“Opsi serangan individual diizinkan jika hanya mereka bertiga yang tersisa di depan. Tapi apabila semuanya menyerang, kerja kolektif adalah kewajiban,” kata Nelson.
“Lalu Nicki melewati tiga orang pemain mereka. Menyusul beberapa pemain lawan yang lain yang mengakibatkan Kalvin dan Denis dalam posisi yang bebas,” kata Munez.
“Itu momen epic.”
“Setelah itu, umpan terobosanku digagalkan oleh kiper mereka. Sungguh usaha yang tak terduga. Aku kira, kiper itu percaya dengan rekan-rekannya,” kata Nicki.
“Tidak, dia sudah melakukan banyak riset soal dirimu. Kiper itu percaya padamu. Bahwa kau akan mampu melewati zona pertahanan mereka,” kata Leo.
“Setelah p*********n yang gagal itu, kami berunding.”
“Sedikit ada ketegangan saat kami berunding. Tapi sewaktu Nicki memerintahkan kami untuk tutup mulut, kami diam. Dia gencar mengatakan pada kami bahwa dia percaya kalau kami akan menang. Dan seperti biasanya, kami percaya dengan apa yang dia bilang,” kata Denis.
“Bola mati di daerah kita. Aku menginginkan mereka mengoper padaku. Kita akan memulai serangan bersama. Passing-support. Di raut wajah lawan kita mencerminkan penyesalan yang luar biasa karena sebelumnya mereka tidak berlatih untuk mengantisipasi strategi ini dengan begitu baik. Mereka benar-benar menjadi seperti tikus yang hendak mengambil secuil remahan biskuit. Strategi yang menyenangkan. Persoalan kita bisa mencetak gol atau tidak, itu urusan kedua. Ini adalah strategi untuk menundukkan lawan melalui permainan yang cantik,” kata Nicki.
“Ya, benar-benar indah. Hingga sepatuku sampai diinjak oleh salah satu pemain mereka.”
Di dalam sepak bola, kerja sama antar pemain adalah satu-satunya senjata yang paling berbahaya. Tapi bukan berarti permainan individual adalah suatu usaha yang buruk. Kerja sama antar pemain bisa berjalan dengan baik bila menyangkut keterampilan antar individu yang baik pula. Dalam arti lain, kerja sama antar tim bisa berjalan lancar bila kemampuan individu antar pemain juga seimbang. Sangat mungkin bila satu pola strategi kerja sama dalam satu tim yang berjumlah sebelas orang, dikacaukan oleh hanya satu-dua orang yang di antaranya yang tidak cukup bagus kemampuannya dalam mengumpan dan mengontrol bola dengan baik.
“Semua orang mengatakan bahwa permainan kita di babak tambahan waktu itu didorong dengan semangat luar biasa yang merupakan yang paling terkenal dari semua sejarah sepak bola Red Circle,” kata Denis.
Permainan dari anak-anak Lambeth sudah tak acuh terhadap penundaan yang berlama-lama. Peluit berbunyi, mereka bergerak. Bola fair play dijatuhkan, mereka menyerbu. Mereka seperti tawanan perang yang mendekam di penjara musuh selama sepuluh tahun kemudian dibebaskan dan bertemu keluarganya. Mereka benar-benar dibumbui semangat yang membuat penampilan mereka sangat garang. Permainan yang rapi, umpan yang tepat, teriakan-teriakan yang luar biasa, dan pergerakan yang sangat serasi satu sama lain. Leo mengumpan ke Kalvin di kiri. Hanya satu sentuhan, bola itu diteruskan ke Nicki. Nicki mengontrol bola dan mengumpan ke Jurgen Klark. Klark kemudian mengembalikan bola itu lagi ke Nicki. Tanpa control, bola itu disodorkan ke Kalvin dan diteruskan ke Denis yang sudah berlari kencang di sisi kanan. Umpan yang sangat tepat. Denis memberikan umpan silang yang ciamik, dan disambut oleh Nicki dengan tendangan yang luar biasa akurat di sisi kiri bawah gawang lawan.
“Sepersekian detik sempat terlintas di benakku untuk mengontrol bola itu terlebih dahulu. Tapi dengan cepat aku membuyarkan itu dan langsung menghajarnya,” kata Nicki.
“Justru itu yang menjadikannya cantik, Man. Mereka jadi bisa bernapas dengan lega,” kata Nicki.
Kemenangan dengan skor akhir 4-3 untuk keunggulan Red Circle memecahkan kesenyapan selama tiga puluh menit di babak tambahan waktu. Mereka benar- benar berpesta. Menangis dan berteriak. Para punggawa Red Cirlce berjatuhan di atas lapangan untuk menumpahkan lelah. Mereka benar-benar mempertaruhkan semuanya. Mereka tidak peduli dengan kaki mereka yang babak belur. Tak sedikit dari mereka yang tertatih-tatih ketika menyambut para pendukung di samping lapangan sebelum babak tambahan dimulai. Tapi semua kerja keras mereka terbayar dengan rasa bangga. Angin berhembus menyapu keringat. Tangisan mengalir deras.
“Kita melakukan perayaan besar-besaran,” kata Denis.
“Hingga para pemandu sorak, para pendukung yang lain dihukum oleh panitia pertandingan untuk tidak boleh hadir dalam dua pertandingan mendatang,” kata Leo.
“Tak ada yang begitu peduli kalau soal itu, dua pertandingan ke depan adalah pertandingan tandang. Tapi aku ingat, aku sempat memandang ke arah Maggie dan para pelatih saat itu, dan mereka bergeming. Ada yang aneh, kurasa,” kata Peter.
“Aku terkapar di tengah lapangan. Aku nyaris diremukkan oleh rekan-rekanku sendiri. Mereka semuanya tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Kami telah melakukan sesuatu yang mustahil dilakukan,” kata Nicki.
“Aku sendiri tidak menyangka. Saat itu aku masih berumur dua belas tahun. Dan aku masih ingat betul bahwa para pendukung Lambeh duduk di sana, mereka semua tertegun, kelelahan, di antara mereka bahkan sampai menangis. Sungguh pemandangan yang menakjubkan,” kata Frank sambil menyelonjorkan kedua kakinya dan merebahkan badannya.
“Para pendukung dari Canterbury Christ juga menangis,” kata Munez.
“Mereka sempat melakukan strategi rotasi bukan?” tanya Frank.
“Ya, kau benar. Babak kedua extra time, sesudah turun minum, Mahrez menempati posisi sayap kanan. Aku tahu bahwa dia adalah tipe pemain kidal yang memiliki kemampuan mengumpan dan menendang yang luar biasa. Tapi dia tak sadar bahwa dia sebenarnya sembrono. Dia berniat meninggalkan posnya dan memilih untuk menuruti ambisi individualnya untuk membuat gol. Mungkin ini tidak semata-mata kesalahannya, bisa juga karena faktor dari pelatih mereka yang terlalu longgar memberikan opsi pada pemain reguler,” kata Nicki.
“Dari mana kau tahu?” tanya Leo.
“Dia sendiri yang mengatakan padaku.”
“Dan setelah itu kalian berhamburan keluar dari lapangan. Tak ada jabat tangan, pelukan, saling tukar menukar jersey, hanya serbuan gila-gilaan ke ruang ganti. Kalian menghilang seketika,” kata Flak.
“Kami kira kalian berubah jadi gila setelah bertempur habis-habisan. Kami menunggu kalian begitu lama, kami kira kalian akan keluar lagi untuk menerima trofi,” kata David.
Denis, Nicki, dan Leo tertawa.
“Sebetulnya memang kami tak punya niat keluar. Tapi orang-orang itu mengirimkan perwakilan untuk memanggil kami semua supaya hadir dalam upacara penyerahan trofi. Tapi kami mengunci pintu.”
“Bocah-bocah yang malang dari Canterbury Christ terlihat berusaha keras untuk terlihat sumringah dengan hasil perjuangannya. Tapi mereka benar-benar terkejut mendapatkan trofi runner-up.”
“Dan Maggie kembali menghilang dari sana. Entah bagaimana caranya mereka membujuk Diego untuk masuk ke tengah lapangan dan mewakili kami semua untuk menerima trofi itu. Rasanya sangat aneh,” kata Munez.
David berjalan menuju kotak pendingin yang telah dibawa oleh Leo tadi. Kemudian dia menyambar satu botol bir. “Ambil sendiri, Senior,” kata Leo.
“Mumpung hari ini aku sedang bebas dari tugas.” Dia menenggak birnya sambil menuruni tangga. “Pemakaman dilakukan pada hari Jumat. Tepat tengah hari.”
“Di mana mereka akan melakukannya?”
“Tentu saja di sini. Di mana lagi?”