Bab 7. Kita Bertemu Lagi

1171 Kata
Frost menggonggong menyusul Cassidy turun dari kendaraannya untuk memantau wilayah sekitar. Ia harus memarkirkan mobilnya di sebuah tanah yang agak lapang di pinggir jalan menuju rumah Sophie. Cassidy terus memantau pergerakan mobil Orlando yang mengantarkan Sophie. Mobil Sophie masih di kantor polisi dan Cassidy sengaja tidak mau mengurusnya. Semakin terisolir istrinya itu tanpa kendaraan, semakin baik. “Frost!” panggil Cassidy pada anjingnya itu untuk ikut berjalan menelusuri jalan menuju sebuah pemukiman. Hari sudah senja dan mulai gelap. Hewan-hewan malam mulai keluar. Entah kawasan seperti apa yang dipilih oleh Sophie untuk menjadi tempat tinggalnya. Padahal di New York, Sophie adalah seorang desainer interior yang sukses. “Jangan bersuara, mengerti?” perintah Cassidy pada Frost menempelkan jari telunjuk di bibir. Mereka sedang mengintai sebuah rumah. Mobil Orlando masih berada di depannya. Cassidy akan mengecek tempat pemberhentian yang pertama karena ia yakin Sophie ada di sana. Orlando masih berada di dalam mobilnya dan belum beranjak pergi meski Sophie sudah masuk ke dalam. Ia sedang memikirkan sesuatu tentang mantan suami Sophie yang kembali. “Aku tidak bisa hanya diam saja. Aku harus melakukan sesuatu. Jangan sampai Sophie berpikir untuk kembali pada mantan suaminya lagi.” Orlando bermonolog dengan keresahannya. Ia menghidupkan mesin sementara Cassidy memperhatikan dari balik pohon pergerakan mobil itu sampai pergi. Cassidy masih berjongkok untuk bersembunyi. Anjingnya Frost ikut mengintai dengan tenang. Tangan Cass terus membelai kepala Frost sambil memandang tajam ke depan. Sekarang ia yakin jika Sophie hanya tinggal sendiri. Ia berbohong soal pria asing itu. “Aku akan memeriksa tempat ini. Jaga tasku!” Cass memberikan perintah pada anjing husky tersebut. Anjing itu duduk bersama tas ransel yang dibawa oleh Cass sementara sang pemilik berjalan mengendap dengan sebuah senjata. Cass menoleh ke kanan dan kiri. Ia siap menyelinap masuk ke dalam rumah. Merasa aman, Cassidy naik ke atas teras perlahan. Derit kayu membuat kakinya berhenti melangkah. Cass terpaksa membuka sepatu botnya dan berjalan dengan kaki berbalut kaus kaki agar tidak menimbulkan suara. Tangannya memutar pegangan pintu dan terkunci, “Tentu saja!” dengusnya kesal. Cass menoleh ke kiri kanannya lagi. Ia mendapatkan keuntungan dari situasinya sekarang. Rumah itu berada beberapa meter cukup jauh dari tetangga. Ditambah penerangan yang tidak begitu memadai, menambah kesan sunyi pedesaan. Cass merogoh sebuah pengait kertas dari balik celana jeansnya. Ia meregangkannya sebelum memasukkan ke dalam lubang kunci. Cass membobol pintu masuk yang terkunci sampai berhasil dan terbuka. Seringai kemenangan merekah saat pintu bisa terbuka dan perlahan Cass masuk ke dalam rumah. Sebelah tangannya mengarahkan senjata laras pendek ke depan saat ia masuk melintasi ruang tengah yang temaram. Mata Cassidy mengawasi seluruh isi rumah dan tetap waspada. Terdengar beberapa suara dari arah belakang dan Cassidy menuju ke sana. Cassidy semakin yakin jika Orlando bukanlah pasangan resmi Sophie karena pria itu tidak tinggal di sana. Saat kaki Cassidy melangkah ke dapur, terlihat Sophie sedang memasak sendirian. Cass menarik napas panjang lalu menurunkan senjatanya. Ia mengawasi seluruh ruangan dengan posisi Sophie yang membelakanginya. Melihat posisinya di dekat meja makan, Cassidy menarik sebuah kursi perlahan dan duduk lalu melipat kakinya dengan santai. Ia juga meletakkan senjata di atas mejanya. “Aku yakin sup itu tidak mengandung sianida kan?” Cass menyeletuk tiba-tiba membuat Sophie terperanjat kaget setengah mati. Dengan cepat ia berbalik dan melihat Cass sudah duduk di kursi meja makan. “Bagaimana kamu bisa menemukanku?” tanya Sophie mengabaikan perkataan Cassidy sebelumnya. Ia tampak ketakutan jika Cass bisa saja menyakitinya. Terlebih Sophie sendirian di rumah. “Sophie, aku bukan lagi pria bodoh yang bisa kamu kelabui dengan cinta palsumu itu. Aku sudah mencarimu selama tujuh bulan semenjak kamu menghilang. Jadi saat aku menemukanmu seperti hari ini, aku tidak akan melepaskanmu,” ujar Cassidy dengan sikap dingin sekaligus angkuh. Sophie menahan degup jantungnya dengan mengatur napas. Ia harus bisa mengusir Cassidy dari rumahnya dan menghubungi Orlando secepatnya. Otaknya berpikir keras tentang caranya melarikan diri. “Kenapa diam? Sedang berpikir untuk melarikan diri lagi?” pungkas Cassidy membaca pikiran Sophie. Sophie membesarkan matanya menatap Cassidy yang begitu jauh berbeda. “Pergi dari sini!” Sophie mengusir dengan kegeraman. “Untuk apa? Aku datang tepat saat makan malam kan? Kecuali kamu berencana membunuhku lagi dengan racun sianida yang dimasukkan ke dalam sup,” ejek Cassidy terus memojokkan. Mata Sophie langsung memicing tidak suka. Dengan cepat Sophie mengambil mangkuk keramik terdekat lalu melemparkan pada Cass agar ia bisa melarikan diri. Cass dengan cepat mengelak. Saat Sophie ingin berlari, Cass cepat berdiri lalu menodongkan senjatanya. Sophie terpaksa berhenti dan memutar lalu saat ada kesempatan, ia kabur ke kamar. “SOPHIE!” teriak Cassidy karena Sophie berhasil lolos naik ke tangga. Meski hamil, Sophie cukup lincah membuat Cassidy kelabakan. Cassidy bergegas naik dan menerobos masuk ke dalam kamar sebelum Sophie bisa menguncinya. Sophie sampai terdorong ke belakang. “Aahhk!” “Kamu mau ke mana? Beraninya kamu melemparku dengan mangkuk itu. Kamu tidak kapok mau membunuhku ya?” pungkas Cassidy berjalan pelan ke arah Sophie sementara istrinya itu mundur ke belakang. “Pergi! Jangan ganggu aku!” bentak Sophie seraya mencari-cari apa yang bisa ia gunakan untuk memukul mundur pergerakan Cassidy. “Aku tidak akan melepaskanmu lagi. Kamu harus bertanggung jawab atas penipuan yang kamu lakukan, Sophie!” Cassidy terus meladeni Sophie bicara sementara kakinya tidak berhenti melangkah ke depan. “Kamu yang penipu, bukan aku!” “Cukup! Sekarang ikut aku pulang!” Cass mengulurkan tangan hendak menarik Sophie. Dengan cepat Sophie malah berteriak untuk menarik perhatian tetangga. “TOLONG AKU! TOLO ─ mmmhhhppp ....” Sophie dibekap oleh Cassidy dengan cepat menariknya ke ranjang lalu mencoba menjatuhkannya. Sophie meronta, memukul dan menampar. Ia melakukan apa saja agar Cassidy mau melepaskannya. “Jangan melawan, kamu sedang hamil!” Cassidy malah balik memarahi Sophie yang baru berhenti setelah sadar. Ia mengaduh kesakitan karena tiba-tiba perutnya kembali kontraksi. “Mmhhpp ....” Cass lantas melepaskan bekapannya lalu menarik Sophie agar bisa duduk di ranjang. “Apa aku bilang, jangan banyak melawan. Nanti kamu kontraksi lagi!” PLAK – Sophie kembali menampar Cassidy yang berani membentaknya. “Jangan membentakku! Kamu menyakitiku dan bayiku!” hardik Sophie membalas Cassidy. Cass menahan kegeraman dengan mengeraskan rahangnya lalu melirik lagi pada Sophie yang masih terengah. Sophie menarik dan menghembuskan napas dari mulutnya agar kontraksinya berlalu. “Pergi dari sini!” Sophie masih belum berhenti mengusir Cassidy dari sisinya. Ia menolak tangan Cassidy yang akan membantunya. “Tidak akan. Jadi ini bayiku?” Cassidy langsung menembak tanpa memberikan opsi kemungkinan lain. “Bukan, ini bayiku ....” Sophie masih bersikeras. Mereka berdebat tapi kali ini dengan jarak yang begitu dekat. “Siapa ayahnya? Aku kan?” Cassidy makin mengulum senyuman. Firasatnya makin kuat jika Sophie memang sedang mengandung bayinya. “Jangan bermimpi! Aku tidak sudi mengandung darah dagingmu ... aaahhkk!” bayinya menendang dan Sophie langsung merasakan sakit. Seperti sebuah peringatan, Cassidy malah terkekeh dengan nada mengejek. “Itu akibat dari menghina ayah dari bayimu!” tangan Sophie akan menampar lagi tapi dengan cepat ditangkap oleh Cassidy yang mendorong Sophie sampai berbaring ke ranjang. “Lepaskan aku!” “Dengan satu syarat, malam ini kamu harus tidur denganku!”.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN