Bab 17. Menculik Cinta Lama

1107 Kata
Laura mengerjap-ngerjapkan matanya kala memandang langit-langit. Keningnya mengernyit dan ia pun keheranan. “Ahh, apa yang terjadi padaku?” gumam Laura memegang kepalanya sambil bangun. Beberapa detik kemudian ia kaget saat mendapati dirinya ada di sebuah kabin. Ruang kabin kapal yang sedang bergerak. Laura terperanjat kaget dan langsung ketakutan. Kabin itu tampak mewah dengan ranjang yang nyaman. “Aku di mana? Oh, tidak. Apa ada yang menculikku!” tukasnya makin panik. Laura kebingungan dan mulai ketakutan. Ia mencoba berpikir apa yang terjadi tapi rasanya semalam ia ada di pesta. Laura melihat pada dirinya dan pakaiannya sudah berganti menjadi pakaian renang one piece yang seksi tapi tetap cantik. Di pundaknya juga bergantung jubah yang kemudian ditarik oleh Laura demi menutupi tubuhnya. “Oh Tuhan, aku ada di mana?” Laura hampir menangis. Ia bergegas turun dari ranjang dan mencoba berdiri. Kapal itu bergerak terus menerus dan Laura harus berpegangan. Terlebih ia masih pusing setelah sadar tadi. “Mana pakaianku?” Laura mencari-cari ke seluruh ruang kabin mewah itu dan tidak menemukan apa pun. Ia bahkan bertelanjang kaki dan tidak menemukan alas kaki apa pun. Dalam kebingungan, Laura pun akhirnya mencari pintu keluar. Ia kebingungan saat keluar dan kembali mencari pintu lagi. Betapa terkejutnya Laura saat melihat hamparan laut yang luas kala kakinya menginjak buritan kapal. “Ya Tuhan ... apa yang terjadi? Mengapa aku ada di sini?” Laura terus bertanya pada dirinya sendiri. Dengan kaki telanjang, Laura berjalan di lantai buritan menuju railing pembatas hendak memeriksa isi kapal. “Sudah bangun, Peaches?” Laura terkesiap kaget dan langsung menoleh ke samping. Terlihat Erikkson Thomas, mantan kekasihnya tengah bersantai dengan pakaian safari, celana pendek, memakai kacamata hitam dan sedang meminum sampanye. “Erik?” sebut Laura begitu terkejut. Erikkson dengan santai duduk di sisi buritan dengan meja penuh makanan di depannya. “Kemarilah, kita sarapan dulu!” ajak Erikkson dengan santai tanpa rasa bersalah. Laura malah kebingungan. Ia datang menghampiri Erikkson bukan untuk duduk tapi memarahinya. “Bagaimana aku bisa di sini? Apa kamu yang menculikku?” pungkas Laura dengan nada tinggi tapi masih terdengar yummy dan lembut di telinga Erikkson. “Apa aku tidak boleh melakukannya?” Erikkson malah balik bertanya mempermainkan Laura. “Apa?” Laura mengernyit tak mengerti. “Duduklah, Sayang. Biar kita bicara─” “Aku tidak mau. Kamu sudah melakukan kejahatan, Erik. Kamu menculikku!” pungkas Laura masih ngotot. Erikkson dengan santai menyesap minumannya lagi. Ia tersenyum lalu meletakkan gelas di atas meja. “Kamu terlihat cantik dengan pakaian renang. Warnanya membuat matamu makin indah,” puji Erikkson tanpa memedulikan jika Laura sudah kesal setengah mati. “Aku sedang bicara serius, Erik!” rengek Laura begitu kesal. “Aku juga. Ayo kemari, kita sarapan dulu setelah itu baru bicara. Kemari!” Erikkson mengulurkan sebelah tangannya memberikan perintah pada Laura. Laura masih diam menatap tajam pada Erikkson. Ia marah kesal tapi tidak bisa berteriak─Laura bukan wanita seperti itu. Erikkson pun tidak menyerah. Wajahnya masih sama memandang Laura dengan sebelah tangannya yang belum diturunkan. “Ayo, Peaches.” Erikkson masih merayu. Laura pun mendekat dengan berjalan sedikit demi sedikit. Laut sedang tenang sehingga kapal tidak terlalu ekstrem bergerak. Setelah Laura dekat, Erikkson mencondongkan tubuhnya ke depan lalu menarik tangan Laura agar duduk di dekatnya. “Aahhk!” Laura mendecit kaget dan sebelah lengan Erikkson langsung merangkulnya. Laura spontan mendorong tangan Erikkson darinya. Sementara Erikkson hanya terkekeh saja dan kembali merangkul pundak Laura. “Erik!” “Kamu semakin cantik jika marah.” Erikkson mengedipkan sebelah matanya sebelum menaikkan kembali kacamatanya. “Lepaskan aku, kamu mau bawa aku ke mana? Kita di mana?” Laura masih terus mencecar Erikkson. “Kita ada di tengah lautan. Kita akan berlayar ke Hawaii lalu Oahu atau mungkin sampai Asia. Bagaimana?” goda Erikkson membuat Laura terperangah tak percaya. “Jangan bercanda, Erik!” sahut Laura memekik kesal. “Aku tidak bercanda, Sayang. Kita sedang berada di lautan Atlantik.” Senyuman Erikkson yang penuh misteri membuat Laura ketakutan. Ia percaya saja pada kebohongan Erikkson yang malah menahan senyumannya. “Tidak mungkin. Kamu pasti berbohong kan?” Laura sampai memekik kesal dengan suaranya yang lembut. Erikkson mulai makan dan tidak peduli jika Laura sedang memarahinya. “Lepaskan aku!” “Makan!” Erikkson balik memerintah. “Aku tidak mau, aku mau pulang!” rengek Laura. “Iya, kita akan pulang. Kita akan pulang ke rumahku. Tapi sebelum itu, kita akan menikah terlebih dahulu,” ujar Erikkson memotong makanannya lalu makan dengan santai. “Apa? Apa maksudmu?” “Aku akan melepaskanmu, tapi setelah kamu menikah denganku besok. Kita akan mampir ke sebuah gereja lalu melakukan pemberkatan kemudian bulan madu. Setelah itu baru kamu aku lepaskan, bagaimana?” sahut Erikkson mengulum senyuman menatap Laura. Jantung Laura berdegup kencang saat ini. Ia tidak pernah menyangka jika Erikkson tiba-tiba menculik dan memaksanya menikah. “Apa kamu tidak tahu bahwa itu kejahatan?” “Aku hanya ingin menikah, apanya yang jahat?” sahut Erikkson santai menusuk salah satu potongan roti lalu menyuapinya pada Laura. “Kamu sudah menculikku, itu adalah kejahatan,” sanggah Laura menolak tangan Erikkson. “Lalu kamu mau apa? Lapor Polisi?” sindir Erikkson lagi. “Iya. Aku akan memasukkanmu ke penjara!” Erikkson langsung mencebik pada semangat Laura yang menggebu tapi masih merona saat menatapnya. “Kalau begitu, aku akan menghubungi Cassidy untuk lebih dulu memasukkan Sophie ke penjara. Setelah itu akan menyusul, bagaimana?” Laura pun terdiam menghadapi Erikkson yang terus menerus membantahnya. Napas Laura jadi lebih tersengal dan matanya mulai berkaca-kaca. Sesungguhnya Erikkson tidak tega. Ia paling tidak suka melihat Laura menangis. Namun, wanita itu sudah membuat Erikkson nyaris tidak waras dalam satu tahun terakhir. Kali ini ia tidak akan mundur. “Aku tahu kamu akan menjemput Sophie di Ferndale, Sayang. Kamu ingin mengelabui Cassidy lagi dengan membawa Sophie─” “Cassidy sudah menipu Sophie dan menyakitinya. Untuk apa lagi dia mencari adikku?” tegas Laura dengan suara bergetar. Kini raut wajah Erikkson berubah menjadi lebih serius. “Sophie juga telah menipu Cassidy. Dia menggelapkan identitasnya dan uang sebesar 22 juta dolar. Cassidy dan keluarganya tidak masalah jika kehilangan uang, tapi kehilangan kepercayaan itu jauh lebih berharga, Laura Sayang.” “Apa kamu tidak sadar yang sudah dilakukan oleh keponakanmu pada adikku? Dia menipu keluarga, dia menyakiti Sophie dan berselingkuh. Jika Sophie pergi darinya, dia harus bersyukur karena sekarang dia bebas melakukan apa saja,” sahut Laura masih sengit mendebat Erikkson keras. Erikkson mengangguk kecil dan membuang pandangannya ke arah lain. “Cassidy sudah membayar lebih dari pada yang dilakukannya pada Sophie. Dia sudah tiga kali mencoba mengakhiri hidupnya, terakhir dia hampir menabrakkan dirinya ke subway. Seorang gadis menyelamatkannya. Apa kamu tahu itu?” ucap Erikkson dengan nada rendah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN