Bab 8. Gengsi

1047 Kata
Setelah kakaknya pergi dari kamar, Sean menatap sang istri yang sedang menunduk. Buku bacaannya seketika di simpan, tetapi Hara masih enggan bersuara, atau sekedar memberi senyuman. Berlarut dalam atmosfer seperti itu, sampai akhirnya Sean berjalan menuju kamar mandi, tanpa mau mengutarakan sesuatu. Hara pun menarik napas panjang. "Sudah satu bulan lebih, tapi pernikahan ini belum ada perubahan. Kak Sean masih benci aku," gumamnya. Namun, tiba-tiba perkataan Yora terlintas, seolah terucap ulang di benaknya. "Apa aku harus berjuang dapetin cintanya? Huh, susah! Kak Sean 'kan seleranya yang normal, cantik, dan seksi!" "Awchh air!" Di saat melamun dan terus bergumam dalam hati, Sean tiba-tiba keluar menyentuh pipi Hara menggunakan tangannya yang basah. "Jangan sampai anakku kenapa-kenapa karena kamu terlalu banyak melamun!" Jelas Hara melongok, seakan tak percaya jika itu adalah ucapan suaminya. "Maksudnya?" "Dokter tadi menyarankan supaya kamu jangan terlalu banyak mikir. Melamun sama saja sedang memikirkan sesuatu!" jelas Sean. "Kakak perduli?" "Dia anakku, Hara!" Mendengar itu hati Hara tersenyum, tetapi ekspresi wajahnya seakan gengsi untuk menunjukkan rasa senang itu agar dirinya terlihat biasa saja dan tidak berharap. Sebab, itu yang mungkin diinginkan oleh Sean. Jangan terlalu berharap, apalagi merasa jika dirinya sudah dicintai. "Terima kasih!" "Perempuan ini gak ada senang-senangnya? Diperhatiin malah biasa aja. Sebenarnya apa yang dia mau?" Ternyata dalam lubuk hati terdalam seorang Sean, memiliki pemikiran yang berbeda dari pola pikir Hara bekerja di otak. Ia ingin melihat rasa senang istrinya, tetapi ternyata Hara hanya berekspresi biasa saja. "Mulai sekarang kamu harus tidur di ranjang!" "Kakak di sofa?" "Jawaban apa itu?" batin Sean merasa kesal. "Bukan begitu, tapi kita tidur bersama!" Sean langsung bergerak membopong sang istri untuk direbahkan di atas ranjang. Hara yang merasakan tubuhnya melayang, terhenyak. Namun, ia hanya terdiam saat suaminya melakukan hal tersebut, padahal pria itu belum mengganti baju dan masih mengenakan lilitan handuk karena baru saja selesai mandi. "Tidur!" "Oke!" Sean mengepal kuat, nyaris emosinya meledak. Sungguh tanggapan istrinya di luar keinginan. Hara benar-benar biasa saja, bahkan tidak sama sekali tersenyum untuk menunjukkan resfeck kebahagiaan atas perlakuan baiknya. Akan tetapi, seberusaha mungkin ia memendam luapan amarahnya. Akhirnya Sean balik badan menuju ruang ganti, tanpa ia tahu saat itu sang istri tengah tersenyum lebar, bahkan meraba-raba wajahnya yang terasa panas. "Baiklah Hara, dia cuma menghargai anak yang ada di sini, atau mungkin desakan orang tuanya. Ah tidak, itu lebih tepat sandiwara!" Perempuan yang sedang hamil itu pun bergelut dengan pikiran. Menyangkal segala macam fakta, tetapi tak bisa dipungkiri jika dirinya merasakan hal kesenangan. Sementara, di ruang kerja yang tak jauh dari posisi ranjang, Sean terlihat tersenyum miring melihat layar laptopnya yang menunjukkan sebuah foto wanita dengan busana seksi dan transparan. "Oh Selly ... so hot!" Ya, Selly sangat gemar mengirimkan video atau gambar dirinya yang menunjukkan lekuk badan yang seksi, bahkan ia pernah mengirimkan tubuhnya yang bugil tanpa busana. Sebab perfoto bertarif, Sean tak segan-segan memberikannya uang sesuai yang wanita itu mau. "Malam-malam begini dibuat panas. Selly, sangat jauh sementara aku malas keluar!" gerutunya memijat pangkal leher. Tanpa ia sadar ia memiliki istri yang jauh lebih molek dan cantik. Saat disandingkan dengan foto Selly, ternyata kondisi sang istri jauh lebih menggoda di atas ranjang sana. Mungkin jika ia tidak mengutamakan ego, Sean akan sangat mudah mendapat penyaluran. "Gak, dia masih trauma. Aku pun gengsi. Aku gak mau merendah di hadapan gadis itu, walaupun dia buta!" Alhasil, Sean memutuskan untuk keluar agar gairahnya padam. Ia tidak ingin kejadian sebelumnya membuat sang istri kembali takut. Sebab, ia termasuk pria hyper, kasar dalam urusan s*x terlebih di keadaan emosional yang tinggi seperti saat ini. *** Di depan halaman, berselang dengan ruang tengah. Ada tempat bersegi empat yang di mana didekor tanpa atap, di atas sana siapa pun bisa menikmati keindahan bintang, kerlap-kerlip. "Kenapa keluar? Istrimu membuat hal yang menyebalkan?" tanya Yora, ia menghampiri adiknya. "Ya, aku sudah bersikap yang kakak mau, tapi dia menyebalkan sekali. Gak ada tanggapan senang, masih saja jual mahal!" "Memang mau dihargai berapa? Minta dong dimurahkan. Akhir-akhir ini Hara aku pilihkan lingerie bagus dan terbuka, rugi kalau dilewatkan. Oh ya daripada sewa di club, Hara jauh lebih menarik bukan?" goda Yora. Sean hanya menarik napas jengah. "Biasa saja, tidak ada sensasi!" Yora tertawa sampai menekap sedikit mulutnya. "Munafik!" Kemudian ia kembali tertawa. "Pergi, kalau cuma mau nambahin rasa kesal!" titah Sean. "Masuk lagi sana, rayu saja. Satu bulan sudah lama, Hara pasti melupakannya!" ucap Yora, kemudian pergi meninggalkan sang adik dengan membawa secangkir teh yang tadi ia buat. Tiba-tiba Sean berpikir, ternyata hasratnya kian menggebuk. Bukan ingin dengan wanita lain, tetapi ia hanya tertarik dengan tubuh istrinya yang sudah lama tak terjamah. Lagipula, ia melakukan hubungan layaknya suami istri hanya satu kali dengan Hara. "Ayolah Sean jangan sampai termakan omongan kakakmu itu, dia—" "Tuan nona muntah-muntah di dalam, saya tidak boleh membuka pintu kamar mandinya!" Surti datang dengan kecemasan. Sean yang merasa khawatir pun segera beranjak menuju kamar. Ternyata benar, kamar mandi terkunci tetapi seseorang di dalam seperti tidak mendengar ketukan di luar. Sean menatap wajah cemas dari Surti, sedari tadi ketukannya diacuhkan. "Nona, buka saja pintunya, kami cemas!" Karena Surti begitu cemas, maid itu sampai mengundang satu rumah. Saat ini mereka berbondong-bondong menghampiri kamar Sean dengan kekhwatiran yang sama, terkecuali Nathie yang terlihat muak, hanya saja ia juga penasaran. Ada apa?" "Paling juga mau cari perhatian," gumam Nathie. "Hara cepat buka, dengar suaraku tidak?!" Sean berteriak, tak kalah cemas dari mereka, bahkan ia hampir mendobrak pintu kamar mandinya. Namun, sebelum itu terjadi, tiba-tiba Hara keluar dalam kondisi segar dan baik-baik saja, tercium bau sabun mandi menusuk indra penciuman, dan itu menjadi pertanyaan mereka. "Ada apa? Kenapa ramai sekali? Aku baru selesai mandi, aku baik-baik saja!" Ekspresi Hara tampak bingung. Telinganya mendengar banyak orang. "Surti!!" bentak Sean, sementara ia merasa kesal. Ternyata istrinya baik-baik saja. Kini matanya tertuju penuh ke pada pembantu itu. Nathie merasa waktunya terbuang, sampai akhir ia pergi duluan. Sedangkan, Yora, Metha dan Nathan merasa lega karena tidak terjadi apa-apa pada wanita itu. Tidak menyalahkan Surti juga, baginya yang terpenting rasa cemas mereka hilang. Berbeda dengan Sean yang memiliki emosi tinggi, kekesalannya terluap untuk pembantunya. "Maaf Tuan, saya hanya cemas karena Nona tidak keluar-keluar dari kamar mandi. Mengingat sedang hamil, saya kira Nona muntah-muntah!" Ucapan polos dari Surti menuai kelucuan bagi Yora. "Buat cemas saja!" bentak Sean lagi. "Cieee cemas ...!" ledek Yora. "Diam, kau Kak!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN