Bab.4 Takdir Yang Tersambung

1894 Kata
Enam tahun berlalu, banyak yang sudah berubah dari kehidupan seorang Sasha Dewanti setelah memutuskan tinggal di London. Dia kini menjadi seorang ibu yang luar biasa dari Marcello Abimanyu Dewanta. Anak laki laki Sasha yang tampan, lucu dan pintar itu sudah menginjak umur lima tahun sekarang. Perjuangannya sebagai single mom yang melahirkan dan membesarkan anaknya seorang diri benar benar patut diacungi jempol. Karena merasa bersalah sudah membuatnya tidak bisa merasakan kasih sayang seorang ayah, Sasha selalu berusaha memberikan semua yang terbaik untuk putra semata wayangnya itu. Apakah Cello pernah menanyakan tentang ayahnya? Tentu saja pernah. Sasha sudah menjawab dengan jelas, bahwa ayahnya sudah mati. Masalah pun selesai dan anaknya tidak pernah bertanya lagi. Dalam hal karier nama Sasha juga mulai dikenal sebagai pengacara muda yang mulai diperhitungkan keberadaannya. Pemikirannya yang tajam dan kemampuannya berdebat di ruang pengadilan, sudah terbukti sukses membuatnya memenangkan banyak kasus besar. Cobalah lihat Sasha sekarang, tidak ada lagi bekas jejak Sasha yang dulunya hanya seorang gadis lugu dan lemah. Sasha yang hanya bisa diam menangis saat dijadikan obyek cemoohan mereka kaum orang kaya. Apa yang sudah dia raih sekarang tidak Sasha dapatkan secara cuma cuma. Dia mati matian belajar dan bekerja keras untuk bisa melanjutkan pendidikannya di Oxford. Hanya butuh tiga tahun Sasha berhasil meraih gelar Sarjana dan dua tahun merampungkan magister jurisnya. Bundanya bahkan sampai menangis bangga saat dia menjadi salah satu lulusan terbaik seangkatanya. Nama Sasha Dewanti juga mulai dikenal di tanah air sejak setahun yang lalu. Kesuksesannya sebagai pengacara muda wanita asal Indonesia membawanya diundang untuk mengisi seminar bertema hukum di Indonesia. Sejak itulah beberapa kali wajah cantiknya sempat muncul di beberapa majalah dan media elektronik tanah air. Banyak yang memuji kecerdasan otaknya, hingga bisa menyandang gelar magister juris dari universitas bergengsi di usia semuda itu. Tidak sedikit juga dari mereka terkagum kagum dengan tangan dinginnya yang sanggup memenangkan kasus kasus penting. Ada satu kisah menarik saat dia pulang ke Indonesia sekitar satu tahun yang lalu. Sasha tidak sengaja bertemu dengan Abimanyu di bandara. Iya benar, Abimanyu Nugroho, laki laki yang dulu pernah menyelamatkannya dari atas jembatan tinggi itu. *** Flash on "Maaf, bisa mengganggu sebentar?" Sasha mendongak saat seseorang berdiri dan menyapa di depannya. Mereka saling menatap, dahi Abimanyu tampak berkerut seperti sedang mengingat wajah cantik itu. "Maaf Nona, apakah sebelumnya kita pernah ketemu? Aku merasa tidak asing lagi dengan wajahmu." "Hm ..." Mau tak mau Sasha juga memperhatikan wajah pria itu, ganteng dan memiliki tulang rahang yang sempurna. Benar juga, dia juga merasa pria di depannya itu memang tidak asing lagi baginya. Bingo! Sasha tersenyum lebar saat berhasil mengingatnya. "Anda Bapak Abimanyu, benar kan?" Laki laki itu mengangguk pelan sambil terus menatap Sasha bingung. Sepertinya dia masih belum bisa mengingatnya. "Saya Sasha Dewanti, enam tahun yang lalu kita pernah bertemu di atas jembatan. Ingat kan?" jelas Sasha mencoba membuka memori Abimanyu. "O iya, kamu yang itu," sahutnya dengan anggukan lega. Sasha tersenyum ramah saat Abimanyu menyambut uluran tangannya. Entah kebetulan macam apa sampai mereka bisa berkesempatan bertemu lagi. "Senang bisa bertemu lagi dengan Anda." "Bagaimana kabarmu? Aku juga senang bertemu lagi denganmu di sini Sha." "Bunda." Mereka berdua menoleh. Belum sempat Sasha menanggapi pertanyaan Abimanyu, Cello lebih dulu datang dari arah toilet. Dia melambaikan tangan memanggil anaknya mendekat. "Cello kenalan dong sama Om Abimanyu. Dia orang yang pernah menolong Bunda dulu," jelas Sasha sambil merangkul bahu anaknya. "Abimanyu? kok namanya sama dengan Cello sih Bun?" tanya bocah itu bingung. Sasha hanya tersenyum lebar melihat dua Abimanyu itu sama sama menatapnya penasaran. "Apa Bapak sedang buru buru? Saya traktir segelas kopi, mau? Anggaplah sebagai ganti handuk dan selimut yang belum sempat saya kembalikan dulu itu." Tawaran Sasha langsung disambut suara tawa Abimanyu, seakan ada yang lucu dengan ucapan itu. "Kok kamu masih ingat saja Sha, aku malah tidak pernah memikirkan akan menagihnya darimu. Tapi boleh juga, biar kantukku bisa berkurang. Ayo!" ajaknya menerima tawaran dari Sasha. Mereka bertiga melangkah beriringan menuju cafe yang masih berada di area bandara. Dilihat dari penampilannya yang elegan dan berkelas, Sasha semakin yakin dia bukan orang sembarangan. Matanya terlalu jeli untuk mengenali pakaian dan barang barang branded yang Abimanyu kenakan sekarang. "Jadi ini anakmu?" tanya Abimanyu yang tersenyum menatap Cello. Sasha mengangguk sambil minum kopi hitamnya. Diam diam dia memperhatikan lagi laki laki yang duduk di seberang mejanya itu. Tinggi, tampan, hidungnya mancung seperti perosotan dan kulitnya juga putih bersih. Sangat besar kemungkinan kalau Abimanyu punya darah blasteran. Jangan lupakan juga tatapan matanya yang tajam dan senyumnya yang bikin wanita manapun meleleh itu. Sasha mendecak pelan karena pikirannya yang malah ngelantur kemana mana. "Cello kok diam saja, kenalan dong sama Om Abi!" tegur Sasha pada anaknya yang masih betah berdiam diri. "Hallo Om, aku Cello, Marcello Abimanyu Dewanta." Sapa bocah itu sembari melambaikan tangannya. "Wah, jadi nama kita beneran sama ya Cello. Apakah mulai sekarang kita bisa berteman?" sahut pria itu dengan senyumnya yang semakin merekah. "Boleh kan Bun, Cello temenan sama Om Abi?" Bukannya langsung menjawab, Cello malah menatap bundanya polos. Wajah imutnya benar benar membuat Abimanyu gemas setengah mati. "Boleh dong, kan sudah Bunda bilang kalau Om Abi itu orang baik." "Ok, Om Abi sekarang jadi temannya Cello." Sasha dan Abimanyu tertawa lebar melihat jari tangan Cello memberi tanda okenya sebagai persetujuan pertemanan mereka. "Maaf sebelumnya, nama Abimanyu memang sengaja saya berikan untuk Cello sebagai ucapan terima kasih saya pada Anda." Papar Sasha dengan wajah yang sama sekali tidak bercanda. "Maksudnya?" Abimanyu menoleh, matanya menyimpit mencoba memahami maksud ucapan Sasha barusan. Sasha menghela nafas panjang, tangannya mengelus lembut kepala Cello anaknya. "Kalau bukan karena Anda yang datang menolong waktu itu, kami tidak bisa berada di sini sekarang." Abimanyu bahkan sampai melotot kaget. Sepertinya dia mulai paham maksud ucapan Sasha, juga alasan kenapa wanita cantik ini dulu pernah mencoba bunuh diri. "Jangan bilang waktu itu kamu ..." Sasha mengangguk, senyum getir tercetak jelas di ujung bibirnya. Bagi Sasha wajar saja kalau Abimanyu kaget, karena saat itu dia masih sangat muda dan baru saja lulus SMA. "Jadi nama Abimanyu memang saya ambil dari nama Anda, maaf atas kelancangan saya. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih Cello, kami berhutang nyawa pada Anda." Pria tampan itu tidak marah, dia justru tersenyum menatap Cello yang sedang asik memainkan ipadnya. "Aku yang seharusnya berterima kasih padamu, karena namaku bisa jadi nama untuk anak setampan dia. Kamu beruntung memiliki Cello, Sha." "Iya, saya memang sangat beruntung memilikinya," sahut Sasha. Mereka berdua tersenyum sambil menatap Cello. Sasha masih tidak bisa berhenti berpikir, betapa bahagianya wanita yang berhasil memiliki hati pria ini. Dia benar benar seorang yang baik dan berkepribadian hangat. "Kalian sekarang tinggal dimana?" tanya Abimanyu membuyarkan lamunan Sasha. "Sudah lima tahun lebih ini kami menetap di London. Sekarang cuma pulang seminggu untuk urusan kerja dan mengunjungi neneknya," jawab Sasha. "Cello tinggal kok jauh banget di London, terus kapan dong kita bisa ketemu lagi?" tanya pria itu dengan nada merajuk yang dibuat buat. "Kapan kita bisa ketemu sama Om Abi lagi, Bun?" Sasha tersenyum mengacak rambut anaknya, tidak biasanya Cello bisa langsung akrab dengan orang asing yang baru dikenalnya. "Hm, kita cuma seminggu di sini Cello. Tanya sama Om Abi, kapan punya waktu. Takutnya Om Abinya sibuk kerja." "Aku hari ini mau ke Surabaya selama empat hari, kalau sudah pulang aku akan hubungi kamu." ucap Abimanyu sambil mengulurkan ponselnya ke Sasha. Wanita cantik itu hanya mengangguk paham dan menerimanya, lalu memasukkan nomor ponselnya di sana. "Boleh minta kartu namamu? Siapa tahu saja kapan kapan aku ada perjalanan ke London, bisa sekalian ketemu kalian." "Tentu saja." Sasha mengambil selembar kartu nama dan menyerahkan pada Abimanyu. Hanya beberapa detik setelah melihatnya, pria itu tersenyum lebar dengan tatapan surprisenya. "Woah, kamu hebat Sha! Aku benar benar tidak menyangka kamu jadi seorang pengacara di sana." Mendapat sanjungan setinggi langit Sasha hanya tersenyum. Setelah lulus pasca sarjana, dia menerima tawaran kerja dari firma hukum salah satu dosennya. Lumayan buat sambilan kerja saat dia masih melanjutkan pendidikan magisternya. "Jangan menyanjung berlebihan, saya bisa besar kepala nanti." "Jadi kamu pulang buat urusan kerja? Memang dapat case apa sampai jauh jauh ke sini?" "Bukan, hanya menghadiri undangan untuk mengisi seminar di sini. Cuma dua hari kok, selebihnya mengunjungi ibu saya." "Cello pasti bangga punya bunda sehebat kamu?" Sasha menanggapinya dengan mengangkat bahu, pria itu terlalu bisa memuji. Belum lagi senyum menawan Abimanyu yang sejak tadi tidak pernah gagal membuat jantungnya jumpalitan. "Ok, kayaknya aku mesti pamit dulu. Bisa bisa ketinggalan pesawat nanti." Sasha berdiri dan menyalami tangannya. Dia menoleh menatap Cello, tangannya mengacak pelan rambut ikal bocah ganteng itu. "Cello, say good bye dulu dong, Om Abi sudah mau pergi lho." Bocah kecil Sasha itu mendongak dan tersenyum melambaikan tangannya. "See you, Om Abi!" "See you later, Cello!" Sasha tersenyum membalas lambaian tangannya. Dia benar benar merasa lega karena Tuhan masih memberinya kesempatan bertemu dengan pria itu dan mengucapkan terima kasihnya. *** Sekarang Apakah setelah itu mereka pernah bertemu lagi? Pernah, dua kali malahan. Pertama saat kebetulan Abimanyu ke London untuk urusan pekerjaan. Dia menepati janjinya untuk menyempatkan diri bertemu Sasha dan Cello. Bukan hanya bertemu, mereka juga berjalan jalan di London Eye dan makan malam bersama. Sasha sendiri benar benar tidak menyangka dua Abimanyu beda generasi itu bisa seakrab itu. Sedang pertemuan selanjutnya adalah saat Sasha kembali ke Indonesia untuk menjenguk bundanya yang sedang sakit. Laki laki itu bahkan menyempatkan diri datang ke rumah sakit menjenguk bundanya. Aneh memang, Cello dan Abimanyu menjadi semakin dekat meski terpisah jarak yang begitu jauh. Yang Sasha tahu, mereka berdua selalu rajin berkomunikasi lewat chat atau video call. Entah apa yang mereka obrolkan, sampai Cello bisa sebahagia itu setiap kali Abimanyu menghubunginya. Seminggu terakhir Sasha sedang dipusingkan oleh permintaan bundanya yang terus mendesaknya untuk kembali ke Indonesia. Pembicaraan mereka seminggu yang lalu berakhir tidak menyenangkan. Hingga sampai hari ini, wanita kesayangannya itu masih saja mengabaikan semua chat dan panggilan telfonnya. Sasha bukannya tidak ingin pulang, tapi dia dan Cello sudah terlanjur nyaman juga betah tinggal di sana. Selain itu pekerjaannya sudah mapan dengan gaji yang terbilang sangat memuaskan. Satu hal lagi yang paling penting buat Sasha, karena di sini tidak ada yang akan mengungkit atau mempermasalahkan statusnya yang punya anak di luar nikah. Kalau dia memutuskan untuk pulang, berarti Sasha juga harus siap dengan segala konsekuansi yang harus dia dan anaknya tanggung nantinya. Tidak masalah kalau hanya dia yang di pandang remeh orang lain, tapi Sasha tidak akan pernah terima kalau anaknya yang akan diejek sebagai anak haram. Sasha tahu bukan keputusan yang tepat untuk terus menghindar, karena suatu saat dia memang harus kembali. Mana mungkin dia meninggalkan bundanya hidup seorang diri di sana di saat umurnya makin bertambah dan mulai sakit sakitan. Jadi dia sekarang sedang mempertimbangkan tawaran dari kakak tingkatnya dulu untuk bekerja di firma hukum milik keluarga mereka. Dengan bekal gelar serta pengalaman kerjanya, akan sangat mudah baginya mendapatkan kerja. Tapi lagi lagi ada hal lain yang mengganjal hatinya. Siapkah dia kembali berhadapan dengan orang orang dari masa lalunya? Yang dia tahu, laki laki itu sudah menikah tepat di hari keberangkatannya ke London dulu. Setelah itu dia menutup mata dan telinganya rapat rapat dari semua berita tentang keluarga mereka. Sasha menghela nafas kasar, mungkin memang sudah saatnya dia pulang. Toh dirinya sekarang bukan lagi gadis bodoh dan lemah yang dengan mudah jadi bulan bulanan mereka. Akan Sasha tunjukkan, dia bisa berdiri sejajar dengan mereka sekarang. Tidak ada alasan yang membuat mereka bisa menghinanya lagi. Bahkan kalau perlu, Sasha akan membalas semua yang pernah mereka lakukan padanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN