Kesibukan pagi mewarnai hari pertama Damar tinggal dengan seorang wanita di apartemen. Hal pertama yang dilakukannya sebelum mandi adalah menelepon Maryam, ibunya. Dari pesawat telepon yang bertengger di nakas.
"Ma, aku akan menikahi Soferina minggu depan, tolong cariin tanggal yang bagus ya, Ma," ucapnya seraya berharap semua lancar.
Terdengar desah napas terkejut di ujung telepon, "menikah? Kenapa mendadak sekali? Bagaimana caranya dalam satu minggu mempersiapkan segala sesuatunya?" tanya Maryam memberondong Damar.
"Gak ada pesta dulu Ma, ijab kabul aja. Panggil keluarga dekat, tempatnya di rumah yang baru. Mama cariin aja harinya, sisanya aku yang urus," jawab Damar.
"Loh, Mama tidak melamar gadis itu? Apa kalian baik-baik saja? Mendadak itu loh," sahut Maryam mencurigai sesuatu.
"Gak, Ma tenang aja, aku cuma sibuk banget setelah minggu depan, ntar gak jadi-jadi nikahnya. Gak usah ngelamar, udah gak ada orang tua dan lain-lain," papar Damar.
"Kalau sudah kamu putuskan ya sudah. Mama hitung dulu, kamu kirim nama lengkap sama tanggal lahirnya ya, siang ini mama kabarin," ujar Maryam dengan perasaan tidak menentu.
"Makasih, Ma," sahut Damar seraya memutuskan sambungan telepon.
Damar masuk ke kamar mandi setelah melihat Soferina sedang menyiapkan sarapan untuk mereka dan menggodanya, "Quicky, yuk,"
"Apa tuh?" tanya Soferina tidak mengerti.
Damar nyengir, kekasihnya itu terlalu polos dalam dunia s*x, "Ayolah, ntar juga tahu ...," jawab Damar seraya memberi isyarat dengan kepalanya supaya Soferina mengikutinya.
Damar menutup pintu kamar mandi segera setelah Soferina ikut masuk. Tanpa basa basi ia melucuti pakaian Soferina dan terpana melihat bentuk tubuh wanita itu yang nyaris sempurna. "Aku sangat menyukainya," celetuk Damar.
"Ya, saat ini. Setelah melahirkan pasti berubah, apalagi menjadi tua, kamu akan mencari di luar sana, kan," tandas Soferina sungguh-sungguh.
"Saat itu terjadi, aku sudah kenyang dan tetap bisa menikmatimu," sergah Damar yang langsung meraba-raba dan meremas pelan semua yang bisa diremasnya.
"Ini semua milikku, akan kubunuh siapa pun yang berani menyentuh milikku," desah Damar dengan pandangan mata nanar menahan gairah.
"Aku juga sama, akan kubunuh semua cewe yang berharap kamu menghangatkan ranjang mereka," ketus Soferina dengan mimik wajah yang mengeras.
Damar terkekeh pelan, ia menemukan kesamaan dari sifat-sifat alami mereka yaitu, cemburuan dan posesif.
Seperti yang dilakukannya semalam saat bersih-bersih, pagi ini Damar melakukannya dengan posisi membelakangi Soferina, memeluk dan menciumi tengkuk serta bahu dari wanita itu sementara kedua tangan sibuk bermain dengan lembut di area depan tubuh Soferina dan membuat wanita itu mengerang dan mendesis.
Damar segera melakukan penetrasi setelah wanitanya cukup basah, ia menghentakkan diri dengan cepat dan bertenaga, sesuai niat awalnya yang ia sebut dengan 'Quicky' itu, asal dari kata 'Quickly'. Benar saja, tidak sampai tiga menit dengan posisi Soferina membungkuk dalam, Damar mencapai tujuannya ditandai dengan lolongan panjang dan cengkraman kuat pada pinggul Soferina.
"Ough, makasih, Sayang ... s*x in the morning memang menyegarkan," desis Damar seraya memeluk erat Soferina.
"Mandi yuk," ajak Soferina yang dibalas dengan anggukkan oleh Damar. Mereka mandi bersama saling menyabuni dan bercanda.
Sarapan pagi yang terhidang adalah sandwich lengkap, terdiri dari daging asap dan sayuran. Cukup mengenyangkan mereka. Damar terbiasa minum s**u dan air putih, Soferina telah mengetahui kebiasaan itu sewaktu dibawa Damar kerumah Maryam.
Pagi itu, mereka naik taksi online menuju sebuah dealer mobil baru. Damar hanya memiliki budget tak lebih dari dua ratus lima puluh juta saja. Mereka sepakat memilih jenis van yang bisa muat orang maupun barang banyak, mengingat di tahun ini pula mereka akan segera memiliki anggota baru, yaitu, putra mereka.
Damar membeli mobil automatic tersebut langsung atas nama Soferina dan mereka akan mendapatkan mobil yang di pesan dalam sepuluh hari ke depan. Setelah selesai melakukan p********n, Damar membawa Soferina menuju kantornya.
Ronald sudah berada di kantor dan terlihat sedang sibuk memasang komputer baru di tiap ruangan. Seorang gadis cantik yang telah diberitahu bahwa bos dan calon istrinya akan datang menjelang siang, segera berdiri dan menyambut. "Selamat datang, Pak, Bu ...," sapa gadis itu. "Saya Dinda, operator yang baru bekerja hari ini." Membungkuk hormat. Kerlingan matanya yang sembunyi-sembunyi tertangkap oleh Damar. "Shitt!" rutuk Damar dalam hatinya.
Gadis itu memang cantik dan bersih, berkulit mulus juga terang dengan bentuk tubuh proporsional, sesuai typenya Damar kalau sedang hunting perempuan, mencari gadis yang seperti itu. "Sialan Ronald, mau cari gara-gara nih," batin Damar tidak tenang. Jiwa playboynya bergejolak. Ia menutupinya dengan baik, tanpa terdeteksi oleh Soferina.
Seorang pegawai lain, gadis yang wajahnya biasa saja, ikut juga memperkenalkan diri termasuk seorang lelaki kurus yang menjadi office boy di sana.
"Terima kasih semuanya, selamat bergabung dengan Damar Rahit & Partners, Kantor pengacara. Di sini sistem kerja yang mengutamakan team work, hal lainnya sudah dijelaskan oleh Pak Ronald kan? Pak Ronald adalah pengacara partner saya sekaligus atasan kalian juga. Selamat bergabung dan selamat bekerja." tutur Damar mengakhiri sambutannya kemudian menuntun Soferina untuk masuk ke dalam ruangan kerja.
Setelah menutup pintu, Damar menoleh kepada Soferina yang telah duduk di meja kerja Damar dengan posisi yang menggoda. Rok span diatas lututnya naik ke atas, mengekspos paha putih mulusnya yang berisi dengan komposisi seimbang, tungkainya panjang, karena Soferina mempunyai postur tinggi hampir mencapai tinggi Damar.
"Please, Sayang ... aku tidak tahan melihatmu seperti ini," ujar Damar dengan sorot mata nanar dan menghampiri kekasihnya.
Melihat tatapan Damar penuh nafsu, Soferina merasa ngeri, khawatir Damar akan melakukannya di ruang kantor itu, dengan sigap ia turun dari meja dan menjauhi Damar.
Damar terkekeh seraya meletakkan tas yang dibawanya berisi berkas barang bukti dari kasus yang akan diwakilinya. "Sepertinya kamu butuh meja dan kursi sendiri untuk bisa membantuku, sebentar ya," ujar Damar seraya keluar ruangan.
Ia menghampiri Ronald dan meminta supaya meja kursi di ruang kantor yang lain, dipindahkan ke ruang kantornya yang luas.
"Cewek lu pengacara juga? Kok kayanya belum pernah lihat?" tanya Ronald sambil lalu.
"Dia khusus pengumpul barang bukti, setiap kasus yang kita tangani, you don't have to worry about how to get an evidence, just trust her," sahut Damar yakin.
"Wah, gajinya gede banget itu, gimana caranya kita gaji dia?" Ronald merasa kebingungan.
"Gajinya pribadi dariku, bukan dari kantor. Next week, she will be my wife, remember?" Damar memastikan itu kepada Ronald.
"Ah ... iya," sahut Ronald sambil menepuk jidatnya. "Oke, meja kursi dan komputer meluncur."
Saat Damar kembali ke ruangannya, tampak Soferina tengah mempelajari bukti-bukti dari kasus korupsi yang akan ditangani Damar. Wajahnya tampak mengeras dan tegang. "Ada apa?" tanya Damar, ia yakin kekasihnya itu telah menemukan sesuatu.
"Kasus ini akan memakan nyawa, dalamnya rumit sekali, kamu akan kesulitan karena satu per satu, hakim dan panitera mundur dari kasus ini. Damar kamu harus mempersiapkan diri mencari hakim yang benar-benar berintegritas tinggi dan berani menghadapi tekanan juga teror dan ancaman." papar Soferina.
"Dan kantor kita pun akan diteror," lanjut Damar. Soferina mengangguk, "Sampai pegawaimu diancam secara pribadi," ujar Soferina.
"Haruskah aku mundur?" tanya Damar yang mulai gamang. Ia tidak ingin kasus ini berdampak pada orang-orang di sekitarnya.
"Tidak. Kamu harus tetap maju. Ayo kita susun langkah-langkahnya dan membuat beberapa skenario." Soferina membereskan berkas-berkas tersebut.
"Ayo ke ruang meeting," ajak Damar seraya mengambil tas dan memasukkan semua bukti ke sana.
Mereka keluar beriringan menuju ruang meeting di bagian belakang, "Nald, kita meeting dulu, ayo," ajak Damar nadanya mengandung perintah.
Ronald mengekor di belakang Damar. "Siapkan kopi, teh dan air putih masing-masing tiga, bawa snack ke ruang meeting," perintah Damar kepada office boynya. Ia tahu, meeting ini akan berjalan alot karena Ronald dasarnya penakut dan cendeung menjadi orang yang bermain aman, dia seorang safety player.