Bab 12. Mantan Suami Sempurna

1111 Kata
“Apa katamu? Aku tidak akan pernah masuk ke kamar mandi bersamamu!” sahut Sophie melawan Cassidy. Cassidy nyaris meledakkan tawanya. Ia tahu jika Sophie pasti berpikiran aneh padanya. Alih-alih bicara yang sesungguhnya, Cassidy makin menjadi-jadi mengerjai Sophie. “Ya sudah, kalau tidak mau masuk ke kamar mandi, lepaskan saja pakaianmu di sini. Sekalian aku sudah lama tidak melihat tubuhmu,” ujar Cassidy dengan santai. Sophie makin berang dan menunjuk Cassidy dengan marah. “Jangan macam-macam denganku, Cassie! Aku bisa ... ah ... ahhhk!” Sophie melenguh kesakitan lagi setelah mendapatkan kontraksi yang lumayan keras. Dari berdiri Sophie pun kembali duduk untuk mengatur napasnya. Cassidy menarik napas panjang dan mengalah. Ia masih tidak tega untuk membalas Sophie. “Kamu baik-baik saja? Coba kulihat,” ujar Cassidy sambil duduk di sebelah Sophie lalu mengelus perut Sophie dengan kedua tangannya. Kali ini Sophie terpaksa membiarkan. Energinya tersedot begitu saja gara-gara bertengkar dengan Cassidy. Tiba-tiba, senyuman Cassidy menyeruak pelan. Tangannya menyentuh salah satu tendangan bayi di perut Sophie. “Dia menendang,” ujar Cassidy pelan. Matanya naik menatap Sophie yang sudah mulai bernapas teratur. Sophie pun ikut menatap Cassidy yang masih memegang perutnya menenangkan sang bayi. “Berapa bulan kehamilanmu?” tanya Cassidy setelah diam cukup lama. Sophie membuang pandangannya ke arah lain. “30 minggu,” jawabnya singkat. Tangan Sophie lantas memindahkan tangan Cass dari perutnya. Cassidy pun tidak memaksa lagi. Ia kembali berdiri di depan Sophie. “Apa kamu punya pemanas air?” Wajah Sophie mendongak naik lalu mengangguk pelan. Cassidy hanya mengangguk saja lalu berjalan masuk ke kamar mandi. “Tolong ambilkan tasku di mobil. Atau kamu bisa meminta Frost untuk mengambilkannya!” ujar Cassidy memerintahkan sebelum menutup pintu kamar mandi. Kening Sophie sontak mengernyit kesal. “Untuk apa dia memerintahku?” sungutnya bersadar dengan menopang sebelah tangan ke belakang tubuhnya. Sophie mengatur napasnya dan mulai lelah. Hari masih pagi tapi Sophie sudah mengantuk lagi karena lelah. Sophie masih duduk di ranjang dan tidak mau pergi. Di kamar mandi masih terdengar bunyi shower. Cassidy sedang asyik membersihkan dirinya sementara Sophie sedang mencari cara untuk mengusir suaminya itu dari rumah. “Aku harus melakukan sesuatu.” Sophie membesarkan matanya lalu berdiri dengan cepat. Ia menarik laci hendak mengambil senjata yang ia simpan. “Ke mana revolvernya?” gumam Sophie mencari ke semua tempat. “Sepertinya aku meletakkannya di sini. Iya ... semalam di sini!” ucap Sophie begitu yakin. Ia kembali mencari ke laci-laci yang lain tapi tidak juga menemukannya. “Apa yang sedang kamu cari, Sweet Pea?” Sophie terkesiap dan langsung berbalik. Matanya sontak melotot. Cassidy keluar dari kamar mandi dengan rambut basah meneteskan air ke tubuhnya yang lembap tanpa pakaian sama sekali. Hanya sebuah handuk yang melilit di pinggangnya untuk menutupi bagian tubuh yang terlarang. “Mana pakaianmu? Kenapa keluar kamar mandi telanjang seperti itu?” bentak Sophie pada Cassidy. Cassidy yang menyadari dirinya sudah membuat Sophie salah tingkah, makin menjadi-jadi. “Aku sudah memintamu mengambil tasku. Mana?” Cassidy balas mencecar lalu dengan gaya angkuhnya menyugar rambutnya yang basah ke belakang. Sikap tubuh Cassidy persis model majalah pria dewasa yang sedang menjalani pemotretan. “Kenapa aku harus mengambil tasmu?” pekik Sophie kesal masih dengan wajah merah dan makin salah tingkah. “Apa kamu mau aku jalan keluar dalam keadaan telanjang seperti ini?” sahut Cassidy tak kalah bossy masih berkacak pinggang. “Suruh saja anjingmu yang mengambil!” “Oh, ternyata kamu munafik juga. Kamu tidak mau mengambil tasku karena kamu ingin terus memandang tubuhku yang seksi kan, huh?” Cassidy makin melangkah ke depan dan Sophie jadi seperti orang bodoh. “Pergi jangan dekat-dekat!” “Lakukan perintahku, Sweet Pea. Ayo cepat! aku butuh pakaianku!” Cassidy makin semena-mena dengan meninggikan suaranya. Ia juga terus mendekatkan tubuh bagian depannya pada Sophie sampai ujung perut buncit Sophie bersentuhan dengan bagian bawah perut Cassidy. Sophie pun terduduk kembali di ranjang karena tidak punya tempat untuk mundur. Tak sengaja sebelah telapak tangannya mendorong perut sixpack Cassidy. “Berhenti!” ucap Sophie membuang mukanya. “Kenapa? Pegang saja sampai bawah.” Cassidy balik menantang dan Sophie yang sadar langsung melepaskan tangannya. Cassidy terus mendesak dan hal itu membuat Sophie berontak. Ia mendorong Cassidy dengan keras agar dirinya punya ruang untuk melarikan diri. Sambil terengah, Sophie berdiri dan berjalan cepat ke pintu. Cassidy masih terus menatapnya dengan wajah menahan senyuman. “Setelah pakai pakaian, sebaiknya kamu pergi dari sini!” Sophie menghardik lalu berbalik cepat dan turun ke bawah. Cassidy hanya tersenyum lalu menghilang setelahnya. Ia menarik napas panjang sambil menatap isi kama Sophie. Cassidy merogoh salah satu sisi ranjang dan mengambil senjata laras pendek yang disembunyikan oleh Sophie di laci. “Aku tidak akan membiarkanmu lolos kali ini, Sweet Pea. Aku akan membawamu pulang,” ucap Cassidy memereteli senjata tersebut. Ia mengeluarkan magasin peluru lalu melepaskan peluru cadangan dan kokang. Setelah memisahkan bagian senjata akan sulit bagi Sophie untuk merangkainya kembali. Tak berapa lama, terdengar suara anjingnya Frost di depan pintu. Cassidy membuka pintu dan tersenyum mengambil tas yang dibawa Frost dengan mulutnya. “Terima kasih, teman!” ucap Cass mengucek kepala Frost kemudian duduk di depan pintu kamar untuk berjaga. Setelah berpakaian, Cassidy naik ke tempat tidur Sophie untuk melanjutkan tidurnya. Ia sudah tidak tidur semalaman dan sekarang waktunya beristirahat. Cass juga mengizinkan Frost masuk ke kamar Sophie meski tidak ikut tidur satu ranjang. Dengan nyaman dan melenguh pelan, Cassidy memejamkan matanya. Ia ingin menikmati masa tidur yang sudah lama tidak di dapatkannya. Beberapa menit kemudian, matanya terbuka. Ia memeluk bantal Sophie tapi masih tidak bisa tidur. Cassidy mencoba tidur lagi tapi tetap tidak bisa. Sementara di bawah, Sophie mengambil kesempatan itu untuk menghubungi Laura Marigold. Laura adalah kakak kandung Sophie yang masih tinggal di New York bersama orang tua mereka. “Kamu harus membantuku, Laura. Aku ingin pergi dari sini!” “Apa yang terjadi?” sahut Laura di seberang. “Cassidy sudah menemukanku!” ujar Sophie ketakutan melihat ke arah kamarnya. “Apa? Bagaimana dia bisa menemukanmu, Sayang? Lalu di mana dia sekarang?” “Dia ada di rumahku.” “Oh Tuhan. Apa dia tahu jika kamu sedang mengandung bayinya?” Sophie terdiam dengan raut begitu cemas. Ia memejamkan mata berkali-kali. Setiap hari Sophie selalu takut didatangi oleh Cassidy yang akhirnya menyadari jika dirinya ditipu. “A-Aku tidak bilang apa-apa. Tapi kurasa dia tahu.” “Lalu sekarang bagaimana?” “Aku mau pindah dari sini!” rengek Sophie lagi separuh ingin menangis. “Oke, baiklah. Akan kucarikan tempat untukmu. Aku akan menjemputmu, oke!” Sophie mengangguk cepat. “Tolong datang segera Laura. Saat dia tidur, aku akan kabur.” “Oke, aku akan sampai di sana secepatnya. Jangan bertindak apa pun sebelum aku datang.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN