Kehilangan Mahkota

1437 Kata
Gairah yang telah membumbung tinggi, tidak mampu lagi diabaikan olehnya, Damar Rahit seakan telah kehilangan akal sehat. Ia mencegat taksi serampangan dan menyebutkan satu alamat, lalu memejamkan matanya. Dia hanya berharap, sangat berharap kalau hasratnya bisa tersalurkan sebagai mana mestinya. Tiga puluh lima menit kemudian, taksi yang ditumpanginya berhenti di depan sebuah rumah yang dituju Damar. Ia segera melompat setelah menyerahkan ongkos taksi kepada sopir yang terheran-heran melihat ketergesaan penumpangnya. Damar mengetuk pintu, setelah melompati pagar yang cukup pendek. Ia menunggu. Tidak lama terdengar langkah kaki menuju ke arahnya, seketika celananya kembali terasa sesak. Seseorang membuka pintu dan wajah cantiknya melongok melewati pintu yang dibuka sedikit. Melihat wajah cantik yang dirindukan olehnya, Damar mendorong pintu secara halus hingga Soferina terpaksa melepaskan tangannya dari pintu. Damar menutup pintu dan menguncinya. Tanpa pikir panjang dan tidak mempedulikan apapun, ia menarik pinggang wanita itu dan membawanya menempel pada tubuhnya yang terasa panas oleh gairah. Ia membenamkan bibirnya pada bibir seksi Soferina. Manciuminya dengan ganas sambil mendekap erat. Soferina terkejut dengan sikap Damar, tapi ia sulit melepaskan diri dari pelukan damar yang kokoh. Napasnya tersengal dan lama-lama kehabisan napas. Damar melepaskan ciumannya lalu menggendong Soferina dan melangkah ke arah dalam. Dia celingukan mencari kamar, lalu tampak sebuah ruangan yang terlihat dari pintu yang setengah terbuka. Dengan langkah pasti, Damar memasukinya lalu melemparkan tubuh Soferina yang berbau segar ke atas kasur. "Hei, apa yang kamu lakukan, Damar?" Soferina benar-benar heran dengan tingkah Damar. "Aku merindukanmu, dan aku menginginkanmu." Damar kembali merengkuh Soferina dan menciumi bibirnya dengan penuh nafsu. Soferina terpaksa pasrah, antara ia tidak sanggup menolak dan memang ia sangat menyukai Damar Rahit. Ciuman Damar beralih, kini ia mengecup leher Soferina seraya tangannya bergerilya ke sana sini. Benar saja, kulit Soferina demikian halus dan kenyal di mana-mana. Membuat Damar semakin kehilangan ke warasan. Dia mencumbu Soferina dengan bibir dan sentuhan tangannya pada seluruh tubuh wanita itu setelah tidak ada sehelai benangpun di tubuhnya. Soferina merasakan sesuatu yang aneh, perasaannya melayang, melambung tinggi. Desahan-desahan kenikmatan lolos dari mulutnya, hal ini dijadikan tanda oleh Damar untuk mengeksekusinya. Ia sudah menahan begitu lama dan menjadikannya gelap mata. Damar menyentuhkan diri ke area yang sudah licin, begitu hangat dan semakin memicu keinginannya untuk segera menyatukan diri. Pelan tapi pasti, Ia nenyesakkannya. Soferina meringis dan melotot. Tapi saat itu Damar tengah memejamkan matanya, menikmati sentuhan dari ujung lalu menekan dengan sekali hentakan. Soferina menjerit, Damar terdiam. Ia baru sadar bahwa wanita itu ternyata benar masih perawan. Sejurus kemudian Damar mengecup lembut Soferina sambil berbisik, "Ma'af, aku akan melakukannya dengan pelan." Damar kembali mengecup Soferina dan membiarkan dirinya membenam di bawah sana. Ia berusaha mengalihkan rasa sakitnya dengan rangsangan-rangsangan. Sementara dibawah sana ia merasakan denyutan-denyutan yang seakan meremas-remasnya, membuat perasaannya melayang tidak karuan. Harus diakuinya bahwa ia belum pernah mendapatkan yang seperti ini. Dari wanita manapun! Dia menggelengkan kepalanya, tidak ingin menyerah begitu cepat. Berdiam diri sambil mencumbui wanita itu, berharap mempunyai waktu yang cukup untuk merasakan kenikmatan yang seakan tidak berujung ini, adalah perjuangan luar biasa baginya. Damar mulai memompa secara perlahan, turun naik, tapi ia benar-benar tidak tahan, rasanya seperti di remas-remas. "Aku gak tahan, Ferin," bisiknya. Sampai pada satu titik, hal itu tidak bisa diabaikannya. Dia mengangkat tubuhnya sedikit lalu melesak kembali ke dalam disertai dengan lolongan panjang sambil memeluk erat tubuh wanita itu. "Aku akan menikahimu ...," gumam Damar dengan mata terpejam, menahan nikmat yang dahsyat. Soferina menitikkan air mata mendengar gumaman Damar, "Harus dengan merenggut mahkotaku dulu baru dinikahi?" tanyanya dalam hati sambil meringis menahan sakit dan perih di bawah sana. Damar terkulai lemas, namun ia tidak mau melepaskan dekapannya sampai terdengar dengkuran halus. Perlahan Soferina melepaskan diri, ia merasa sangat kotor dan kecewa, digauli tanpa memiliki status apapun, menjadi korban dari nafsu seorang Damar Rahit. Wanita itu menyeret kakinya dengan posisi melangkah yang sedikit mengangkang karena merasa ada sesuatu yang mengganjal di area intimnya selain nyeri dan perih, Soferina menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Damar tersadar dari tidur singkatnya, ia terdiam beberapa saat sambil menatap langit-langit kamar, seutas senyum tersungging, sudut-sudut bibirnya naik saat ia memutuskan untuk menjadikan Soferina wanita special dalam hidupnya. Ia bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi yang tidak sempat ditutup pintunya oleh Soferina. Wanita itu memekik kaget dan menutup wajah dengan kedua tangannya melihat Damar berdiri di pintu kamar mandi tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya. Damar terkekeh melihat seorang wanita dewasa yang masih merasa malu melihat tubuh pasangannya setelah mereka melakukan pertempuran yang nikmat, "He he he ... calon istriku malu-malu," seloroh Damar. Mendengar hal itu, Soferina terperangah. Antara yakin dan tidak yakin mendengar perkataan Damar, 'calon istri?' dalam pikirnya. Tapi Soferina tetap diam di tempat masih dengan posisi menutup wajahnya. Lelaki itu merasa gemas melihat tingkah wanita yang entah kenapa sangat ia rindukan itu. Dia menghampiri wanita tersebut lalu memeluknya erat-erat seraya berbisik, "mulai sekarang, tidak ada lagi aku atau kamu, tapi kita, mulai sekarang, kamu bukan lagi wanita bebas, tapi wanita dibawah pengawasanku, mulai sekarang, kamu milikku dan aku milikmu." Perlahan Soferina menurunkan kedua tangan dari wajahnya karena kepala wanita itu direngkuh dan bersandar pada bahu Damar. Setitik air mata muncul dari sudut matanya, ia tidak bisa menjelaskan perasaan apa yang kini dirasakannya, ingin bahagia tapi kehormatannya telah di renggut sebelum mengikat janji suci, ingin bersedih tapi hal ini adalah yang diinginkannya, memiliki orang yang kepadanya untuk pertama kali merasakan jatuh cinta. Damar merenggangkan pelukannya, menghadapkan wajah cantik itu kepadanya. Ia menghapus titik-titik air mata dengan ibu jarinya lalu mengecup kening Soferina, "bisakah kita segera menikah?" tanya Damar yang membuat Soferina tertegun. "Tidak baik berlama-lama setelah apa yang kulakukan padamu ...," ujar Damar menghapus keraguan Soferina yang membayang di wajahnya. "A ... aku ... ganti baju dulu," kelit Soferina melepaskan dirinya dari kedekatan tubuh mereka. Ia pun bergegas keluar dari kamar mandi. Sementara Damar melanjutkan tujuannya ke kamar mandi dan segera kembali ke kamar. Soferina tidak ada di sana. Ia mengenakan kembali pakaiannya dan melangkah keluar kamar, ia menemukan Soferina tengah duduk di ruang keluarga. "Cantik, ada yang ingin dibicarakan?" tanya damar seraya duduk di samping wanita itu dan meraih bahunya untuk didekap erat. Jantung Soferina kembali berdetak kencang, ia merutuki dirinya sendiri yang gugup tapi menikmati perlakuan Damar kepadanya. "Bulan depan saja nikahnya? Kan banyak yang harus dipersiapkan," ujar Soferina ragu-ragu. "Hmm ... boleh, tapi aku gak jamin ya kalau aku bertingkah kaya tadi, nyelonong menerkam kamu," jawab Damar menyeringai. "Dasar m***m!" seru Soferina seraya menarik tubuhnya dari dekapan Damar yang terkekeh. "Kelamaan, minggu depan saja, acara sederhana, ntar kalau kamu keburu hamil gimana? Kan kasian anakku," ujar Damar serius. "Anakmu?" tanya wanita itu heran. "Iya, anakku, Trus anak siapa kalau bukan aku?" Damar menoleh dan menatap tajam pada wajah cantik itu. "Ya, anakku lah!" seru wanita itu tidak mau kalah. "Anak kita dong cantik ...," sergah Damar seraya menarik kembali tubuh sintal itu ke pelukannya. "Di mana baju-bajumu? Aku akan membereskannya," ucap Damar. "Buat?" tanya Soferina heran. "Mulai hari ini, kamu tinggal bersamaku, aku tidak mau tidak melihat calon istriku," sahut Damar tegas. "Mana bisa?" bantah Soferina. "Bisa. Karena aku harus mulai menanggung jawabi kamu, lahir batin." Damar berdiri lalu melangkah kembali ke kamar. "Hei, tunggu!" seru Soferina lagi, "tidak mungkin aku ikut kamu, ini sangat mendadak sekali," sergahnya kebingungan. "Ada lelaki lain?" Damar membalikkan tubuhnya dan menatap dalam-dalam bola mata Soferina yang langsung tergagap. "Bu, bukan itu ... tapi ...," Soferina tidak tahu harus berkata apa lagi. "Aku tidak mau jauh-jauh dari kamu, jadi, kamu tinggal bersamaku, ikut denganku ke kantor, kita makan bareng, jalan bareng dan bobo bareng, bukankah memang harusnya begitu?" tanya Damar mendesak. Soferina berdiri mematung dengan mulut ternganga mendengar penuturan lelaki tampan di hadapannya itu. Damar menghampirinya dan kembali memeluknya. "Ayolah, Sayang ... jangan buat aku menderita karena jauh dari kamu, Ok?" pinta Damar memelas. Soferina masih tergugu, tidak bisa mengatakan apa-apa. Sementara Damar berbalik kembali ke arah kamar. Tiba-tiba Soferina bangkit mengejar Damar, "tidak bisa begini dong Damar, tidak bisa juga kamu memutuskan sepihak," sergah Soferina yang kini sudah berdiri menghadap punggung Damar. Damar menoleh, "Kenapa tidak? Peristiwa tadi belum cukupkah untuk menandakan bahwa kita sudah saling memiliki? Apa wajar kalau kita berjauhan?" timpal Damar menatap lekat Soferina. "Maksudku bukan begitu, hanya saja kepindahan ini terlalu cepat ...," tandas Soferina. "Nasi sudah menjadi bubur, Sayang ... untuk apa kamu tahan-tahan? Rumah ini juga bukannya sudah mau selesai kan kontraknya? Kita bisa sambil berjalan menyelesaikan semuanya. Malam ini kamu tinggal bersamaku, besok kita akan menemui ibuku dan minggu depan kita menikah, Ok?" tegas Damar dengan nada tidak ingin dibantah. Soferina kembali mematung, tatapan matanya nanar dengan rona wajah linglung. Damar menghampirinya lalu meraih tengkuk Soferina dan mengecup keningnya, lalu mendaratkan bibirnya pada bibir Soferina yang seksi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN