bc

Dia Milikku

book_age16+
317
IKUTI
1.2K
BACA
aloof
brave
student
sweet
genius
others
spiritual
like
intro-logo
Uraian

Abira Carlissa Imanuel, seorang gadis kristen yang hobi gonta-ganti pacar. Idealisnya harus rela dipatahkan oleh dosen baru di kampusnya. Abira gagal berkali-kali mendekati dosen itu. Apakah Abira akan menyerah begitu saja?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Joging
"Gladis bangun." Abira memukulkan bantal guling ke tubuh gladis, namun sahabatnya itu masih dalam posisi yang sama, memejamkan mata dengan tubuh tengkurap.   "Lo manusia apa kebo sih?"   Sudah tidak terhitung lagi pukulan keberapa, tapi Gladis tak kunjung membuka matanya.   Merasa kelelahan, Abira meletakkan kembali bantal guling di tempatnya. Ia menatap lamat-lamat Gladis yang sekarang sudah mendengkur. Abira menggelengkan kepala. Benar-benar belum berubah manusia satu ini, begitulah katanya dalam hati.   Kepala Abira terasa mendapat durian jatuh. Dan ia rasa ini adalah cara terampuh untuk membuat Gladis bangun. Abira menuangkan gelas berisi air ke wajah Gladis. Yang disiram pun langsung gelagapan.   "Anjir lo ya!" ucap Gladis sambil mengelap wajahnya.   "Mampus, lo! Makanya kalau tidur itu jangan kayak babi mati."   "Ya tapi gak mesti pake acara disiram segala."   "Udah lo buruan siap-siap sana."   "Siap-siap mau ke mana?"   Abira menoyor jidat Gladis kesal, "Lo bilang pagi ini mau joging."   "Lo lagi PMS ya?"   "Udah udah," Abira menarik tangan Gladis sampai berdiri, "Gue tunggu lima menit di bawah. Awas lo telat, jatah traktiran lo gue kurangin."   "Jangan gitu dong," Gladis memasang wajah manis merayu Abira, "Oke. Gue siap-siap sekarang."   ***   Mereka sudah mengitari lapangan golf mini yang tak jauh dari rumah Abira. Kemarin sore Gladis datang ke rumah Abira untuk sekedar menginap. Sudah menjadi kebiasaan Gladis menginap di rumah Abira saat akhir pekan. Dengan alasan ingin menemani Abira agar tidak bosan. Padahal Gladis menginap agar bisa merasakan masakan Mamanya Abira.   "Bira. Lo gak capek?" tanya Gladis ngos-ngosan.   "Jangan mentel. Masih satu putaran lo udah K.O."   Abira melanjutkan larinya, "Ayo buruan."   Setelah mengelap keringatnya, Gladis kembali mengejar Abira yang sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Sedangkan Abira, memang sudah menjadi rutinitasnya mengawali akhir pekan dengan berlari pagi di sekitar kompleks rumahnya. Hitung-hitung sekalian mencari target baru.   "Bira."   "Apa?"   "Berhenti dulu," Gladis mengatur napasnya, "Istirahat dulu. Gue.. capek."                 Melihat sahabatnya itu benar-benar kelelahan membuat hati Abira merasa kasihan. Akhirnya ia memutuskan untuk beristirahat sejenak di pinggir lapangan sambil menyantap bubur ayam.   "Mang, biasa ya."   "Oke, neng. Temennya?"   "Lo pesen sendiri sana."   "Sama aja, Mang."   "Siap. Ditunggu ya, Neng."   Tak lama Mang Danang datang dengan dua mangkuk bubur, "Silahkan dinikmati, Neng."   "Terima kasih, Mang."   Gladis langsung menyantap bubur seperti orang kelaparan. Abira yang melihat itu menelan ludahnya. Baru lari dua putaran, tapi Gladis sudah terlihat seperti kuli bangunan yang kelaparan.   Uhuk! Uhuk!   Gladis tersedak. Abira buru-buru menuangkan air lalu memberikannya kepada Gladis. "Nih, minum."   Gladis langsung meneguk habis segelas air yang diberikan Abira. Begitu tegukan terakhir masuk ke dalam perutnya, Gladis bersendawa.   "Jorok."   Gladis nyengir kuda, "Alhamdulillah."   Tidak ada yang bisa dilakukan Abira selain menghela napas kesal melihat sahabatnya itu. Abira segera menghabiskan makanannya agar bisa cepat pulang.   "Berapa, Mang?"   "30.000 Neng."   ***   "Kelihatannya lo bakal punya tetangga baru nih, Bira."   Bira memperhatikan rumah di sebelah rumahnya. Ada tiga laki-laki yang bolak-balik memasukkan barang-barang ke dalam. Ada juga perempuan yang kira-kira masih duduk di bangku SMP sedang menyusun bunga-bunga yang diturunkan dari mobil pick-up di pekarangan rumahnya.   "Kayaknya sih iya, Dis. Semoga cowok ganteng."   Gladis langsung menatap wajah Abira kesal, "Lo gak berubah-ubah, ya?"   "Emang kenapa? Masalah buat lo?"   Kali ini gantian Gladis yang menoyor kepala Abira, "Lo kira cowok itu mainan?"   "Hello….!! Bukan cowok aja yang bisa mainin cewek, Dis. Kita sebagai cewek harus bisa membuktikan kalau kita juga bisa melakukan hal yang sama."   "Terus kalo mereka makan t*i lo ikut makan, gitu?"   "Au ah, gelap." Abira berjalan meninggalkan Gladis.   ***   "Gladis!!!!" teriak Abira. Sekarang ia sedang berdiri melihat ke luar jendela.   Gladis buru-buru keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk dan rambut penuh busa. "Ada apa, Bira? Lo kenapa?" tanya Gladis khawatir.   "Ganteng banget…."   Gladis tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia yang sedang keramas rela buru-buru keluar kamar mandi mendengar jeritan Abira. Tapi apa yang terjadi? Sahabatnya itu berteriak karena melihat pria ganteng?   "Nyesel gue keluar, Ra."   Abira langsung menarik tangan Gladis ikut bersamanya, "Lo liat. Bahu bidangnya, Dia. Itu, itu, otot tangannya. OMG!!! Yang kayak begini gak boleh terlewatkan."   "Oh tuhan! Berilah petunjuk kepada hambamu ini."   "Gila! Dagunya kebelah, Dis. Gak sabar gue liat dia dari deket."   Gladis semakin tidak mengerti melihat Abira. Bagaimana bisa dia yang sekarang sedang berapa di lantai dua, bisa tau kalau dagu cowok itu terbelah.   "Bira?"   "Mm?" jawab Abira namun matanya masih menatap ke luar jendela.   "Ke rumah sakit yuk."   "Rumah sakit? Ngapain?"   "Sepertinya lo harus diperiksa."   "Oke. Gue mau," Abira memalingkan wajahnya dan kini menatap Gladis, "Tapi dokternya wajib ganteng."   "Dasar aneh!"   ***   Abira sedang melihat beberapa baju di aplikasi belanja luring, samar-samar ia mendengar suara azan maghrib. "Lo gak sholat, Dis?" tanyanya pada Gladis karena sahabatnya itu beraga Islam.   "Gue lagi dapet, Bira."   "Kalo gitu temenin gue yuk."   "Mau ke mana?"                 "Keluar sebentar. Gue pengen seblak di depan."   Mendengar Abira ingin membeli makanan membuat jiwa mager Gladis lenyap seketika. "Oke. Ayo!"   "Emang lo ya. Kalo makanan aja cepet."   Gladis hanya membalas perkataan Abira dengan cengiran.   Begitu keluar pintu, Abira langsung berdiri mematung tidak bergerak melihat pria tampan yang tadi ia lihat dari jendela berjalan dengan memakai kemeja hitam dipadukan sarung coklat dan juga peci hitam di atas kepalanya.   "Omo!" Abira mengucek matanya, "Itu apa? Keren banget gila!"   "Oh Tuhan."   "Liat, Dis. Apa gue bilang, dagunya kebelah…." Abira berkata histeris.   Gladis menginjak pelan kaki Abira.   "Sakit, peak!"   "Ya abisnya lo sih. Coba sehari aja lo itu biasa aja kalo liat cowok ganteng."   "Gak bisa, Dis. Mana bisa gue kayak gitu."   "Lo gak bosen?"   "Apa lo bilang? Bosen? Ke rumah sakit yuk, Dis. Sepertinya yang perlu diperiksa itu lo, bukan gue."   "Maksud lo?"   "Menurut gue lo yang aneh, bukan gue. Secara gitu ya, mana ada cewek yang gak melting kalo liat cowok cakep."

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

My Secret Little Wife

read
115.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
202.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
218.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook