? iya cuma dia... cuma dia yang segalanya dan layak dicintai….” hiksss "Baby! kau keras kepala!" Geram Alan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN